JAKARTA,PGI.OR.ID-Perdamaian dan kemanusiaan adalah dua poin yang menonjol dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pimpinan PusatMuhammadiyah dan Komunitas Sant’ Egidio, Jumat ( 10/11), di kantor pusat PP. Muhmmadiyah, Jakarta.
Sebelumnya kedua belah pihak pernah menandatangani MoU serupa pada tahun 2012, dan pada tahun ini MoU tersebut diperbaharui lagi.
MoU tersebut diperbaharui untuk mendorong dialog dan kerjasama dalam rangka memperkuat perdamaian dan penguatan nilai-nilai kemanusiaan. Marco Impagliazzo, Presiden komunitas Sant’ Egidio, menjelaskan bahwa saat ini dunia mengalami berbagai perubahan yang pada gilirannya membawa kekuatiran (fear) dan hilangnya kepercayaan (distrust) di tengah masyarakat. Di tangan politik kekuasaan, kekuatiran ini kemudian diterjemahkan menjadi alat merebut kekuasaan yang dilakukan dengan cara menyebarkan fundamentalisme ke berbagai tempat. Ketidakpedulian pun berkembang dan akhirnya menimbulkan kepahitan.
Bagi Impagliazzo, dialog dan kerjasama adalah cara yang harus ditempuh untuk mengobati kepahitan tersebut. Di dalamya, perdamaian dan kehidupan bersama hendak diperkuat. Impagliazzo mencontohkan hal ini dengan istilah “membangun jembatan”di mana berbagai perbedaan diberikan ruang untuk melewati jembatan tersebut dan saling membangun interaksi di dalamnya.
Bagi Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, kekuatan-kekuatan moderat harus megambil peran melawan radikalisme, politik kekuasaan yang melakukan eksploitasi demi kekuasaan dan masalah ketidakadilan ekonomi.Ekspansi kekuatan-kekuatan global, bagi Nashir, telah menghasilkan kelompok-kelompok terpinggir yang kemudian mengambil jalan kekerasan sebagai solusi. Hal seperti ini tidak bisa dilawan dengan ektrimisme dalam bentuk yang lain.
Di sini Pancasila menjadi jalan keluar mengingat, pertama, di dalam Pancasila ketamakan dicegah. Kemudian, kedua, moralitas publik ditegakan melalui peran pendidikan dan masyarakat.
Posisi strategis Pancasila, menurut Nashir, sudah ditegaskan Muhammadiyah di dalam muktamarnya di mana Indonesia dirumuskan sebagai negara Pancasila. Ini berarti Muhammadiyah menolak segala bentuk negara agama karena Pancasila adalah dasar bagi kita semua untuk berkonsensus (darul Ahdi) dan membangun kemajuan (darul Syahadah).
Posisi ini ditegaskan Muhammadiyah sebagai bentuk perlawanan terhadap makin merosotnya nilai-nilai Pancasila yang adalah Philosophische Grondslag (filosofi dasar negara Indonesia)yang terjadi di tengah masyarakat saat ini. Dalam konteks ini, penandatanganan MoU antara Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Komunitas Sant’ Egidio juga merupakan upaya memperkuat posisi Pancasila bagi moralitas publik, maupun sebagai kontribusi Indonesia bagi masyarakat dunia.(Beril Huliselan)
Be the first to comment