CIPAYUNG,PGI.OR.ID-Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang membuka secara resmi kegiatan Pendidikan Oikoumene Keindonesiaan (POK) Angkatan III-Tahap II di Pondok Remaja, Cipayung-Bogor, Rabu (23/10). Kegiatan itu sendiri akan berlangsung sejak 23 Oktober- 3 November 2018.
Pembukaan POK Angkatan III-Tahap II diawali dengan ibadah pembukaan oleh Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom. Dalam khotbahnya yang mengacu pada 2 Korintus 6:11-13, berfokus kepada keharusan untuk membuka hati selebar-lebarnya sebagai wujud menciptakan ruang bagi orang lain. Termasuk segala makhluk.
Dalam sambutan pembukaan sekaligus pemaparan orientasi acara, Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Heinriette Hutabarat-Lebang menegaskan, bahwa POK Tahap II akan menggumuli bagaimana gereja-gereja di Indonesia secara bersama-sama mewujudkan rumah bersama yang oikoumenis, inklusif dan berwawasan kebangsaan. Dan bagaimana gereja-gereja di Indonesia bersama-sama dengan semua anak bangsa membangun rumah bersama yang namanya Indonesia, sebuah masyarakat majemuk, yang berkeadaban, adil, makmur dan sejahtera.
“Semoga hal ini yang menjadi mimpi kita bersama. Pertanyaan bagi kita yang sekaligus menjadi fokus POK Tahap II ini adalah bagaimana gereja ikut aktif mewujudnyatakannya? Dalam kaitan ini perlu kita catat ancaman disintegrasi sosial yang sedang melanda bangsa kita. Sebagai bangsa kita menghadapi pergumulan berat yang mengancam keutuhan dan persatuan masyarakat Indonesia yang majemuk. Makin terasa dan terlihat betapa semakin sulit kita menerima dan menghargai mereka yang berbeda dengan kita,” jelasnya.
Menurut Ketua Umum PGI, prinsip gotong royong yang berakar kuat dalam masyarakat-masyarakat tradisional di Indonesia, serta motto bangsa, Bhineka Tunggal Ika, makin tergerus oleh arus persaingan tidak sehat yang mengglobal, yang menekankan pencapaian keuntungan pribadi dan kelompok, tanpa peduli bahkan tega mengorbankan orang lain. Di samping itu, ada kelompok-kelompok yang memaksakan pendapat dan kehendaknya dengan menghalalkan penggunaan kekerasan, acap dengan label agama. Sikap dan praktik intoleransi yang semakin menguat serta maraknya politisasi agama, tidak hanya mengganggu kenyamanan dan semangat persaudaraan yang ada dalam masyarakat, tetapi juga menciderai hubungan antara penganut agama yang berbeda, serta dapat menggoyahkan keempat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 45, motto bangsa – Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Lebih jauh dijelaskan Pdt Ery, panggilan akrabnya, tantangan bagi kemajemukan tidak hanya terjadi di tengah masyarakat. Hal ini terjadi juga dalam gereja, bahkan dalam keluarga. Kita prihatin atas konflik bahkan ancaman perpecahan yang terjadi dalam tubuh beberapa gereja anggota PGI.
“Kita mencatat pergumulan ekklesiologis gereja-gereja tentang siapa dirinya di tengah perubahan yang begitu cepat dan mobilisasi penduduk yang semakin meningkat. Bagaimana mengungkapkan kesatuan tubuh Kristus di mana setiap anggota merasa-at home-walaupun jauh dari-rumah tradisionalnya? Bagaimana gereja-gereja secara bersama menyikapi secara kreatif dan bersinergi berbagai bentuk perubahan sosial dalam semangat kerjasama oikoumenis? Pergumulan ini mungkin akan membawa kita untuk merenungkan ulang kesepakatan-kesepakatan oikoumenis yang kita rumuskan pada masa lampau. Yang jelas, panggilan menjadi agen perdamaian dunia, menantang kita sebagai gereja untuk berupaya berdamai dengan diri kita sendiri dan dengan sesama kita, dalam sebuah persekutuan iman, yang sama-sama mengakui bahwa karya Kristus di kayu salib telah meruntuhkan tembok pemisah dan mengatasi perseteruan di antara manusia. (Ef. 2:11-22),” paparnya.
Dia berharap, melalui POK Tahap II ini para peserta semakin memperdalam pengetahuan dan memperluas wawasannya mengenai gerakan oikoumene berwawasan kebangsaan, sehingga mereka semakin bertumbuh menjadi pemimpin gereja yang oikoumenis, berakar dalam konteksnya serta paham akan dinamika kebangsaan, bertekad untuk menjadi pemimpin yang berdedikasi, yang inklusif, serta memiliki integritas.
POK Angkatan III-Tahap II diikuti 23 orang peserta dari Gereja HKI, GMIH, GKITP, GKI, GKPI Tarakan, GTM, GPIG, GKMI, GKPA, KGPM, GMIBM, GKSS, GKRI, dan GKO. Sedangkan fasilitator dan nara sumber yaitu Pdt. Gomar Gultom, Pdt. Dr. Julianus Mojau, Pdt. Mulyadi, D.Min, Pdt. Dr. Zakaria J. Ngelow, Pdt. Dr. Henriette Hutabarat Lebang, Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty, M.SC, Hj. Sinta Nuriyah Wahid, Pdt. Timotius Adhi Dharma, M.Si, dan Pdt. Dr. Lazarus Purwanto. (Julianus Mojau).
Be the first to comment