SALATIGA,PGI.OR.ID-“Nama Lebrien Tamaela digunakan karena dengan panggilan akrabnya, Dee, ia sering dikira lelaki, ” ungkap Pdt Ester Mariani Rihi Ga, salah seorang panitia acara Reuni Senior GMKI dan Peluncuran Kusala Lebrien Agustine Tamaela dan Marie Claire Barth yang digelar di Balairung Umum UKSW Salatiga, pada 3-4 Agustus 2018. “Gagasan pemberian kusala berasal dari senior-senior GMKI yang peduli pada pengkaderan perempuan pelopor dan pemimpin di lingkungan gereja-gereja, perguruan tinggi dan masyarakat.”
Nama Lebrien Agustine Tamela dan Marie Claire Barth dipilih karena kedua perempuan ini dikenal sebagai pemimpin yang mampu menunjukkan kepemimpinannya di masa sulit tanpa kehilangan integritas dan sikap misioner. Mereka tak hanya bergiat di GMKI melainkan juga organisasi filantrofis yang memberikan beasiswa kepada orang orang muda di tanah air yang mengalami kesulitan keuangan dalam proses studi. Lebrien Tamaela atau Dee, adalah Ketua Umum kedua GMKI (1952-1953).
Pendidikan kedokteran dijalaninya mula-mula di Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia (1946-1949). Saat inilah terjadi merger dengan Fakultas Kedokteran Univetsitas Indonesia (UI) sehingga Dee tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran UI (1950-1956). Selagi mahasiswa Dee dan kawan-kawan sering berkumpul dan berdiskusi di sebuah rumah di Prapatan 10 membahas tentang nasionalisme.
Sebagai aktivis Dee bersama Abineno berkesempatan mengikuti Kongres Pemuda Kristen ke 2 Sedunia di Oslo Nowergia. Pada 9 Februari 1950 setelah proses panjang penyatuan Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI) dan Christeijke Studenten Vereeniging (CSV), lahirlah Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia. Dalam Kongres ke 2 GMKI di Surabaya (1953), Dee terpilih sebagai Ketua Umum. Inilah pertama kalinya seorang perempuan memimpin Pengurus Pusat GMKI. Dee menjabat Ketua Umum selama setahun.
Karena kesibukannya sebagai mahasiswa, jabatan Ketua Umum diserahkan kepada HE Siregar. Tahun 1956 Dee meraih gelar dokter dan setahun kemudian ia ditugaskan di Rumah Sakit Umum Kudamati Ambon. Saat bertugas di Ambon, Dee mengumpulkan kawan kawan aktivis untuk mendirikan GMKI Cabang Ambon. Menandai berdirinya GMKI cabang Ambon, mereka memilih pengurus pertama pada 5 Oktober 1957.
Dee menjabat Kepala RSU Ambon selama setahun dan setelahnya ia ditarik kembali ke Jakarta (1960) dan ditempatkan sebagai asisten ahli pada bagian anak Fakultas Kedoktetan UI dan RSCM. Tiga tahun kemudian ia mengambil gelar pasca sarjana di Universitas Kinderklinik Munchen Jerman (1963). Tahun 1966, Dee berhasil menyelesaikan studinya dan ditempatkan di bagian radiologi anak FK UI. Tahun 1967, ia menjabat Kepala Sub Bagian Radiologi FK UI. Selama tahun 1971-1974, Dee menjabat Ketua Ikatan Dokter Anak Jakarta.
Sedangkan Marie Claire Barth adalah perempuan aktivis dan teolog yang banyak membantu pengkaderan pemuda Kristen sebagai pemimpin. Marie Barth menyebarluaskan gagasan oikoumene dan pengkaderan pendeta-pendeta yang mempersiapkan Penelaahan Alkitab. Mereka inilah Mereka inilah yang disebut sebagai pendeta mahasiswa.
Pada Kongres IX GMKI di Pematang Siantar (1963), untuk pertama kalinya direkonendasikan perlunya pengadaan pendeta mahasiswa di perguruan tinggi. Pada 1956-1961, Marie Barth dan Fridolin Ukur menyelenggarakan serangkaian Pelatihan Kepemimpinan di cabang cabang GMKI. Inilah yang menjadi cikal bakal pendidikan pengkaderan di GMKI. Marie Claire menikah Denham Christoph Barth, anak dari teolog Karl Barth.
Teladan Dee Tamaela dan Marie Barth sebagai pemimpin pelopor dan cendekiawan diabadikan menjadi nama kusala GMKI. Tujuan pemberian Kusala Lebrien Tamaela dan Marie Barth adalah mendorong perempuan sebagai kader-kader yang menjadi agen-agen perubahan di lingkungan gereja, perguruan tinggi dan masyarakat. Kusala diberikan kepada perempuan-perempuan sebagai agen-agen perubahan di tiga medan layan: gereja, perguruan tinggi dan masyarakat.
Reuni Perempuan Senior GMKI dan Peluncuran Kusala Lebrien Tamaela dan Marie Barth juga diperkaya dengan diskusi seputar perempuan di medan pelayanan dengan topik Perempuan dan Politik oleh Pdt Jemima Krey dan Rainy MP Hutabarat, dan topik Pemberdayaan Perempuan oleh Dr. Dyah Hapsari Prananingrum dan Pdt Ester Mariani Rihi Ga.
Peluncuran Kusala Lebrien Tamaela dan Marie Barth dibuka oleh Dr Yohana Yambise, Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak.Dr Yohana Yambise mengatakan bahwa komitmen untuk pemberdayaan perempuan sudah dinyatakan dalam Sidang Umum PBB bulan September 2015.
“Kementerian KPPA berharap agar GMKI sebagai bagian dat I kaum intelektual bangsa dapat memberikan dukungan untuk pencapaian kesetaraan gender dan perlindungan serta pemenuhan hak hak anak. Karena dengan menghargai perempuan dan memberikan perlindungan serta pemenuhan hai hak anak sama artinya berinvestasi bagi masa depan bangsa,” kata Menteri Yohana. (RH)
Be the first to comment