
LEMBANG, PGI.OR.ID – Wisma Shalom, Lembang, Sejak 17 Mei 2015 tampak ramai didatangi para perempuan dari berbagai bangsa dan negara. India, Maui, Korea Selatan, Jepang, dan tentu saja Indonesia sebagai tuan rumah. Tempat yang ayu lestari itu nampak semarak dengan kecantikan para perempuan ini, namun tentu bukan hanya itu! Ada pertemuan penting, perempuan Asia yang tengah bertemu dalam rangka Pra-sidang Raya Christian Conference of Asia (CCA), berbagai permasalahan didiskusikan untuk dibawa dan disuarakan di dalam Sidang Raya CCA yang adakan berlangsung di Jakarta.
Sesi pertama di hari pertama, Senin, 18 Mei 2015 Pendeta Merry Kolimon menyampaikan paparannya yang menitiberatkan peran perempuan dalam rumah tangga Allah ( The Household of God). Pendeta dari Kupang ini mengatakan bahwa kita memahami istilah “household” bukan dalam nilai rasa pasif, namun positif. Perempuan adalah juga anggota rumah tangga Allah, dan oleh karenanya perempuan juga memiliki peran aktif yang sama seperti halnya laki-laki.
Sesi kedua, sebuah panel diskusi bertema “Current Status of Woman Situation in Asia yang dilaksanakan setelah break makan siang, dipandu oleh Dr. Kyung In Kim dan Yuniyanti Chuzaifah, dengan dimoderatori oleh Pdt. Krise Gosal. Sebagai pemateri pertama, Dr. Kyung In Kim mengemukakan masalah-masalah yang dihadapi oleh perempuan, seperti diskriminasi sistem penggajian buruh perempuan, perdagangan manusia, serta pernikahan dini (child marriage), partisipasi perempuan di ruang-ruang publik, dan bshkan diskriminasi perempuan dalam hidup bergereja.
Aktifis Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah yang sebagai pemateri kedua mengawali presentasinya dengan menceritakan perjuangan untuk membebaskan Mary Jane Veloso dari hukuman mati. Mary Jane adalah contoh bagaimana manusia miskin tak berdaya menjadi korban human trafficking. Oleh karena itu, Yuni menekankan pentingnya kerja sama lintas bangsa dan negara untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan. “Hari ini,” lanjutnya, “perempuan di Indonesia juga perlu menyuarakan pada parlemen untuk mengambil keputusan-keputusan dari sudut pandang korban.” Contoh respon mereka yang tidak menggunakan sudut pandang korban adalah, “Salahnya sendiri mengalami pelecehan seksual, koq pakai baju mini!” Atau, “Pantas diperkosa sebab keluar rumah malam!” Yuni mengatakan, “Tidakkah mereka tahu bahwa perempuan menanggung banyak beban kehidupan untuk anak-anak dan keluarganya?” Beliau juga menyerukan pentingnya agama-agama untuk memberikan pengajaran pada umat, bukan hanya dari sudut pandang “atas”, namun juga sudut pandang korban.

Di samping sesi demi sesi, apresiasi sebesar-besarnya patut diberikan pada panitia yang diketuai Pendeta Welmintje Naomi dan Pdt. Erny Stintje Sendow, panitia mempersiapkan acara dan juga membuka stand penjualan suvenir yang tentu membawa warna segar tersendiri. (Kontributor: Surya Samudera)