JAKARTA,PGI.OR.ID-Etika berdemokrasi, etika berpolitik, atau etika penggunaan dana Pemilu tampaknya kurang mendapat perhatian bersama, walau kita telah memiliki TAP MPR/VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, yang diharapkan memberi penyadaran akan arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa, termasuk dalam penggunaan dana Pemilu.
Ketetapan MPR seperti ini dan beragam regulasi yang merupakan turunannya, menurut Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, MTh akan menjadi kesia-siaan tanpa diikuti oleh sikap etik dan moral yang dilandasi oleh iman kepercayaan seseorang.
“Etika politik Kristen misalnya, selalu mengatakan bahwa berpolitik itu merupakan panggilan, dan karenanya dia merupakan rahmat Ilahi yang harus disyukuri secara tulus; merupakan amanah dan karenanya harus dipertanggung-jawabkan dengan baik; merupakan ibadah dan karenanya harus dijalankan dengan bekerja benar dan serius; merupakan pelayanan dan karenanya harus disikapi dengan kerendahan hati; merupakan aktualisasi diri sehingga memberi semangat dan keratifitas; serta merupakan kehormatan yang harus ditekuni dan ditanggungjawabi,” paparnya ketika menjadi Keynote Speaker dalam diskusi Penghematan Biaya Penyelenggaraan Pemilu dan Dana Politik, di Grha Oikoumene, Jakarta, Kamis ((2/6).
Gomar menambahkan, etika Kristiani juga mendasarkan diri pada Spiritualitas Keugaharian yang memiliki tiga dimensi, yang sangat relevan untuk penggunaan dana Pemilu, yaitu kemampuan untuk mengatakan “cukup” dengan tidak mengambil yang bukan haknya, kesediaan untuk berbagi sehingga tidak mengusai sumber-sumber untuk diri dan kelompok, dan kesediaan untuk ikut serta memperjuangkan sistem yang lebih adil, yang memungkinkan semua lapisan masyarakat memenuhi kecukupannya.
Jalan yang paling efektif untuk menanam dan menunbuhkan etika, menurutnya melalui edukasi sejak masa muda.
Sementara itu, Yenny Sucipto, Sekretaris Jenderal FITRA melihat masih menjadi perdebatan terkait dana penyelenggaraan Pemilu apakah diambil dari APBN atau APBD. “Kami melihat seharusnya pendanaan Pemilu dari APBN. Ini perlu dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam rangka pendanaan. Tetapi hal ini tidak mendapat perhatian di DPR. ,” katanya.
Sebab itu, perlu disinergikan dalam tahapan Pemilu dengan pengadaan anggaran untuk menghindari proses transaksional menjelang Pemilu.
Jeirry Sumampow, Kahumas PGI melihat, perlu dicermati terkait anggaran dana yang diterima KPU dalam 3 kategori, yaitu dana internal penyelengaraan, dana pencalonan dan dana untuk publik. “Dana untuk publik penting karena Pemilu itu untuk meningkatkan kualitas pemilih lewat biasa sosialisasi dan biaya pendidikan politik, karena kualitas Pemilu tergantung dari pengetahuan publik,” tandasnya.
Sedangkan Ade Irawan Wakil Koordinator ICW berkomentar, memang sangat sulit ditelisik terkait besaran dana Pemilu, karena dalam laporan tertulis kerap tidak sinkron dengan faktanya. Sebab itu, yang penting dilakukan adalah adanya sangsi tegas dan audit dengan cara khusus.
Editor: Jeirry Sumampow