Papua Menginginkan Perdamaian

 

Konsultasi di Jenewa ini telah mengusulkan dialog politik sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian dan stabilitas di Tanah Papua. Acara ini melibatkan sejumlah organisasi masyarakat berbasis agama dan sipil, pemimpin gereja dari Tanah Papua , aktivis perdamaian dan pejabat PBB, di Jenewa, Swiss.

Peserta dalam konsultasi membahas berbagai aspek krisis di Tanah Papua, menekankan perlunya reformasi kelembagaan untuk melindungi masyarakat sipil, hak politik, hak sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Mereka mencatat perlunya untuk mempromosikan kebebasan berekspresi untuk menghindari Papua menjadi terisolasi dari dukungan internasional.

“Papua menginginkan perdamaian dan selalu menghormati manusia lain sepanjang zaman,” ungkap Pdt. Socratez Yoman, salah satu pembicara. “Sebuah perjuangan panjang akan dibutuhkan untuk mengubah kebijakan pemerintah yang telah dilaksanakan selama lima dekade terakhir,” kata Yoman mengacu pada beberapa kekerasan di daerah itu.

Tanah Papua memiliki jumlah umat Kristen terbesar di Indonesia, dengan lebih dari 45 denominasi gereja Prostestan yang beragam.

Leonard Imbiri, Sekretaris Umum Dewan Adat Papua (DAP), menyatakan keprihatinannya atas pembungkaman aktivis hak asasi manusia di Tanah Papua. Ia menjelaskan situasi di provinsi ini dan menyebutkan persoalan eksploitasi sumber daya alam, kepentingan militer di wilayah itu dan perubahan demografis sebagai beberapa sumber masalah di Papua.

“Pembunuhan ekstra-yudisial, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, kesehatan yang buruk, ketertinggalan pendidikan, angka kematian anak dan tingkat HIV/AIDS yang tinggi, perampasan tanah dan deforestasi hutan adalah beberapa contoh pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah nasional untuk mengatasinya,” Imbiri menambahkan.

“Sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan untuk melihat bahwa setelah bertahun-tahun, tidak ada yang benar-benar berubah signifikan (di Papua),” tambah Program eksekutif WCC untuk HAM dan advokasi global, Christina Papazoglou.

Mengutip pernyataan Komite Eksekutif WCC yang diterbitkan pada Februari 2012, Papazoglou mengatakan bahwa pemerintah Indonesia diminta untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk membebaskan para tahanan politik, menegakkan perdamaian di Papua dan melakukan demiliterisasi di Tanah Papua. “Komite Eksekutif WCC mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan dialog dengan masyarakat asli Papua dan mengambil langkah-langkah yang memadai untuk melindungi hak-hak mereka,” katanya.

Konsultasi internasional ini dilanjutkan dengan side-event di Kantor PBB dengan tema: “Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Adat di Asia : Kasus di Papua Barat ” yang diselenggarakan bersama oleh AHRC, WCC, Fransiskan International, Genève pour les droits de l’homme, Koalisi Internasional untuk Papua  (ICP), Tapol dan WOAT.  Side-event ini berlangsung pada 25 September 2013 di Markas PBB di Jenewa.

ICP sendiri adalah sebuah jejaring (networking) dari berbagai LSM, terutama di Eropa, yang memiliki kepedulian untuk Papua. ICP adalah LSM yang berbasiskan pada  iman Kristen dan memiliki hubungan baik dengan gereja Protestan serta Katolik Roma di seluruh Eropa. Laporan ICP tentang HAM Papua bisa didapatkan pada website:  http://humanrightspapua.org/hrreport/2013.

 

Oleh: Novel Matindas (Sekretaris Eksekutif Biro Papua PGI)
Editor: Boy Tonggor Siahaan