
KUPANG,PGI.OR.ID-Ketua Sinode GMIT, Pendeta Dr. Merry Kolimon meminta agar para pendeta jangan cuma sibuk kumpulkan uang dari jemaat untuk bangun gedung gereja yang megah tetapi lupa mengurus masalah sosial, ekonomi dan SDM jemaat.
“NTT masuk ranking ketiga di Indonesia sebagai daerah termiskin. Kekeringan, gagal panen, rawan pangan, minimnya lapangan kerja, masalah TKI/TKW yang jadi korban perdagangan orang, dan sebagainya. Herannya di saat yang sama, para pendeta dan jemaat sibuk bangun gedung gereja yang megah dengan dana miliaran rupiah. Ini sangat ironis,” kritik Pendeta Kolimon dalam menyampaikan refleksi persidangan dan pesan-pesan saat membuka Sidang Majelis Klasis Kupang Tengah di Gereja Ebenhaezer Tarus Timur, Rabu (1/3).
Memasuki tahun 2017, sebagai ulang tahun GMIT yang ke-70 dan ulang tahun ke-500 gereja reformasi dengan semangat pembaharuan dan perubahan serta pertobatan, kata Pendeta Kolimon, harus diubah cara pandang membangun gereja dan jemaat.
“Tahun 2007 moratorium membangun gereja. Tidak boleh ada bangun gereja yang megah-megah. Uang miliaran rupiah itu sebaiknya dipakai untuk membangun sumber daya jemaat dan sebagainya,” kata Pendeta Kolimon.
Ia berceritera saat mendapat beasiswa untuk studi di Belanda, di sana ditemukan fakta para pendeta sibuk membangun gereja yang megah sekali dengan dana ratusan miliar bahkan triliun. Namun ternyata tidak ada jemaat yang masuk gereja. Kosong saja gedung mewah itu.
“Akibatnya gereja diubah jadi tempat pameran seni lukis, jadi perpustakaan bahkan diubah jadi mesjid. Sebab tidak ada jemaat yang rajin ke gereja. Saya tidak mau hal ini terjadi di sini,” katanya mengingatkan.
Dalam rangka merayakan 70 tahun HUT GMIT pada bulan Oktober 2017 sebagai tahun pemulihan dan 500 tahun HUT Reformasi sebagai tahun pembaharuan, Pendeta Kolimon meminta agar tidak dirayakan secara seremonial belaka.
“Tapi apa yang kita harus buat? Apa yang harus kita rubah dan kita pulihkan? Apa yang harus kita buat bagi sesama dan diri kita sendiri. Tentu Itu harus dimulai dari merubah diri sendiri,” katanya mengingatkan.
Ia juga meminta agar program kerja GMIT yakni Tanam Air dan Hutan Gereja supaya mulai digalakkan jemaat dan pendeta di gereja masing-masing.
“Gali lubang untuk jebak air. Dan gali lubang untuk tanam pohon yang bermanfaat. Harus ada hutan gereja. Dan itu searah dengan program Taman Eden yang digalakkan Pemkab Kupang. Nanti saya akan periksa dan minta pertanggungjawaban, tunjukkan di mana hutan gereja yang telah dibuat?,” pinta Kolimon.
Sementara itu Ketua Majelis Klasis Kupang Tengah, Pendeta Gayus D. Pollin, menjelaskan sidang majelis klasis bertujuan untuk menetapkan program pelayanan kebersamaan jemaat-jemaat tahunan dan rencana anggaran pendapatan dan belanja klasis (RAPBK).
Berikutnya, menindaklanjuti hasil evaluasi dan rekomendasi persidangan klasis; merumuskan kelanjutan program pelayanan kebersamaan majelis klasis tahun berikut dan konsolidasi pengurus majelis klasis seperti pengangkatan anggota baru dan pemberhentian anggota majelis klasis.
Sidang Majelis Klasis Kupang Tengah Tahun 2017 berlangsung dari tanggal 1 – 3 Maret 2017 di Gereja Ebenhaezer Tarus Timur. Sidang ini mengusung tema: Yesus Kristus adalah Tuhan (Filipi 2:11). Dan sub tema: Berdasarkan karya Kristus yang memperbaharui, kita berkarya untuk perubahan dan pembaharuan diri, gerja dan masyarakat. (Pos Kupang.com)