TAPANULI,PGI.OR.ID-Pilkada serentak di tahun 2017 memang menyajikan daya tarik tersendiri bagi nyaris seluruh masyarakat Indonesia, Bagaimana tidak, 101 daerah dinyatakan melakukan helatan politik yang penuh sensasi itu. Kabupaten Tapanuli Tengah adalah salah satu daerah yang melaksanakan perhelatan itu.
Terpantau pada 15 Februari 2017 di beberapa TPS tampak aktifitas warga di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS). Yang menjadi sorotan khusus kali ini adalah keterlibatan para penyandang disabilitas dalam menggunakan hak politiknya untuk memilih dan menentukan siapa pemimpin di daerahnya. Ternyata kaum disabillitas itu adalah dampingan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM) yang dibina oleh Bibelvrow Rosderi Sibarani sebagai Ketua dan Pdt. N.K.H Sibagariang, M.Th selaku Koordinator di RMN Tapanuli Tengah.
“Selama ini penyandang disabilitas sering dipandang sebelah mata oleh keluarga bahkan gereja dalam segala hal. Mereka dianggap masyarakat kelas kedua padahal memiliki hak yang sama dengan warga masyarakat lainnya. Bahkan ada pula yang menganggap kehadiran mereka sebagai aib keluarga, sehingga jamak ditemukan keluarga yang menyembunyikan anggota keluarga difable. Kondisi ini harus diintervensi oleh gereja dan negara. Gereja dalam menjalankan tugas diakonianya haruslah menyentuh kebutuhan rakyat sehingga kesejahteraan sosial, ekonomi dan politiknya dapat diakses setara dengan masyarakat lainnya,” jelas Rosderi.
Selain tanggungjawab pemerintah, ini juga tangggungjawab gereja, termasuk sosialisasi untuk terlibat aktif di PILKADA juga menjadi tanggungjawab bersama pemerintah dan gereja. Sebelumnya banyak kaum disabilitas yang merasa suara mereka tidak berpengaruh dalam penentuan nasib daerahnya, tetapi melalui sosialisasi mengenai penggunaan hak pilih, mereka mulai antusias menggunakannya.
“Sebagian dampingan yang masih sanggup berjalan datang ke TPS nya, dan bagi yang kesulitan berjalan, petugas pemungutan suara datang ke rumah untuk memilih calon kepala daerah pilihannya didampingi keluarga,” katanya dengan suara yang riang.
Komunitas RBM yang melayani di bawah naungan gereja HKBP, sejak 12 Desember 2013 telah aktif melakukan pendampingan terhadap 320 orang penyandang disabillitas lintas agama dan usia. Sejak awal komunitas ini berkomitmen dan konsisten melakukan pelayanannya secara inklusif meski pelayanannya berbasis gerejawi tetapi dampingannya tidak hanya yang beragama Kristen.
Diantara 320 dampingan saat ini, ada 12 orang dampingan non-Kristen, dan mereka didukung dan dilayani dengan cara yang sama seperti dampingan Kristen lainnya. “Gereja harus menjadi berkat bagi semua orang, begitulah kita mendapat tugas dan mandat suci dari Yesus, dan inilah tugas kehadiran gereja di bumi,” tandas Rosderia. (Dina Mariana Lumban Tobing)