Minggu Palma: Lidah dan Telinga Seorang Murid

JAKARTA, PGI.OR.ID – Renungan dan pokok doa di Minggu Palma, (29/3) -“Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid” (Yes. 50:4).

Dalam bacaan Alkitab di Minggu Palma ini, kita menyaksikan kembali ketaatan Hamba Tuhan, yang merujuk kepada Yesus Orang Nazaret. Itulah yang terjadi. Yesus ke Yerusalem untuk menggenapi misi-Nya. Misi-Nya adalah mati di Yerusalem. Dia datang ke Yerusalem untuk mati. Kedatangan-Nya ke Yerusalem merupakan bukti nyata dari Ketaatan-Nya. Dan Ketaatan-Nya—yang patut diteladani—berkait erat dengan dua pancaindra penting: lidah dan telinga.

Murid sejati, demikian Yesaya bernubuat, siap diasah. Setiap pagi siap dipertajam pendengarannya. Ia tidak hanya mendengarkan dirinya sendiri, kemauannya sendiri, juga suaranya sendiri. Lebih dari itu, ia merasa perlu mendengarkan pihak lain. Mendengarkan merupakan sikap kemuridan. Pada titik ini, mendengarkan mengandaikan sebuah tindakan aktif, bukan sambil lalu. Mendengarkan berarti menyendengkan telinga kepada sesuatu yang dianggap penting.

Sebuah pemahaman memang dimulai dari pendengaran yang baik. Bahkan, ketika seorang murid membaca buku dalam hati sejatinya dia sedang mendengarkan suaranya sendiri yang sedang membaca buku tersebut. Tanpa pendengaran yang baik kita tidak akan pernah mampu menyerap pengetahuan. Tentu ini berdampak besar pada pemahaman.

Pemahaman yang baik itulah yang menyebabkan Hamba Tuhan, yang dinubuatkan Yesaya, mampu memberi semangat yang baru kepada orang yang letih lesu. Sekali lagi, karena Dia tidak menggugu diri-Nya sendiri. Pertanyaan yang perlu digaungkan dalam hati kita—semua murid Yesus pada abad XXI—ialah bagaimanakah lidah kita? Memberi semangat baru atau malah membuat orang lain makin terpuruk dalam kelemahannya?

(Editor: ymindrasmoro)

Sumber: SatuHarapan.Com