Menyulut Spirit Entreprenuership Warga Gereja

suasana diskusi

AMBON,PGI.OR.ID-Pembentukan pasar tunggal di lingkungan negara Asean (MEA), pengangguran, tindak kriminal, penyalahgunaan narkoba, dan meningkatnya kasus HIV/AIDS. Ditengah mencuatnya persoalan-persoalan tersebut, yang kini dihadapi oleh warga gereja dan masyrakat, gereja terpanggil untuk mewujudkan Missio-Dei. Karenanya, gereja mesti memberikan solusi sebagai langkah praksis berteologi dengan membaca fakta-fakta empiris dan berefleksi atasnya.

Demikianlah gereja mewujudkan peran dan tanggung jawabnya, sebab gereja tidak hanya berurusan dengan persoalan-persoalan rutinitas pelayanan yang bersifat ritual semata, tetapi juga peka terhadap konteks pergumulan jemaat dan masyarakat secara holistik. Dengan begitu, gereja tidak terasing dari perkembangan masyarakat.

Berangkat dari kesadaran ini serta mengacu pada problematika yang dihadapi gereja dan masyarakat dewasa ini, maka salah satu langkah strategis yang ditempuh untuk meningkatkan kesejahteraan umat, khususnya di lingkup wilayah pelayanan Klasis GPM Kota Ambon tahun 2017 ialah dengan menyelenggarakan diskusi pemberdayaan umat, bertajuk “Menyulut Spirit Entrepreneurship Warga Gereja”. Diskusi yang terselenggara di Joas Cafe (Biz Hotel), Jumat (18/8) ini, merupakan wujud kontiniuitas dari kegiatan pemberdayaan umat di bidang kemandirian ekonomi, sebagaimana yang telah dilaksanakan sebelumnya melalui kegiatan Expo Klasis Kota Ambon, Mei 2017 lalu.

Mengapa Kewirausahaan?

Kewirausahaan (entrepreneurship) sesungguhnya memiliki andil yang besar dalam pembangunan perekonomian. Menurut Ciputra yang adalah praktisi kewirausahaan, menurutnya entrepreneurship bagaikan kunci. Kunci vital untuk membuka setiap potensi ekonomi manusia, pun memperkaya dan memperkuat mereka agar mampu melewati perjalanan panjang menuju kesejahteraan dan meraih kehidupan yang mampu menciptakan perbedaan bagi komunitas mereka.

Namun, faktanya, menurut Staf Ahli Bidang Ekonomi Kreatif, Kemenpora, Joni Mardizal, persentase wirausaha baru mencapai dua persen, sementara untuk menjadi negara dengan perekonomian yang kuat, paling tidak mencapai empat persen (Republik Online).

Fakta ini juga ditemukan dalam konteks kehidupan masyarakat, termasuk warga gereja, dimana masih belum banyak orang yang melihat kewirausahaan sebagai pilihan profesi. Kalaupun ada, seringkali usaha-usaha yang dikembangkan tidak berjalan secara maksimal, mandek dan terancam gulung tikar. Oleh sebab itu, diskusi ini hendak membangkitkan spirit warga gereja untuk menekuni dunia kewirausahaan sebagai peluang pengembangan ekonomi sekaligus memberikan muatan-muatan terkait dengan strategi-strategi efektif dalam pengembangan kewirausahaan.

Diskusi menghadirkan dua narasumber, yakni Pdt. Elifas Tomix Maspaitella (Sekum MPH Sinode GPM) dan Dr. Izaac Tony Matitatputty, SE, M.Si (Staf pengajar pada Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi, Universitas Pattimura).

Pdt. Elifas Tomix Maspaitella menyajikan tentang materi “Kewirausahaan: Suatu Sudut Pandangan Teologis”, dimana di dalamnya beliau mendudukan tentang konsep kerja yang didasarkan pada kesadaran tentang Allah yang terus bekerja; “Bapaku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja” (Yoh 15:17) dan dunia adalah panggung Allah yang kudus.

Selain itu, dia pun memberi pencerahan tentang mentalitas ambtenar yang sesungguhnya bukan merupakan produk Pietisme tapi kolonialisme, sebab Pietisme tidak menganjurkan jemaat untuk “berdiam diri” tetapi hidup secara aktif dan bertanggungjawab. Selanjutnya juga dijelaskan tentang pandangan Calvin tentang kerja sebagai panggilan dan ibadah.

Menurutnya, Spirit protestantisme mendorong pemahaman gereja bahwa kerja yang kudus bukan saja ada dalam  tugas dan kerja kaum Klerus (rohaniawan), tetapi juga pekerjaan yang digeluti di bidang yang lain termasuk ekonomi/keiwirausahaan, selama itu dilakukan dengan dilakukan dengan rajin, disiplin, jujur, tulus dan hemat.

Mangakhiri penyajian materi, dia pun membagi pengalaman tentang jemaat GMIT Bethel Mualafa, Kupang. Sebuah cermin optimisme dan sekaligus manifestasi iman, dimana dengan ketekunan, jemaat dapat menikmati kelimpahan sayur-mayur (cabai, sawi, wortel, tomat) di tanah berbatu karang.

Sementara itu, Dr. Izaac Tony Matitaputty, SE, M.Si menyajikan materi tentang “Strategi Pengembangan Kewirausahaan”. Dalam paparannya ia memberi kiat-kiat mendasar dalam mengembangkan kewirausahaan dengan membangun kepercayaan diri atas potensi yang dimiliki. Menurutnya untuk memulai seorang wirausahawan mesti membuang segala ketakutan serta pesimisme.

Izaac juga menjelaskan tentang bagaimana membangun bussines plan, misalnya memulai bisnis dari hobby, kemudian konsep marketing termasuk bagaimana memanfaatkan media sosial untuk kepentingan promosi produk. Dalam kesempatan ini pula, dia juga memberikan informasi tentang akses untuk bantuan dari pemerintah, termasuk bantuan bibit gratis yang disediakan kepada masyarakat melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Provinsi (BPPT) Provinsi Maluku.

Diskusi yang berlangsung kurang lebih dua jam ini juga diperkaya dengan berbagai pertanyaan dan saran dari para peserta diskusi, baik oleh para pendeta, praktisi kewirausahaan dan para undangan lainnya. Beberapa catatan kritis yang disampaikan juga perlu menjadi bahan masukan bagi proses pengembangan kewirausahaan, misalnya tentang penyediaan format pengembangan kewirausahaan, akses pemodalan, pemetaan dan inventarisasi potensi jemaat serta tantangan membudayakan iklim kompetisi guna meningkatkan mutu produk dan layanan.

Tentunya seluruh proses untuk mengembangkan kewirausahaan bagi warga gereja tidak berhenti pada percakapan yang terbangun dalam  diskusi ini semata, tetapi mesti ditindaklanjuti dengan aksi, sehingga tema menyulut spirit entrepreneurship warga gereja pada akhirnya mampu membakar semangat warga gereja dalam mengembangkan ekonomi jemaat melalui kewirausahaan sebagai bentuk panggilan iman dan penatalayanan bagi kemaslahatan hidup bersama. (Media Center GPM)