SURABAYA,PGI.OR.ID-Sidang putusan Kasus pembunuhan Salim Kancil dan praktek pertambangan pasir besi ilegal di Lumajang, yang seharusnya dilaksanakan pada hari ini (16/6/2016), oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dinyatakan ditunda hingga 23 juni 2016 karena terdakwa (Kades Hariyono Dkk) beralasan sedang tidak sehat. Sidang putusan yang dijadwalkan mulai pada 09.00 WIB ini sempat dinyatakan ditunda hingga Majelis Hakim dan Penasihat Hukum terdakwa hadir di persidangan. Baru pada pukul 11.58 Wib sidang dibuka dan pembacaan putusan dinyatakan ditunda karena ketidak hadiran terdakwa.
Penundaan sidang putusan ini dinilai menambah panjang daftar kejanggalan dalam proses sidang kasus Salim Kancil. Sejak persidangan perdana pada 18 Februari lalu, Tim Advokasi Keadilan Salim Kancil mencatat beberapa kejanggalan selama proses sidang ini berlangsung. Proses sidang terkesan berlarut-larut dan tidak pernah tepat waktu. Sidang yang dijadwalkan mulai pada pagi hari selalu molor dan baru mulai pada siang atau sore hari. Tidak hanya itu, bahkan Jaksa sempat menunda agenda pembacaan dakwaan hingga tiga kali sidang.
Selain proses sidang yang berlarut-larut, Jaksa juga dianggap tidak mampu menghadirkan saksi-saksi yang kompeten. Bahkan dalam beberapa sidang, saksi yang diajukan jaksa sering menjawab pertanyaan dari Hakim dengan jawaban tidak tahu atau tidak ingat, sehingga semakin mengaburkan fakta yang sebenarnya.
Tim Advokasi Keadilan Salim Kancil juga menilai proses pengadilan ini hanya mendudukkan kasus salim kancil sebagai kasus kriminalitas biasa, sehingga tidak mampu membongkar akar permasalahan dari kasus Salim Kancil, yakni mafia pertambangan pasir besi illegal di pesisir Lumajang.
Aparat penegak hukum mulai dari Kepolisian, Kejaksaan dan Majelis Hakim tidak secara serius mendalami fakta-fakta di lapangan maupun selama persidangan. Ini terbukti dengan tidak adanya satupun penadah pasir besi illegal maupun penerima dana milyaran dari hasil tambang illegal tersebut yang terseret dalam proses persidangan ini. Hanya kepala desa Selok Awar-awar, Hariyono, dan 34 anak buahnya saja yang diproses, yang notabene mereka hanya pelaku dan eksekutor di lapangan. Namun penadah pasir besi illegal dan penikmat milyaran rupiah yang dihasilkan dari tambang illegal tersebut sama sekali tidak tersentuh proses hukum.
Rere Christanto, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur sekaligus perwakilan Tim Advokasi Keadilan Salim Kancil, menduga bahwa ada skenario yang sengaja dimainkan oleh oknum tertentu untuk menutupi peran Mafia pertambangan dan meringankan hukuman bagi para terdakwa. “Apalagi dengan ditundanya sidang putusan ini, semakin menegaskan kejanggalan dalam proses hukum kasus Salim Kancil. Indikasi ini makin menguat, setelah sebelumnya proses sidang ini sering berlarut-larut hingga tiga kali penundaan sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa,” pungkasnya.
Hal yang senada juga dinyatakan oleh Ki Bagus Hadi Kusuma dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). “Kita berharap bahwa penyelesaian kasus Salim Kancil ini tidak hanya menyentuh pada para pelaku dan eksekutor di lapangan saja, namun juga harus bisa menyentuh para mafia pertambangan yang ada dibelakangnya. Mulai dari aparat Negara yang melakukan pembiaran dan melindungi tambang ilegal, para pemodalnya, hingga perusahaan yang menjadi penadah pasir besi illegal ini. Tentu saja hal ini akan bisa terbongkar jika kepolisian dan kejaksaan berani membuka aliran dana milyaran yang dihasilkan oleh pertambangan illegal tersebut,” pungkasnya.