TANGERANG, PGI.OR.ID – SKB 2 Menteri menjadi senjata pamungkas untuk menutup rumah ibadah, seperti yang dialami Gereja HKBP Keroncong Permai, di Perumahan Keroncong Permai, Blok DB V No. 11 Kelurahan Gebang Raya, Kecamatan periuk, Tengerang Kota.
Sebagaimana diketahui, Gereja HKBP Keroncong Permai, Kamis (22/10) telah disegel Satpol PP. Penyegelan didasari selain tidak berizin, SKB 2 Menteri, juga keberadaan rumah ibadah itu dinilai berpotensi melahirkan konflik antarwarga. Penyegelan melibatkan banyak petugas, seperti Satpol PP, Polri, dan TNI yang telah berkumpul sejak pukul 11.00 WIB.
Pendeta Darna Lumban Tobing, STh Pendeta Jemaat HKBP Keroncong Permai mengaku terkejut dengan penyegelan yang menurutnya berlangsung tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Padahal sejak 2010 hingga Oktober 2015 ibadah berjalan dengan aman dan lancar, komunikasi dengan warga serta pimpinan setempat berjalan dengan baik.
“Tiba-tiba kami Tanggal 9 Mei 2015 jam 8 malam, majelis gereja menghubungi saya katanya diharapkan segera datang ke Posyandu karena diundang Lurah Gebang Jaya Maulana Damanik untuk rapat. Saya datang dengan beberapa majelis, dan setibanya di sana langsung dikatakan rapat sudah selesai dengan keputusan kami diberi waktu terhitung 10 Mei sampai 10 Juni 2015 untuk menyelesaikan kepengurusan perizinan tempat ibadah sesuai dengan SKB 2 Menteri,” jelas Darna kepada Arie Moningka Wabendra PGI dan Pendeta Henrek Lokra Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI yang meninjau gereja tersebut, Jumat (23/10).
St Turnip Majelis Gereja HKBP Keroncong Permai menambahkan, setelah pertemuan tanggal 9 Mei 2015 barulah datang surat peringatan dari Kesbangpol Kota Tangerang. “Jadi tampaknya sudah ada upaya sistematis untuk sengaja menyegel gereja kami,” tandas Turnip.
Diakuinya, majelis jemaat kurang memahami apa itu SKB 2 Menteri. Maka setelah adanya surat somasi kedua dari Kesbangpol pada 15 September 2015 barulah dilakukan upaya pendekatan ke FKUB, dan pegurusan izin pun mulai dilakukan agar memenuhi persyaratan yang ada di SKB 2 Menteri tersebut. “Karena kami kebanyakan karyawan pabrik jadi kami tidak paham soal SKB ini, sehingga tahun 2015 baru kami urus, dan di SKB itu ada izin sementara ini yang kami kejar, tapi rekomendasi kelurahan mentok,” jelasnya.
Kini setelah adanya penyegelan, Pendeta Darna beharap agar pemerintah Kota Tangerang mau memfasilitasi jemaat HKBP Keroncong Permai yang berjumlah sekitar 300 orang atau 50 KK agar dapat beribadah.
Berbagai upaya telah dilakukan pihak gereja seperti menyurati Camat, dan pihak-pihak terkait termasuk FKUB. Sayangnya hingga kini belum ada kepastian yang diberikan ke mana jemaat yang sudah ada sejak 32 tahun lalu ini akan beribadah.
Kronologis Keberadaan Jemaat HKBP Keroncong Permai
1. Tahun 1992 pertama kali beribadah dengan tenda/bangunan darurat di tanah fasos/fasum di Blok EP 44.
2. Tahun 1996 Pemda merobohkan bangunan darurat/bedeng tersebut dengan alasan belum ada izin mendirikan bangunan (IMB) dan tanah tersebut milik fasos/fasum
3. Tahun 1996-1998 jemaat beribadah di halaman rumah Bapak St. B. Purba di Blok EP 44 sambil mengurus tanah yang ditunjuk developer untuk dapat ditempati yaitu di Blok EB 16. Namun ada penolakan dari warga yang mengaku bahwa tanah itu milik pribadi.
4. Tahun 1999-2000 jemaat membeli lahan kavling di Blok EP 44 dengan luas tanah 2000 m2 bersertifikat dari pihak developer PT Prima Ira Jaya dengan cara mencicil.
5. Bulan Juni 2000, dalam tahap pelunasan, dengan persetujuan developer jemaat mendirikan tenda darurat (bongkar pasang) di tanah kavling milik jemaat. Namun warga sekitar melarang jemaat beribadah di tempat itu.
6. Tahun 2000-2001 jemaat beribadah kembali di halaman rumah Bapak St. B Purba dengan menggunakan tenda darurat (bongkar pasang).
7. Tahun 2001 warga tidak setuju jemaat beribadah di tempat itu sehingga majelis menutup peribadatan di halaman rumah tersebut.
8. Tahun 2001-2009 jemaat beribadah berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat lain, seperti di Restoran Remaja Kuring, Aula Yonif 203 dan gedung pertokoan. Namun karena jemaat hampir 95 persen berpenghasilan ekonomi menengah kebawah, jemaat tidak sanggup lagi untuk membayar sewa gedung setiap minggunya.
9. Tahun 2010 seorang jemaat (Bapak Silitonga) yang beralamat di Blok DB 5 No. 11, karena prihatin, akhirnya memberikan rumahnya untuk dijadikan rumah ibadah setiap minggu.
10. Karena setiap tahun jumlah jemaat bertambah dan tempat itu tidak muat lagi. Kemudian pemilik rumah menyarankan agar jemaat membelinya dengan mencicil selama 3 tahun.
11. 9 Mei 2015, Ketua RT, Kelurahan, DKM, dan majelis yang dipanggil secara mendadak, memutuskan secara sepihak tidak setuju ada peribadatan, dengan alasan mengganggu jalan karena parkir dan tidak ada izin.
12. Kamis (22/10) Kesbangpol bersama Satpol PP Kota Tengerang mensegel HKBP Keroncong Permai.
Editor: Jeirry Sumampow