PGI – Jakarta. Bicara soal gerakan oikoumene, Djoys berpendapat gerakan oikumene adalah gerakan pemersatu bagi gereja-gereja dengan berbagai latar belakang denominasi, tetapi juga gerakan oikumene adalah gerakan yang bergerak daribawah ke atas dan juga dari atas atas ke bawah.
Dalam pengertian ini semua harus menjangkau semua pihak, harus berdampak bagi semua gereja-gereja dan masyarakat. Janganlah kegiatan oikumene kita gaungnya hanya di kelas masyarakat atas, tetapi semua kalangan. Program-program yang dijalankan harus lebih banyak aksi bukan hanya kegiatan seremonial saja.
Gerakan oikumene tidak boleh tergerus oleh waktu dan zaman, tetapi dia tetap exis untuk menghadirkan Kerajaan Allah.
“Harapan saya juga kita semua harus bersatu baik dalam program-program bersama mengatasi masalah kemiskinan, lingkungan hidup, kemanusiaan, keadilan, radikalisme, dst. Bilamana kita tidak bersatu atau justru semakin terpecah-pecah, maka yang kita hadapi adalah kesulitan dan kesukaran,” tegasnya.
Pdt. Djoys A. Karundeng Rantung, MTh atau yang biasa disapa “Ibu Djoys”, dipercaya menjadi Ketua Panitia Peresmian Grha Oikoumene PGI, Perayaan Adven dan Serahterima Pengurus MPH PGI, serta Perayaan Syukur Tahun Baru PGI yang telah berlangsung beberapa waktu lalu.
Mungkin tidak banyak yang mengenal perempuan yang satu ini. Sehari-hari, istri dari Kenny Karundeng ini adalah dosen Pendidikan Agama Kristen di Universitas Indonesia, dan dosen Program Pasca Sarjana Magister Pendidikan Agama Kristen Universitas Kristen Indonesia.
Selain itu, dia juga terlibat dalam kegiatan pelayanan di gereja-gereja terutama membantu pelayanan di Jemaat GPIB Trinitas Cibubur. Dan, dipercayakan sebagai Ketua II Majelis Sinode AM Gereja Protestan di Indonesia (GPI), yang berkantor di Jl. Medan Merdeka 10.
Di tengah-tengah kesibukannya itu, Djoys menyempatkan diri untuk membantu kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gereja, semisal perayaan Natal di jemaat GPIB Trinitas awal Januari lalu.
“Memang capek karena tenaga dan waktu begitu terkuras belum lagi dengan tugas-tugas pelayanan yang lain. Tapi saya sangat bersyukur karena semuanya saya jalani dengan penuh sukacita dalam wujud tanggung jawab dengan tugas yang diberikan kepada saya dan juga sebagai Hamba Tuhan,” ujar ibuda dari dua orang anak Nathasya Grace Etsuko dan Davis Kennedy ini.
Motto yang dipegang Djoys yaitu “Hidup adalah sebuah kesempatan yang berharga yang harus dihargai dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya”.
Berdasarkan motto tersebut dia pun menjalani semua kesibukan dan pelayannya sebagai anugerah dari Tuhan, melayani dengan tanggung jawab dan sungguh-sungguh.
“Saya yakin jika kita sungguh-sungguh dan tulus melakukannya semua akan berdampak pada kebaikan. Itu juga yang saya ajarkan bagi anak-anak saya, bahwa jangan menyia-nyiakan waktu dan kesempatan untuk terus belajar dan belajar. Inilah yang menjadi pengalaman hidup saya karena pengalaman adalah guru terbaik saya,” katanya.
Di tengah-tengah kesibukannya, dia juga tidak melupakan keluarga. Baginya, keluarga adalah suplemen hidup. “Saya bersyukur karena keluarga mendukung saya, suami dan anak-anak tidak pernah complain dengan apa yang saya jalani selama ini. Hanya suami saya sering mengingatkan untuk menjaga kesehatan, karena kalau saya sudah serius dalam menangani pekerjaan sering lupa untuk makan atau jadi malas makan,” papar Djoys.
Bentuk kepedulian dan perhatian anak-anak, lanjutnya, dibuktikan dengan kerap menanyakan jadwal kegiatan yang akan dilakukan Djoys sehari sebelumnya.
Hal positif yang ditanamkannya kepada anak-anak ialah selalu membiasakan mereka berdiskusi bilamana ada kesulitan dan permasalahan terutama masalah di sekolah. (ms)