Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan sudah menginstruksikan jajarannya untuk menarik semua buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas X dan XI SMA di seluruh Indonesia, menyusul temuannya terkait banyak yang berisi ajaran radikalisme ala Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
“Kami akan mengkaji ulang isi buku itu,” kata Anies, Jumat, 20 Maret 2015.
Buku tersebut pada halaman 78 buku itu ditulis, jika orang menyembah selain Allah atau non-muslim, maka boleh dibunuh.
Anies mengatakan isi buku itu menyimpang. Ada yang mengajarkan membunuh orang non-Muslim karena dianggap musyrik. “Saya saja sampai kaget setelah membaca bukunya,” katanya.
Anies mengaku heran mengapa buku dengan isi seperti itu bisa lolos dan diperbolehkan beredar sampai di tangan siswa. “Ajaran ini sangat berbahaya untuk Indonesia,” katanya.
Anies mengatakan sudah mencoret beberapa halaman buku tak patut tersebut. Dia juga sudah menandakan halaman dan bagian yang dianggapnya tidak pantas untuk dikaji lebih jauh. Hingga saat ini, Kementerian hanya menarik buku itu dari peredaran tanpa memberikan sanksi kepada penulis buku tersebut.
“Kami masih mengkajinya, setelah itu dilihat tindakan lebih jauhnya seperti apa,” katanya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, mengatakan pihaknya akan mendalami peredaran buku bermuatan radikalisme tersebut.
“Ini sangat berbahaya bagi peserta didik. Jika betul-betul buku itu berisi ajaran tersebut, maka KPAI meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar segera menarik peredaran buku tersebut,” ujar Susanto, Sabtu (21/3/2015).
Menurut Susanto, memperketat pengawasan mulai dari penataan ulang sistem perbukuan termasuk mereview buku-buku sebelum didistribusikan ke peserta didik. Hal seperti ini perlu dilakukan.
“Ini sebagai bentuk perlindungan negara dari konten yang berbahaya. Karena radikalisme merupakan paham yang tidak boleh ditolerir, apalagi di kalangan peserta didik,” kata Susanto.
Sementara itu kalangan aktivis pluralisme meminta kepolisian mengusut buku pendidikan agama Islam, yang isinya berpotensi menimbulkan konflik dan radikalisme.
“Kami mendesak kepolisian meminta keterangan tim penulis buku tersebut,” kata Koordinator Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur, Aan Anshori, Ahad, 22 Maret 2015.
Aan menduga ada kelompok-kelompok yang berusaha menyisipkan ajaran-ajaran radikal mengatasnamakan agama dalam buku pelajaran siswa.
Anggota Dewan Ahli Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jombang itu mengatakan sudah sejak lama mencurigai ajaran Islam radikal disemai melalui institusi pendidikan formal.
Tim penyusun buku terbitan MGMP Jombang antara lain M. Sholahuddin, Asrorul Munir, S. Arifin, Izzatul Laila, dan Mufallichatul Ummah. Sedangkan buku terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ditulis Mustahdi dan Mustakim dengan penelaah Yusuf A. Hasan dan Muh. Saerozi.
Materi tersebut membahas profil salah satu tokoh pembaruan Islam asal Arab Saudi, Muhammad bin Abdul Wahab, pencetus aliran Wahabi. Buku itu mengutip salah satu pendapat Muhammad bin Abdul Wahab yang tertulis: “Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah SWT dan orang yang menyembah selain Allah SWT telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh.”
Kalimat “orang yang menyembah selain Allah SWT telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh” itulah yang menjadi kontroversi dan bertentangan dengan prinsip perdamaian dalam Islam. Kalimat tersebut perlu penjelasan lebih lanjut.
“Atas perintah Mendikbud harus ditarik demi kemaslahatan umat dan sudah kami infokan ke seluruh guru dan kepala sekolah,” ujar Muntholip. (Tempo.co/Tribunnews.com)