Pentingnya Etika Keadilan-Ekologis untuk Pembangunan Berkelanjutan

CHIANG MAI,PGI.OR.ID-Untuk mengangkat orang-orang yang menderita di Asia, keadilan dan perdamaian dunia harus diciptakan. Sebab itu, orang-orang Kristen di Asia harus bekerja untuk pembangunan berkelanjutan.

Tomoko Arakawa, Direktur Asian Rural Institute (ARI) di Asia, mengatakan dalam konsultasi internasional tematik mengenai keadilan lingkungan dan pembangunan transformasional, yang diselenggarakan oleh Christian Conference of Asia (CCA) bekerjasama dengan Church of Christ in Thailand (CCT) dan Korean Christian Forum on Life-Giving Agriculture (KLGAF), di Chiang Mai, Thailand, (29 Nov-2 Des).

Diskusi yang mengangkat tema Towards Eco-Justice and Sustainable Development ini, dihadiri oleh 50 peserta yaitu teolog, pekerja gereja, advokat keadilan-ekologis, perwakilan organisasi gereja dan oikoumene dari berbagai negara di Asia.

“Keadilan-Ekologis tidak hanya berkaitan dengan ekologi atau lingkungan saja, ini merupakan kenyataan, sebuah faktor penting yang saling berhubungan terhadap masalah kelaparan, kemiskinan, sumber daya alam yang berkelanjutan, energi produksi dan penggunaan yang tepat, pembangunan ekonomi, distribusi kekayaan yang merata,  perdagangan yang adil dan keamanan lingkungan,” tambah Tomoko.

Peserta konsultasi
Peserta konsultasi

“Tugas orang Kristen berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan. Tuhan ingin kita semua untuk berbuah dan meningkatkan jumlahnya, penuhilahbumi dan bertumbuh dan berkembang.” Pdt. Rein Justin Gultom dari Biro Pembangunan Masyarakat di HKBP, mengatakan dalam presentasi tema mengenai keadilan-ekologis.

Dr. Abram J. Bicksler, Direktur dari ECHO Asia impact Center mengatakan, “Tuhan memanggil gereja untuk dapat menjadi faktor penyelamatan dalam merawat ciptaannya; ini adalah panggilan untuk semua negara berkembang di Asia untuk memprioritaskan ketahanan pangan diatas perdagangan.”

Saat berbicara mengenai Pemberi Kehidupan Pertanian atau Life-Giving Agriculture (LGA), Rev. Han Kyeong Ho, presiden Korean Christian Life-Giving Agriculture Forum (KCLGAF) mengatakan, “LGA merupakan sebuuah gerakan orang-orang dan gaya hidup yang berhubungan kepada penghidupan. Tanah, hutan dan air merupakan pemberian Tuhan untuk semua yang ada di bumi.

LGA merupakan filosofi kehidupan yang berdasarkan teologi kehidupan. Ini adalah proses meningkatkan kehidupan didasarkan pada iman dan bertumbuh dalam budaya berbagi, kepedulian, dan mengasihi. LGA merupakan beragam namun holistik, partipasipatif, non-ekspolitasi, dan membangun keadilan gender, kehormatan, martabat, dan keadilan.

Menekankan pada kebutuhan untuk kesehatan komunitasdan gereja di pedesaan, Dr. Rev. Chung Ho Jin, mantan presiden dan presiden kehormatan dar NGO internasional Life World mengatakan mengenai proses dan pelatihan dari LGA, merinci enam metode; tanpa bahan pupuk kimia tambahan, tanpa pestisida, tanpa herbisida, tanpa pengolahan tanah, tanpa benih plastik, dan tanpa benih GMO.

Berbagai pengalaman dan persepektif mereka dalam Keadilan-Ekologis, peserta mengamati bahwa sekarang ini Asia sedang berkembang dengan cepat. Hampir satu juga orang lapar di dunia berasal dari Asia. Gereja di Asia memiliki tanggung jawab untuk menaruh Keadilan-Ekologis sebagai prioritas perhatian, hal itu akan berkontribusi dalam etika pembangunan dalam menjaga ciptaan Tuhan dan membangun perdamaian dengan keadilan dalam Rumah Tuhan.

Isu dan tema lainya yang dibahas dalam berbagai sesi termasuk, situasi ketahanan pangan terkini di Asia, lingkungan, aspek sosial dan ekonomi pada keberlanjutan dan keadilan-ekologis, perubahan iklim, globalisasi dan dampaknya, pengangguran dan kualitas manusia, ekonomi sosial dan kemiskinan, kontaminasi makanan, pertanian organik dan keadilan-ekologis.

Teologi kristen mengenai penciptaan dan tanggung jawab manusia menjadi bagian dari rencana Ilahi untuk merawat perdamaian dan harmoni dalam keluarga Tuhan sebagai fokus besar lainnya pada konsultasi.

Konsultasi diakhiri dengan kunjungan lapangan selama dua hari ke Desa Mae Hang di provinsi Lamphang, dimana peserta menanam padi di sawah lokal. (Jonathan Simatupang. Sumber: cca.org.hk)