JAKARTA,PGI.OR.ID-Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), percaya dan meyakini dengan sungguh bahwa umat manusia, termasuk anak-anak, mewarisi martabat dan kehormatan sejak penciptaan manusia yang segambar dengan Allah. Kita percaya bahwa setiap individu sama berharganya di mata Allah dan harga diri serta kehormatan yang dimiliki setiap orang harus dilindungi dan dipelihara. Setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik dan adil, dan diberikan kebebasan untuk mengembangkan potensi diri secara penuh.
Wakil Sekretaris Umum PGI Pdt. Krise Anki Rotti-Gosal menyampaikan hal tersebut di hari kedua kegiatan Konas Pelayanan Anak ke 5 di Grha Oikoumene, Jakarta, Kamis (23/2).
Secara khusus, lanjutnya, PGI mengakui dan mengukuhkan bahwa anak-anak mempunyai hak-hak khusus karena kebutuhan mereka yang khusus dan unik. PGI menyadari adanya tanggung jawab untuk menjunjung hak-hak anak, terutama hak perlindungan yang tidak dapat diabaikan.
“Dengan pemahaman teologis dan refleksi spiritual yang mendalam, PGI memahami bahwa panggilan kita bersama adalah untuk membangun lingkungan yang aman didalam keluarga, gereja, dan masyarakat, di mana pria, wanita, anak-anak dan orang dewasa, termasuk orang-orang sakit dan menderita, memperoleh kasih sayang, kepedulian, penyembuhan yang utuh,” jelas Pdt. Krise.
Disampaikan pula, Sidang Majelis Pekerja lengkap PGI di Merauke (2014) mengeluarkan Kebijakan PGI Untuk Perlindungan Anak. Dalam kebijakan tersebut ditegaskan, PGI berkomitmen pada tujuan untuk melindungi anak-anak, sekaligus mendorong dan terus mendesak gereja-gereja anggotanya sampai di tingkat jemaat di seluruh Indonesia untuk menggalakkan keamanan dan kesejahteraan bagi anak dan mengabdikan diri untuk, pertama, menjaga, melindungi, menghormati, dan menghargai semua anak tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau kebangsaan.
Kedua, secara aktif ikut serta dalam merawat, mengasuh, dan melayani secara pastoral semua anak-anak. Ketiga, menciptakan lingkungan yang aman di mana semua anak-anak diperhatikan, dirawat, dan dijaga secara berkelanjutan. Keempat, menyediakan lingkungan yang damai dan adil bagi anak-anak, untuk membangun relasi dan secara penuh berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat tempat mereka tinggal, untuk berjumpa dengan Allah, untuk bertumbuh dalam iman dan pengetahuan.
Kelima, mencegah dan menentang semua pengaruh buruk, kekerasan, dan eksploitasi yang dialami anak. Keenam, menghargai privasi dan rahasia pribadi anak sehingga mereka tidak dieksploitasi, distigma, didiskriminasi atau diekspos oleh media. Ketujuh, membentuk jaringan, saling berbagi, dan mempelajari praktik-praktik terbaik dalam perawatan anak dari lembaga ekumenis lain, gereja, jemaat, dan lembaga negara.
Dihari kedua, Konas juga membahas sejumlah topik seperti, Kerentanan Anak Terhadap Kekerasan Seksual di Ruang Publik (Ahmad Sofian), Pendidikan Kesehatan Reproduksi (dr Alpinus Kamboji), Pengembangan Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (Pero Manik), Best Praktise Model Pelayanan Anak (Aiko Widhidana Sumichan, Relly Radjagukguk, Michele), Media dan Anak (Irma Riana Simanjuntak), dan Perdagangan Anak (Faye Simanjuntak).