Pelantikan Pimpinan Sinode GPP Masa Bakti 2015-2020

Para Pendeta menumpangkan tangan memberkati jemaat

MEDAN,PGI.OR.ID-Bertempat di Jemaat Gereja Protestan Persekutuan (GPP) Jalan Pelajar, Medan, Sumatera Utara, Minggu (1/11) diadakan pelantikan Pimpinan Sinode Gereja Protestan Persekutuan (GPP) Masa Bakti 2015-2020.

Adapun Pimpinan dan Majelis Pusat GPP Masa Bakti 2015-2020 yaitu Pdt. Erwin Tambunan, M.Th (Bishop GPP), Pdt. Drs. J. Baringbing, M.Th (Sekjen GPP), dan St. S. M. Sianturi (Bendahara Pusat). Sedangkan Anggota Mejelis Pusat GPP Pdt. Brani Jaya Hutauruk, S.Th, Pdt. Makmur Simaremare, S.Th, MM, St. A. B. P. Purba, St. S. M. Siahaan, St. R. M. Silalahi, Ir. Parna Nadeak, Pdt. Sadaria Parhusip, S.Th, Rikson Sibuea, ST, Renold SP. Panjaitan, Drs. Sanggam Hutagalung, MM, St. Ir. P. H. Doloksaribu, Bongis Sianturi, BA, dan Ir. Henry Lumban Gaol.

Bishop Erwin tambunan dan Sekjen J. Barimbing seusai pelantikan
Bishop Erwin tambunan dan Sekjen J. Barimbing seusai pelantikan

Dalam sambutannya, Pendeta Gomar Gultom Sekretaris Umum PGI, mengucapkan selamat atas berlangsungnya Sidang Sinode GPP, serta kepada Pimpinan Sinode GPP yang baru. Menurutnya,
persidangan sinode selalu menyiratkan masih adanya kesehatian untuk berjalan bersama sebagai arak-arakan kawanan domba Allah, di tengah kecenderungan manusia yang ingin jalan sendiri-sendiri.

Gomar juga mengapresiasi pilihan tema Sidang Sinode GPP yaitu “Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia.” Pemilihan tema ini menjadi sangat penting saat ini ketika muncul kecenderungan kita begitu mudah diombang-ambingkan oleh perkembangan jaman ini.

“Misalnya, tidak ada yang bisa menyangkal, bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Bahkan dasar negara kita menyebutkan Ketuhanan yang Maha Esa. Kita menyaksikan kebangkitan agama-agama di Indonesia. Gereja, mesjid, kelenteng dan vihara penuh. Ada ibadah yang mengharu-birukan. Tetapi pada saat yang sama, kebencian, konflik dan kekerasan berlangsung, dan korupsi merajalela. Orang saleh pada hari Minggu, tapi salah pada Senin-Sabtu. Apa yang salah?” tegasnya.

Dalam keadaan yang seperti ini, lanjut Gomar, jangan-jangan gereja kita tidak lagi berakar dan dibangun di atas Dia. Jangan-jangan gereja kita telah memusat pada dirinya sendiri, dengan rangkaian ritus, ibadah dan perayaan untuk memuaskan dahaganya sendiri. “Dalam kerangka inilah saya memahami ajakan tema Sidang Sinode kita untuk berakar dan dibangun di atas Dia, yang adalah kepala Gereja. Dan di atas bangunan seperti itulah kita diajak untuk menjalankan tugas panggilan kita di tengah realitas sosial kita,” jelasnya.

Pimpinan baru GPP bersama bersama para tamu
Pimpinan baru GPP bersama bersama para tamu

Pada kesempatan itu Gomar juga menjelaskan, Gereja-gereja di Indonesia melalui Sidang Raya PGI 2014 yang berlangsung di Nias mencatat empat masalah yang menjadi realitas sosial yang mengitari kehidupan gereja dewasa ini, yakni kemiskinan, ketidakadilan, meningkatnya radikalisme dan kerusakan lingkungan. Terkait meningkatnya radikalisme, peristiwa Aceh Singkil yang masih segar di benak kita adalah rentetan radikalisme, dan masih banyak peristiwa sejenis di berbagai belahan Indonesia.

“Saat ini jemaat HKBP di Jambi juga sedang mengalami masalah, di samping GKI Yasmin dan lainnya. Tapi saya mau mengajak saudara untuk jangan cepat-cepat mengarahkan telunjuk hanya kepada saudara kita dari Muslim. Hal yang sama juga ada di sekitar gereja kita. Hanya berjarak kurang dari 1 KM dari tempat kita ini, Selama 6 tahun Rumah Parsaktian Parmalim tak dapat berdiri hanya karena surat keberatan dari dua pendeta yang hingga hari ini belum dicabut,” ujar Gomar.

Terkait kerusakan lingkungan yang sangat parah akibat ulah manusia, asap yang begitu menyiksa masyarakat di Sumatera dan Kalimantan, lanjutnya, walau kini sedikit mereda nampaknya belum akan berhenti. Menurut ramalan USA, elnino akan sampai April mendatang dan masih akan ada susulan elnino jilid dua. Sementara menurut BMG, hujan di Indonesia hanya akan ada Desember sampai April. Sesudahnya akan elnino panjang lagi.

Proses alamiah ini akan berhadapan dengan pembakaran hutan yang diduga masih akan marak. Asap yang sekarang adalah akibat dari Konversi 2,5 juta Ha hutan alamiah menjadi hutan industri, dari 7 ha hutan yang sudah diberi konsesi oleh SBY di akhir pemerintahannya. Artinya, masih akan ada kemungkinan pembakaran 4,5 juta ha lagi tahun depan, di saat kemarau panjang.

“Sidang Raya juga mencatat bahwa akar dari semua ini adalah kerakusan. Globalisasi kerakusan telah begitu rupa menguasai kita sehingga selalu berjuang “untukku dan untukku” yang tak berakhir, dan tak pernah sedia mengatakan “cukup!”, sebagaimana digambarkan dalam Amsal 30:15. Dalam rangka itulah Sidang Raya PGI 2014 mengamanatkan perlunya gereja-gereja mengembangkan Spiritualitas Keugaharian, sebagai kontras terhadap Globalisasi Keserakahan tersebut,” jelasnya.

Spiritualitas Keugaharian berangkat dari refleksi atas prakarsa Allah yang mengosongkan diriNya, demi menyapa umat manusia. Itu pula yang Yesus ajarkan: “berilah kami makanan yang secukupnya!”. Spiritualitas Keugaharian juga mengandung dua aspek penting lainnya: kesediaan berbagi agar orang lain juga menikmati kecukupan dan kesediaan untuk berjuang bersama menentangi segala sistem, struktur dan kebijakan yang membuat orang banyak tidak dapat memenuhi kecukupannya.

“Dalam terang inilah gereja-gereja di Indonesia, menaruh harapan besar bagi keberadaan GPP dibawah pimpinan Bishop Tambunan untuk mendaratkan keugaharian itu di tengah umat. Pimpinan GPP periode sebelumnya telah menunjukkan kepeloporan dan partisipasi aktifnya dalam gerakan oikoumene, baik pada aras wilayah maupun nasional, bahkan juga dalam dialog interfaith: FKUB. Tentu kita berharap dan berdoa, dibawah pimpinan Bishop Tambunan akan lebih bersinar lagi,” tandas Gomar.

Sambutan juga disampaikan Effendy Panjaitan, Ketua Komisi E DPRD Sumut, yang antara lain berkata: “Saya sebetulnya malu mengatakan ini, tapi pemerintahan kita di Sumut sekarang ini berjalan auto pilot. Kita sedang krisis orientasi. Dan di tengah krisis orientasi ini, jumlah umat Kristen yang cukup signifikan di DPRD ternyata tidak mampu memberikan arah yang lebih berarti, karena perannya yang sangat kecil”.

Untuk itulah, Panjaitan mengharap, “gereja tidak hanya memperkuat organisasi, tapi memperkuat spiritualitas, sebagaimana tadi dijelaskan Pdt Gomar. Gerja harus Mengembangkan dialog dan membuka pencerahan sehingga agama bukan sesuatu yang abstrak tapi sebuah yang konkrit.”

Sementara itu, Fredlin Nainggolan, Staf Khusus Bidang Hukum dan Pemerintahan berharap GPP dapat berjalan sesuai keputusan Sidang Sinode, sehingga dilihat sebagai teladan dan mumpuni oleh umat. “GPP sudah cukup pesat perkembangannya dan memiliki jaringan luas, bukan hanya dalam negri tapi juga luar negeri. Kepeloporan dalam pembinaan umat dan masyarakat ikut punya andil mengambil peran dalam pembangunan sumut,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Nainggolan menuturkan bahwa toleransi dan kerukunan yang harmonis di Sumut dimana dinamika sehari-hari merupakan potret nyata masyarakat Indonesia, sebagai miniatur keragaman agama, suku, kultur dan adat istiadat. Sumut adalah potret mini indonesia. Kondisi ini membutuhkan pengembangan kebersamaan. Kemajemukan dan perbedaan tidak menjadi potensi benturan tetapi kita pelihara dan jaga bersama.

 

Editor: Jeirry Sumampow