Pembukaan Pertemuan Pemuda Remaja Indonesia

Pembukaan Pertemuan Pemuda Remaja Indonesia secara hybrid, di Grha Oikoumene, Jakarta, Selasa (2/8/2022).

JAKARTA,PGI.OR.ID-Menyambut Ecumenical Youth Gathering (EYG) WCC 11th Assembly 2022, Biro Pemuda dan Remaja (BPR) PGI melaksanakan kegiatan Pertemuan Pemuda Remaja Indonesia, yang akan berlangsung pada 2-3 Agustus 2022, dengan mengusung tema Kasih Allah Memperdamaikan dan Memulihkan Orang Muda di Gereja dan Masyarakat.

Selain bentuk partisipasi terhadap arak-arakan serta perayaan oikumenisme global di tingkat nasional, pertemuan ini juga bertujuan untuk memperkenalkan gerakan oikoumene tingkat global, dan isu-isu yang menjadi perhatian orang muda di Indonesia.

Sekretaris Umum PGI Pdt. Jacklevyn F. Manuputty dalam sambutannya saat membuka pertemuan yang dilaksanakan secara hybrid, pada Selasa (2/8/2022), menegaskan, partisipasi orang muda sangat besar dalam gerakan oikoumene, baik regional maupun global, dan pertemuan ini memperkuat jejaring gerakan oikoumene orang muda di Indonesia. Sebab itu perlu mendapat dukungan. Dan, sebagai konsolidasi suara orang muda, pertemuan ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.

“Terutama isu-isu gereja yang hanya bisa diadaptasi secara cepat oleh anak-anak muda, seperti transformasi digital. Ini merupakan kekuatan baru bagi gereja-gereja di Indonesia dalam menghadapi beragam persoalan ke depannya, melalui orang muda,” tandasnya.  

Mengakhiri sambutan, Pdt. Jacky menyampaikan bahwa PGI mendukung penuh, dan selalu mendorong gereja-gereja untuk mengembangkan anak-anak mudanya.

Pertemuan Pemuda Remaja Indonesia diikuti sekitar 100 orang muda dari berbagai gereja. Di hari pertama, mereka mendiskusikan paparan tematik yang disampaikan narasumber Pdt. Kristi, Anggota Central Committee WCC. Menurutnya, kasih merupakan kekuatan dan nilai yang tidak akan berubah. Selalu relevan dalam setiap kondisi, termasuk ditengah pandemi Covid-19 ini. “Di negara yang majemuk seperti Indonesia, jika tidak ada kasih Kristus, kita tidak bisa menyatu seperti sekarang ini. Kasih justru sangat dibutuhkan setiap saat, termasuk untuk memulihkan relasi kita,” katanya.

Lebih jauh dijelaskan, Yesus menjadi teladan sebagai orang muda dari Nazaret, yang diusia muda telah memulai pelayanan. Yesus adalah contoh orang muda yang berakar kuat pada ajaran agamanya. Namun, Dia juga kreatif karena bisa mengajarkan ajaran agamanya dengan cara yang berbeda dari kebanyakan ahli-ahli agama di zamannya.

Sebab itu, pendeta GKJ Gondokusuman, Yogyakarta ini mengajak orang muda di Indonesia untuk tidak melihat usia menjadi penghalang untuk menjadi bijaksana dan berpengaruh, berakar pada iman dan nilai-nilai Indonesia, kreatif, serta menyatu ditengah keberagaman.

Pada kesempatan itu, dia juga menyinggung pentingnya peran orang muda dalam pembentukan WCC.  “Dimulai dari gerakan para awam dan mahasiswa pada abad ke-19. Gerakan ini justru tidak dimulai dengan para pendeta atau teolog. Para anak muda ini bergerak berdasarkan gerakan Young Men’s Christian Association pada 1844, Young Women’s Chrstian Association pada 1855, dan World Student Christian Federation pada 1895. Bergerak bersama tanpa menghilangkan perbedaan yang ada di dalamnya. Hal ini lah yang menunjukkan bahwa peran anak muda sangat penting sebagai pembentuk WCC,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Programme Executive WCC Youth Engagement, Joy Eva Bohol. Menurutnya, anak muda di gerakan ekumenis ingin menyebarkan kasih Kristus untuk membuat masyarakat lebih waspada terhadap streotip, diskriminasi, kekerasan, dan distorsi di tengah masyarakat. Di sisi lain, gereja seringkali tidak mendengarkan suara anak-anak muda ini di gereja.

“Hal ini membuat EYG berusaha mempertemukan 500 orang muda untuk mengakomodir suara mereka yang selama ini tidak didengarkan oleh gereja. Seharusnya gereja berusaha menghadirkan anak muda. Di sisi lain, anak muda juga harus berusaha berinteraksi dengan gerejanya. Gereja dan anak muda juga harus aktif untuk merangkul kelompok-kelompok marginal,” jelasnya.

EYG, lanjut Joy Eva, juga berusaha merekonsiliasi hubungan anak muda dengan dirinya, orang lain, dan gereja. Salah satunya mengenai isu kesehatan mental yang selama ini dipandang sebelah mata oleh gereja. Selama ini dianggap mereka yang memiliki masalah kesehatan mental, karena kurang beriman. Termasuk isu LGBTQIA dan identitas, termasuk isu keberagaman.

Hari kedua kegiatan Pertemuan Pemuda Remaja Indonesia, akan dilaksanakan pada Rabu (3/8/2022), direncanakan akan dilaksanakan melalui platform zoom, dimana para peserta akan dibagi ke dalam beberapa kelompok, untuk mendiskusikan sejumlah isu seperti Identitas Diri dan Kesehatan Mental, Relasi Ekumenis dan Lintas Iman, Pemuda, Gereja, dan Era Digital, Merawat Oikos, Peran Pemuda Dalam Perjuangan Kesetaraan Gender, serta Potensi Perpecahan di Dalam Tubuh Organisasi.

 

Pewarta: Markus Saragih