JAKARTA,PGI.OR.ID-Aksi razia warung makan yang buka siang hari di bulan puasa di Kota Serang jadi berita yang menghebohkan. Razia sendiri dilakukan Satpol PP Kota Serang terhadap sebuah warung milik Bu Saeni. Namun razia yang dilakukan berbuah kecaman. Simpati serta sumbangan pun mengalir ke Bu Saeni. Tidak tanggung-tanggung, Presiden RI Joko Widodo sampai memberikan bantuan sebesar 10 juta untuk pemilik warung.
Satpol PP sendiri melakukan razia berbekal Perda No. 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat. Dalam aturan tersebut memang ada kewenangan Satpol PP menertibkan warung yang buka di bulan puasa. Karena terlanjur heboh, kemarin pada hari Selasa, 14 Juni 2016, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri memanggil Wali Kota Serang, Tubagus Haerul Jaman, jajaran Satpol PP Kota Serang dan Kepala Biro Hukum Provinsi Banten, Agus Mintono. Dalam pertemuan yang digelar di kantor Kementerian Dalam Negeri, disepakati Perda ‘razia’ akan direvisi secara terbatas.
“Ada tiga pasal dalam perda tersebut yang perlu disempurnakan,” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Soni Sumarsono, di Jakarta, kemarin.
Menurut Soni, setelah pihaknya melakukan kejian, serta evaluasi, setidaknya ada tiga pasal yang perlu di revisi dalam Perda yang diberlakukan di Kota Serang. Tiga pasal tersebut yakni Pasal 7 ayat 2 dan 3, Pasal 10 ayat 1 dan 4. Yang direvisi seharusnya itu ayat 1 dan 3, ternyata penomorannya salah. Pasal lainnya dalam perda tersebut yang akan direvisi adalah Pasal 22. “Ini revisi terbatas,” kata Soni,.
Jadi kata dia, perda tersebut tidak dibatalkan. Hanya diperbaiki pasal-pasalnya. Sehingga klausul dalam pasal yang disempurnakan lebih relevan. Kata Soni lagi, rapat yang digelar untuk mengkaji perda yang menghebohkan itu. Dan, semua yang hadir sepakat, aturan tersebut perlu sedikit revisi.
“Misal untuk Pasal 7 ayat 2 dan 3, selain tidak sinkron dengan ayat 1, 3 dan 4 dalam pasal tersebut, juga dinilai bertentangan dengan Perpres 74 Tahun 2013 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Disepakati kedua ayat tersebut perlu perbaikan,” tutur Soni.
Pasal lainnya yang akan direvisi lanjut Soni, adalah Pasal 10 ayat 1 dan 4. Pasal ini, selain penomorannya salah juga ketentuannya bertentangan dengan Undang-undang No. 39 Tahun 2011 tentang Hak Asasi Manusia serta UUD 1945. Katanya, perda itu seharusnya tak menuliskan klausul larangan kepada seseorang.
“Kalau terkait bulan Ramadhan ini, jangan melarang, tapi membatasi. Kalau misal boleh buka pada waktu tertentu, jelaskan saja, kapan waktunya warung makan boleh buka. Kalau melarang, ini masuknya jadi diskriminatif karena tak membolehkan orang berusaha,” urainya.
Pasal terakhir yang disepakati akan direvisi, kata Soni, adalah Pasal 22. Ketentuan dalam pasal tersebut, kurang spesifik, terutama dalam menjelaskan ketentuan yang diatur. Dalam pasal tersebut, tercantum hal-hal yang belum diatur teknis pelaksanannya. Terutama belum diatur dalam peraturan walikota. Jadi normanya tidak jelas. Mestinya langsung saja ditulis, misalnya hal-hal yang belum diatur terkait jam buka warung saat Ramadhan.
“Norma ini lebih jelas, karena ada klasul yang didelegasikan. Itu sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” katanya. (AS)