Pak Presiden, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Lebih Diperlukan

Hendardi

JAKARTA,PGI.OR.ID-Penolakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atas hukuman kebiri terus mendapat dukungan. Hukuman kebiri dinilai hukuman jenis corporal punishment atau physical punishment. Bahkan dianggap sebagai  hukuman badan ala jahiliyah. Sekarang yang diperlukan justru Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual.

“Saya kira lebih bermanfaat, jika Jokowi  memprioritaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” kata Ketua Badan Setara Institute, Hendardi, di Jakarta, Selasa (14/6).

Hendardi berpendapat, hukuman kebiri bertentangan dengan hak asasi manusia. Bahkan kebiri adalah salah satu jenis hukuman yang masuk kategori kejam, inhuman, dan merendahkan martabat manusia. Tidak hanya itu, hukuman kebiri juga menabrak instrumen internasional, konstitusi, dan undang-undang kita, seperti UU HAM, UU Ratifikasi Konvensi  Anti Penyiksaan, dan lain-lain. Penolakan IDI sejalan dengan penolakan segala jenis hukuman badan yang tidak manusiawi yang juga ditentang oleh hukum HAM.

“Selain itu juga Perppu No 1/2016 tentang Kebiri, akan menjadi persoalan serius Presiden Jokowi di forum internasional,” katanya.

Saat ini, kata dia, yang diperlukan adalah pemerintah dan DPR perlu segera merampungkan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, ketimbang memberlakukan hukuman kebiri yang nyata-nyata kontroversial dan memicu pro kontra.

“Saya minta Presiden jangan mendengarkan masukan kelompok-kelompok yang gemar dengan kampanye anti HAM yang hanya haus pencitraan untuk memberlakukan Perppu tersebut,” katanya.

Hendardi juga mendesak parlemen segera menghentikan pembahasan Perppu Kebiri tersebut. DPR, kata dia, lebih baik memprioritaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (AS)