Pembukaan Sidang Sinode GMIT XXXIV: Jauhi Kepentingan Pribadi

Suasana kebaktian pembukaan Persidangan Sinode GMIT XXXIV

KUPANG,PGI.OR.ID-Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) menggelar Sidang Sinode ke-34, Selasa, (15/10), di Jemaat GMIT Paulus Kupang. Pdt. Emr. Dr. Thobias A. Messakh, yang memimpin khotbah pada ibadah pembukaan mengajak semua warga gereja agar menjauhkan diri dari segala bentuk kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.

Ajakan itu didasarkan pada pembacaan Alkitab Mazmur 104 yang juga menjadi tema Persidangan Sinode yakni, “Roh Kudus Menciptakan dan Membaharui Segenap Ciptaan,”. Mazmur ini kata Pdt. Thobi, berisi penghayatan dan pengakuan Pemazmur bahwa Tuhanlah yang mencipta dan memelihara alam semesta.

Pdt. Emr. Dr. Thobias Messakh memimpin kebaktian pembukaan

Jika demikian pengakuan Pemazmur, apakah setiap orang yang memandang alam semesta juga berpandangan sama? “Belum tentu. Tergantung motivasi,” ungkap mantan Ketua Majelis Sinode GMIT periode 1979-1991 dan 1999-2003 ini. Menurutnya, jika seseorang memandang alam semesta dengan diliputi roh kepentingan diri sendiri, perjalanan hidup dan imannya tidak akan tiba pada penghayatan dan pengakuan yang sama, melainkan ia hanya tiba pada pada dirinya sendiri. Karena itu Mazmur ini mengajak umat untuk memandang alam semesta jauh melampaui indra biologis.

Refleksi teologis lain dari bacaan Mazmur ini adalah tindakan Tuhan Allah yang mencipta sekaligus memelihara alam semesta. Menurut Pdt. Thobi, tindakan Tuhan Allah ini perlu ditiru gereja dan pemerintah oleh sebab, kadang-kadang orang hanya pandai membangun tapi tidak pandai memelihara. “Kita di NTT pandai sekali membangun tapi memeliharanya kurang. Kalau saya lihat di daerah-daerah lain yang saya pernah kunjungi, mereka hebat memelihara. Jadi membangun dan memelihara itu adalah satu; Untuk Tuhan. Generasi yang satu harus memelihara dan memikirkan keberlanjutan alam bagi generasi berikutnya.”

Penyerahan buku “GMIT Hadir di Panggung Kehidupan”

Pada bagian penutup khotbah, Pdt. Thobi kembali menegaskan pentingnya menghidupi spirit persekutuan dalam gereja dan menjauhi egosentrisme. “Saudara-saudaraku, kenapa saya tekankan persekutuan? Menurut Reinhold Niebur, kalau egoisme itu hanya perorangan tidak soal, karena masih bisa diatur. Tetapi kalau egoisme itu kelompok, ia menjadi brutal. Oleh karena itu kita atur diri masing-masing, tetapi kita juga atur persekutuan di mana kita ada,” pesan Pdt. Thobias.

Menegaskan pesan pemberitaan Firman Tuhan tersebut, Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon melalui suara gembala menghimbau peserta sidang agar menjauhkan diri dari sentimen primodial, almamater dan seniorisme. Persidangan sinode kata Pdt. Mery adalah moment memeragakan hal bersinode atau jalan bersama-sama menata diri dan menata tugas/misi gereja.

“Kita akan memeragakan hal bersinode kita. Wakil-wakil dari klasis akan mewujudkan jalan bersama untuk memusyawarahkan pelayanan demi penataan diri dan penataan tugas atau misi gereja. Dalam persidangan ini, dunia sedang melihat apakah kita berhasil menjadi saksi dan kawan-kawan sekerja Allah. Apakah kita mampu menjadi murid Kristus? Mari kita bekerja bersama-sama, jalan bersama-sama agar dunia belajar dari gereja dan menjadi percaya pada Allah yang kita sembah,” ujar Pdt. Mery.

Tak lupa Ketua MS GMIT menyampaikan terima kasih yang tulus kepada pemerintah provinsi, kabupaten/kota, pimpinan lintas agama, Forkompimda, panitia persidangan, jemaat dan klasis, maupun individu yang telah mendukung penyelenggaraan persidangan ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh mitra GMIT di dalam dan luar negeri yang hadir maupun yang dengan sukacita menyambut Persidangan Sinode GMIT dengan mengirim pesan elektronik, antara lain: Sinode Igreja Protestante iha Timor Lorosae (IPTL), Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS), Sinode Northern Teritory dan Uniting World-UCA di Australia, PKN dan Kerk In Actie di Belanda, Global Ministries di Amerika Serikat, Gereja Irlandia, Seed Company, dan lain-lain.

Pada kesempatan yang sama Ketua Gereja Protestan di Indonesia (GPI) Pdt. Dr. Liesje Sumampouw dan Ketua umum PGI, Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang masing-masing dalam sambutannya berharap Persidangan Sinode GMIT memberi perhatian pada isu buruh migran, perdagangan orang polarisasi SARA, literasi digital, hoax, hedonisme dan kerusakan alam.

Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang, Ketua umum PGI

Isu lain yang tidak kalah penting adalah stunting dan pendidikan. Hal ini disampaikan oleh Gubernur NTT Viktor Laiskodat saat menyampaikan sambutannya. Khusus pendidikan GMIT ia mengatakan; “Tantangan utama kita adalah pendidikan … dulu sekolah-sekolah Yupenkris hebat semua. Tapi sekarang hilang semua. Kalau pendidikannya hilang tapi gerejanya berdiri maka itu pengkhianatan. Ingat baik-baik itu, mau marah silahkan. Karena perintah-Nya satu: Pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Pesan dan karakter Yesus ini harus didesain dalam sebuah sistem pendidikan. Saya ingin GMIT membangun desain karakter ini.”

Usai kebaktian pembukaan, panitia persidangan meluncurkan buku “GMIT Hadir dalam Panggung Kehidupan”. Buku berisi 596 halaman ini berisi rekonstruksi pelayanan GMIT dalam berbagai aspek selama periode 2015-2019.

Persidangan direncanakan berlangsung selama 8 hari terhitung tanggal 15 – 22 Oktober 2019 dengan agenda utamanya: melakukan evaluasi program pelayanan periode 2015-2019, menetapkan program pelayanan periode 2020-2023, membuat keputusan-keputusan penting terkait penataan dan misi gereja serta memilih pemimpin GMIT di lingkup sinodal. Dalam laporan panitia yang dibacakan Ketua Umum, Prof. Fred Benu, persidangan ini menghabiskan biaya lebih dari 2 Milyar Rupiah.

Selama persidangan ini panitia juga menggelar GMIT Expo yang berisi pameran aneka produk jemaat-jemaat GMIT. (sinodegmit.or.id)