Menilik Strategi Keuangan Gereja di Kenormalan Baru

Beberapa peserta diskusi virtual Mengelola dan Mengembangkan Keuangan Gereja di Kenormalan Baru, Kamis (4/6).

JAKARTA,PGI.OR.ID-Chairman dan Founder PT. Saratoga Investama Sedaya Tbk, Edwin Soeryadjaya, menjadi pemantik dari diskusi virtual bersama pimpinan gereja dengan topik Mengelola dan Mengembangkan Keuangan Gereja di Kenormalan Baru, yang dilaksanakan oleh PGI, Kamis (4/6). Diskusi kedua ini, masih dalam rangkaian perayaan HUT ke 70 PGI.

Pada kesempatan itu, pengusaha yang juga aktif dalam pelayanan ini, berbagi pengalaman serta pengetahuannya sebagai masukan bagi para pimpinan gereja dalam mengembangkan sebuah pola hidup, dan relasi oikoumenis yang baru, di tengah pandemik Covid-19 yang berdampak secara sosial dan ekonomi ini.

Edwin menjelaskan, situasi ekonomi sekarang ini memang mengalami kesulitan, dan semakin diperparah lantaran belum ada titik terang kapan semuanya ini akan berakhir. Ekonomi Indonesia lebih dari separohnya itu tergantung dari konsumen. Sementara sekarang ini konsumen tidak bisa banyak bergerak, sehingga berpengaruh kepada daya beli. Sedangkan pemerintah sendiri tidak akan mampu menggelontorkan uang sebanyak-banyaknya, dan diperkirakan sudah 8 juta orang tidak lagi bekerja. Maka dalam menghadapi situasi tersebut yang diperlukan adalah kerjasama semua pihak, termasuk gereja.

Edwin Soeryadjaya

“Tapi sebagai anak Tuhan yang sudah mengalami beberapa masalah dalam kehidupan, saya hanya mengandalkan kekuatan kepada Tuhan, itu sangat akan membantu terutama dalam situasi seperti ini. Jadi modal yang paling penting bagi kita adalah mengandalkan Tuhan. Dan sebagai tubuh Kristus kita harus mau membantu sesama,” tandasnya.

Di tengah kondisi sekarang ini, menurut Edwin, dalam mengelola keuangannya gereja harus bisa melihat apa yang menjadi kebutuhan, dan para pemimpin gereja juga harus peka untuk menginventarisasi kekuatan dan kelemahan jemaat sehingga bisa mendorong hidup yang saling berbagi.

“Seyogyanya setiap gereja melihat trennya di masing-masing gereja itu, seberapa jauh bisa mengandalkan pada umat yang masing memiliki hati atau kekuatan untuk memberikan kolekte atau perpuluhannya. Itu salah satu yang mutlak harus dilakukan, sehingga ke depannya masing-masing bisa melihat sendiri sampai berapa jauh kita bisa membiayai kebutuhan gereja. Dan tidak ada salahnya jika ada gereja yang masih mampu bisa menyodorkan bantuan, sesuai yang dikatakan dalam Alkitab jika kita menolong diantara kamu yang memerlukan itu sama artinya kamu telah menolong Ku,” jelas jebolan University of Southern California ini.

Menjawab pertanyaan salah seorang peserta diskusi terkait strategi pengembangan ekonomi jemaat dan geraja di tengah pandemi Covid-19, Edwin menjelaskan, perlu dibangun jejaring baik antar gereja, maupun di dalam jemaat masing-masing. “Jika seseorang memiliki ide jangan menganggap itu punya kita dan harus menguasai seluruhnya sendiri. Mungkin jika tidak ada kesulitan mungkin itu bisa, tetapi ketika ada kesulitan sebaiknya kita berbagi dengan orang lain yang mungkin punya ide yang sama. Salah satu yang saya lakukan ketika mengalami kesulitan dalam usaha yaitu datang ke orang yang memang ada kemampuan membiayai usaha saya, dan mengajaknya untuk berbagi. Nah, strategi ini bisa juga dilakukan oleh jemaat dan gereja,” jelasnya.

Edwin juga menambahkan, dengan memanfaatkan teknologi gereja bisa menjadi market place dengan menggabungkan apa yang bisa disediakan oleh masin-masing gereja. Hal ini juga dapat membantu jemaat-jemaat yang mengalami kesulitan akibat pandemi ini.

 

Pewarta: Markus Saragih