Peran Tokoh Agama di Tahun Politik

Para tokoh agama serukan Pemilu damai

JAKARTA,PGI.OR.ID-Pilihan politik kita boleh berbeda namun kita adalah satu sebagai bangsa yang mendiami rumah bersama ini. Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Henrietta Hutabarat-Lebang menutup ceramah mengenai Peran Tokoh Lintas Agama di Tahun Politik yang diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama di Hotel Menara Penisula, Jakarta (15/11).

Pada kesempatan itu, Ketua Umum PGI juga menjelaskan, disadari pemilu kali ini berbeda karena untuk pertamakalinya presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan DPD dipilih pada saat yang bersamaan.  Sehingga kehadiran tokoh-tokoh agama mendampingi umat sangat dibutuhkan untuk mencerahkan dan menjaga agar mimbar gereja tidak dijadikan sebagai ajang kampanye.  Juga para tokoh agama perlu mengingatkan umat agar tidak terpancing dan menyebarkan hoax melalui medsos, tetapi justru menggunakan medsos secara efisien serta memilih para pemimpin dan wakil yang mengusahkan kesejahteraan bersama tanpa memandang agama, suku atau latar belakangnya.

Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang menerima cinderamata dari pengurus MUI

“Hal inilah yang diajarkan oleh mertua Musa, …kaucarilah dari seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap; tempatkanlah mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin… (Keluaran 18:21).  Selanjutnya KPU maupun Bawaslu juga menegaskan hal yang paralel dengan apa yang telah disampaikan oleh para tokoh lintas agama agar para pemimpin agama membawa kesejukan dan dukungan dari para pemimpin agama untuk kesuksesan pemilu sangatlah penting,” jelasnya.

Seminar yang diprakarsai oleh MUI ini, mengundang Kapolri yang diwakili oleh Irjen. Pol. Dr. Gatot Eddy Pramono M.Si, enam tokoh yang mewakili enam agama di Indonesia, KPU dan Bawaslu. Seminar berangkat dari keprihatinan MUI terhadap adanya kecendrungan perpecahan karena hoax dan ujaran kebencian yang cenderung meramaikan media sosial (medsos).

Irjen. Pol. Dr. Gatot Eddy Pramono, M.Si yang membuka acara sekaligus menjadi keynote speaker membeberkan betapa Indonesia adalah sebuah negeri yang kaya dengan aneka bahasa, budaya, agama. Dengan ratusan suku (lebih dari 700), 1100 bahasa, ratusan kota dan 70.000.000 handphone, serta sekitar 30.000.000 orang yang aktif bermedsos.

“Perbedaan medsos dengan media cetak adalah para pelaku memegang dan membuat berita sendiri, menyuntingnya sendiri dan menyebarkannya sendiri.  Jika tidak bijak membagi atau menyebarkan berita maka dapat memancing keresahan dan menimbulkan kerusuhan.  Ada bahaya untuk diadu domba seolah-olah A sedang melawan B padahal yang membuat itu adalah pihak luar untuk mengadu domba,” jelasnya.

Gatot melihat, untuk saat ini permasalahan yang kita dihadapi adalah konflik sosial baik vertikal seperti konflik aparat dengan masyarakat ataupun horizontal seperti bahaya SARA ataupun ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, narkotika, terorisme, radikalisme, dan kejahatan berdimensi baru seperti cyber crime.

Sedangkan pemilu sendiri, lanjutnya, adalah kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali dimana kepemimpinan bisa dirubah.  Jangan sampai kita terpecah belah karena ini.  Keamanan harus dijaga dan 70% keamanan pemilu ditentukan oleh penyelenggara yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sebab itu, Gatot melihat peranan para tokoh agama dalam hal ini yaitu membangun kesadaran masyarakat, menciptakan suasana yang sejuk, serta meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan bersinergi dengan seluruh komponen masyarakat untuk mencitpakan pemilu yang aman.

Pembicara lain, I. Wayan dari PHDI, menyegarkan para peserta seminar bahwa tahun politik bukan hanya berarti mencoblos wakil rakyat atau presiden saja, karena setiap tahun wakil-wakil rakyat mengeluarkan keputusan-keputusan yang mengikat semua artinya setiap tahun di sepanjang tahun kita tidak dapat terlepas dari politik. Sehingga para pemimpin agama hendaknya mengajarkan umat agar tahu pilihan politik adalah hak masing-masing dan juga memupuk kesadaran dalam berbagi postingan di medsos.

Suhadi Sendjaya dari Buddha mengingatkan agar tokoh-tokoh agama menjadi panutan dengan cara menghayati agama yang dianutnya.  Agama asal benar-benar dijalankan tidak memberikan ruang untuk konflik karena semua agama mengajarkan kebajikan, menginginkan keharmonisan.  Juga yang sangat berperan adalah perilaku bangsa yang adalah cermin dari dasar filosofi berbangsanya.    Kualitas bangsa kita sangat bagus karena mendasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dimana semua kebajikan berasal dari Tuhan walau Pancasila bukanlah sebagai pengganti agama.

Hal senada juga disampaikan pembicara dari Matakin yang mengangkat kisah Mensius. Dari cerita tersebut peranan tokoh agama adalah keteladanan, mengingatkan pemimpin, dan mengamankan konstitusi negara. Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang diwakili oleh Romo Agus alias Agustinus Hulahayanan, memaparkan secara sistematis yang jika dipersingkat intinya mengingatkan bahwa tokoh-tokoh agama perlu memberikan pendidikan politik yang baik bagi umat tanpa mengajak umat untuk memilih tokoh atau partai tertentu. Umat diajarkan untuk tahu nilai-nilai sehingga dapat menentukan sendiri pilihan politiknya termasuk agar umat tekun berdoa dan mengawal jalannya pemilu.

Dari MUI menyerukan agar tidak ada hoax dan ujaran kebencian disebarkan dari medsos dan hal ini sangat tegas diucapkan oleh DR. K.H. Asad Said Ali yang melihat bahaya perpecahan terutama akan dialami oleh umat Islam sendiri jika hal seperti yang dikhawatirkan diatas masih berlanjut.

Pertemuan dan seminar ini ditutup dengan Deklarasi Pemilu Damai dari seluruh tokoh agama dan ditandatangi bersama yang intinya menyerukan menolak hoax dan ujaran kebencian, kampanye dengan santun bukan dengan kekerasan, hindari politik berunsur rasial, SARA untuk hindarkan Indonesia dari kehancuran, meminta kepada KPU, Bawaslu, Aparat untuk menjaga keamanan pemilu, umat beragama mendukung pemilu damai tanpa hoax, dan kekerasan.

 

Pewarta: Samuel Hutagalung

Editor: Markus Saragih

COPYRIGHT © PGI 2018

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*