Dalam pidato perayaan HUT ini, Direktur WAHID INSTITUTE, Yenny Wahid yang adalah juga puteri pertama K.H. Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa banyak insan mengharapkan kehidupan yang penuh damai di mana mereka berada. Di Indonesia pun perdamaian masih menjadi harapan yang besar bagi saudara-saudara kita yang tertindas, teraniaya, terbelenggu, dan terabaikan. Pertanyaan tersebut pernah menjadi pergumulan mantan Presiden kita, Abdurrahman Wahid, yang akrab dipanggil Gus Dur, kata Jenny. Indonesia perlu mengupayakan alam demokrasi yang berpihak pada kepentingan seluruh rakyat. Rakyat Indonesia juga didorong untuk menghargai berbagai kemajemukan dan toleransi antarumat beragama, baik di Indonesia maupun di dunia.
Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan pemikiran Gus Dur tersebut, bersama-sama dengan Dr. Gregorius James Barton, Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy dan Gus Dur, sembilan tahun lalu menginisiasi pembentukan The Wahid Institute (WI) di Jakarta, tepatnya tanggal 7 September 2004.
Selama sembilan tahun sejak berdirinya, WI melihat bahwa persoalan sosial di masyarakat yang menggunakan label agama, politisasi agama, dan intoleransi di Indonesia bukannya berkurang, malah semakin meningkat. Temuan berbagai persoalan tersebut, seperti penutupan rumah ibadah, pelarangan beribadah, politisasi, dan intoleransi yang mengganggu kerukunan umat beragama semakin meningkat. WI Setiap tahun merilis laporan Indeks toleransi di Indoensia. Dan fakta menunjukkan situasi toleransi indonesia cukup rawan.
Menurut Wahid Institute, “Buruknya indeks toleransi tersebut karena lemahnya kepemimpinan kepala daerah dan pemerintah pusat” dalam menjalankan konstitusi bernegara. Yenny melihat bahwa karakter para pemimpin tidak kuat dan tegas ketika diperhadapkan pada doktrin agama. Bagi Yenny, “Doktrin agama tidak dapat dibenturkan dengan doktrin agama lain di ruang publik karena hal tersebut akan menjadi persoalan serius. Ini akan menyebabkan para pemimpin kita tidak berani dan tegas mengambil keputusan dalam menghadapi persoalan serius di lapangan.
Dalam rangka HUT ke-9 melalui tema: “Menyebar Perdamaian, Melindungi yang Lemah.” Yenny berharap, Wahid Institute dapat terus mendorong terciptanya keadilan dan pembelaan terhadap kaum tertindas dan lemah.
Kompetensi bukan Latar Belakang Agama
Tampil sebagai keynote speaker dalam perayaan HUT ini adalah Ir. H. Joko Widodo (Gubernur DKI Jakarta). Pria yang akrab dipanggil dengan nama JOKOWI ini, dengan ciri khas berbicara dan berpakaian yang sederhana itu tampil memaparkan berbagai persoalan DKI Jakarta.
Dengan gaya presentasi yang diseling canda itu, Jokowi membeberkan problematika DKI Jakarta seputar masalah Kemiskinan, Banjir, Kemacetan, Pendidikan dan Kesehatan yang merupakan peroblematik keseharian warga Jakarta. Dengan menampilkan angka statistik kemiskinan di Jakarta Jokowi mengatakan bahwa untuk megatasi hal ini dibutuhkan sikap yang tegas dari seorang pemimpin.
Gubernur yang terkenal dengan blusuakannya ini, menceritakan fakta empiris yang ditemukannya langsung ketika bertemu dengan masyarakat di lapangan.
Menyinggung soal toleransi, Jokowi menunjukkan dukungan terhadap Lurah Lenteng Agung, Susan Jasmine Zulkifli. “Saya memilih berdasarkan kompetensi, bukan berdasarkan latar belakang agama”. Jika aparat bekerja tidak becus, kami akan evaluasi kembali, tegas Jokowi.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemeritah daerah DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan dan pemukiman warga terus dilakukan. Targetnya tiga tahun ke depan, persoalan ini sudah bisa kelihatan hasilnya. Jokowi mengharapkan peran serta warga masyarakat DKI Jakarta untuk ikut membantu pemerintah daerah dengan cara disiplin, tidak membuang sampah sembarangan. Kita butuh Intervensi sosial kepada masyarakat dan membangun budaya disiplin serta budaya bersih. (Editor: HeLo dan BTS)