Pemda Kabupaten Kupang Libatkan GMIT Tanda Tangani MoU dengan Investor Industri Garam

Saat bertemu di ruang kerja Bupati Kupang, sebelum penandatanganan MoU

KUPANG,PGI.OR.ID-Untuk pertama kalinya Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang melibatkan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) sebagai saksi dalam MoU (perjanjian kerja sama)  antara PT. Garam Indo Nasional dengan masyarakat pemilik lahan di pesisir pantai desa Bipolo dan Merdeka.

Penandatanganan MoU berlangsung di ruang kerja Bupati Kupang, Senin (19/3). Selain Ketua Majelis Sinode (MS) GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon, Sekjen Lembaga Pemangku Adat Kabupaten Kupang, Yorhan Yohanis Nome, SH. juga turut menandatangani MoU dimaksud.

Ketua MS GMIT mengapresiasi dan menyebut langkah Pemda melibatkan gereja dalam MoU ini sebagai terobosan yang baik di masa depan guna memastikan pemanfaatan sumber daya alam dan pemberdayaan masyarakat pesisir sungguh-sungguh mendapat perhatian dari berbagai pihak.

Kepada Presiden Direktur PT. Garam Indo Nasional, Hendra Wijaya, Pdt. Mery meminta pihak perusahaan mengakomodir tenaga kerja lokal.

“Sebagai gereja kami tidak ingin anak-anak kami hanya sebagai satpam. Harus ada proses yang memberdayakan mereka sehingga di ujung 30 tahun masa kontrak mereka mampu mengelola sumber daya alam yang ada,” tegas Pdt. Mery.

Terkait permintaan ini, Hendra berjanji pihaknya siap melatih warga lokal sehingga apabila mereka sudah mampu maka akan direkrut.

“Lahan yang kami kontrak di Bipolo sekitar 100 hektar dan di Merdeka sekitar 300 hektar. Kami akan latih warga lokal menjadi tenaga kerja di perusahaan kami. Bahkan kalau ada warga yang mau buat usaha kecil-kecil di sekitar lahan perusahaan, kami juga siap melatih mereka,” kata Hendra.

Ketua MS GMIT juga meminta masyarakat adat pemilik lahan yang diwakili Paulus Falukas dan Silvanus Tob agar memastikan keamanan dan kenyamanan di lingkungan perusahaan. Ia juga menegaskan kewajiban perusahaan dan pemerintah guna meminimalisir dampak kerusakan ekologis yang ditimbulkan dari limbah pabrik.

“Ketika pengusaha membangun pabrik mereka tentu mengeluarkan modal yang besar, karena itu, kami berharap masyarakat setempat turut menjaga keamanan. Kami dari pihak gereja juga ikut mendukung. Sebab kalau berhasil, ini menjadi keberhasilan bersama. Namun selain keuntungan ekonomis, kami menitipkan juga kepedulian terhadap kelestarian lingkungan,” ujar Pdt. Mery.

Selain itu ia juga menghimbau masyarakat luas belajar dari masyarakat adat di kedua desa agar tidak menjual tanah kepada investor melainkan dengan sistem kontrak sehingga generasi mendatang tetap memiliki hak atas tanah mereka.

Perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta ini segera beroperasi pada bulan Mei mendatang dan diperkirakan akan memproduksi garam 40-60 ribu ton per tahun. Hari ini, Selasa (20/3) akan berlangsung penyerahan lahan secara adat kepada pihak perusahaan di Bipolo dan pada hari berikutnya kegiatan yang sama dilaksanakan di Merdeka. (sinodegmit.or.id)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*