Pergumulan Masyarakat Papua dan Tantangan Merawat kemajemukan Menjadi Bagian dalam Percakapan Persidangan MPH-PGI 2018 

Pdt. Andrikus Mofu, Sekum GKI di Tanah Papua, berbicara dalam Persidangan MPH-PGI

WAISAI,PGI.OR.ID – Persidangan MPH-PGI yang berlangsung di kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, pada 17-18 Oktober 2018, memberi perhatian pada pergumulan panjang yang dihadapi masyarakat Papua dan tantangan mengelola kemajemukan yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Di hadapan Sidang MPH-PGI, Pdt. Andrikus Mofu, Ketum GKI di Tanah Papua (GKI TP), menjelaskan gambaran keterpinggiran masyarakat Papua di mana tanah, populasi dan kebudayaan mereka berada dalam kondisi kritis. Di sejumlah lokasi, seperti Biak misalnya, banyak orang Papua telah kehilangan tanah mereka, menurut Pdt. Andrikus. Ini belum lagi masalah HAM sampai naiknya kasus HIV/AIDS di Papua.

Dalam konteks pergumulan seperti ini, Pdt. Andrikus sangat mendukung keputusan PGI untuk mengaktifkan lagi Biro Papua. Karena itu, GKI TP akan berkoordinasi dengan PGI dalam rangka mendukung keberadaan dan kerja Biro Papua dalam merespons sejumlah tantangan di Papua.

“Saya yakin dan berharap ke depan kita benahi apa yang perlu dibenahi agar bisa lebih maksimal lagi. Catatan saya, desk Papua bisa segera diisi oleh kami sehingga bisa segera berkomunikasi”, kata Pdt. Andrikus dalam catatannya mengenai pentingnya PGI dan GKI TP mengomunikasikan konsep-konsep pengembangan Papua.

Berbagai isu mengenai Papua, sebagaimana terekam dalam Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) Papua pada pada 9-12 April 2018, juga akan digumuli tindak lanjutnya oleh Biro Papua. Isu-isu tersebut seperti perlindungan anak, pemberdayaan perempuan, HAM, masalah ekonomi, kesehatan, Pendidikan, infrastruktur, politik dan hukum serta pergumulan teologi kontekstual di Tanah Papua.

Sementara tantangan di wilayah kemajemukan, khususnya terkait naiknya intoleransi di tengah masyarakat, MPH-PGI mengungkapkan keprihatinannya dengan Undang-undang penistaan agama yang bukan saja menjerat sejumlah orang, namun juga berdampak pada kebebasan berpendapat dan gesekan sosial. Ini belum lagi sejumlah kasus penyerangan dan kriminalisasi terhadap gereja oleh masa intoleran di beberapa lokasi. PGI sendiri, selama beberapa tahun terakhir, mencoba merespons kasus-kasus gangguan terhadap gereja dengan bergerak secara lintas iman. Hal ini juga yang hendak didorong PGI agar ada proses saling belajar antargereja dalam mengembangkan pendekatan lintas iman dalam rangka menguraikan ketegangan dan kecurigaan yang berkembang di wilayah kehadiran gereja.

Berbagai hal yang berkembang dalam Persidangan MPH-PGI akan dibicarakan lebih lanjut mengenai implementasinya bersama biro dan bidang yang ada di PGI, termasuk meneruskannya ke Persidang MPL-PGI yang akan berlangsung pada awal 2019. (Beril Huliselan)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*