TAMBOLAKA,PGI.OR.ID- Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT terbesar ke-5 di Indonesia, di mana persentase penduduk miskin nomor 3 tertinggi di Indonesia dan pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin 1 juta meningkat menjadi 1,15 juta tahun 2017. Dari 22 Kabupaten/Kota hanya Kabupaten Belu, Sabu Raijua dan Malaka yang mengalami penurunan jumlah penduduk miskin.
Data tersebut dipaparkan Lecky Frederich Koli, S.TP, M.Si, Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT dalam materinya Pembangunan Nusa Tenggara Timur dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat dengan Memanfaatkan Sumber Daya Lokal, yang merupakan bagian dari sesi keenam PRPrG, Senin (4/11).
Kemiskinan dan pendidikan menurut Lecky menjadi persoalan serius di NTT. “Sebab itu, kami sudah menyiapkan skema-skema menyeluruh yang permanen, terhadap penanganan persoalan kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan yang akan dilakukan pemerintah provinsi tidak sektoral, tapi holistik,” katanya.
Soal kemiskinan, kata dia, penyebabnya kompleks. Tidak ada pelayanan dasar, insfrastruktur belum memadai, dan pendidian yang juga minim. “Karena itu mulai tahun 2020 nanti, bidang kemiskinan, kesehatan khususnya soal stunting dan pendidikan menjadi perioritas pemerintah daerah. Üntuk stunting akan dihadapi dengan pelayanan secara sensitif. Di sini keterlibatan sektor terkait diperlukan. Juga kami membangun sistem informasi, bagaimana peran ibu-ibu di desa dan tenaga medis untuk memastikan informasi termasuk data-data anak malnutrisi dan ibu hamil akan diberikan nutrisi,” ujarnya.
Lecky juga menyinggung soal sarana transportasi yang menunjang layanan kesehatan, dan pendidikan akan juga masuk dalam prioritas. Bahkan soal akses air bersih bagi daerah-daerah pesisir di Timor dan Sumba juga akan menjadi perhatian. “Kta akan mengadakan skema penyulingan air laut menjadi air tawar untuk daerah-daerah pesisir. Sehingga akses air bersih dapat dijangkau di wilayah-wilayah itu. Semoga itu bisa dikerjakan di 2020, “ tandasnya.
Sementara itu, pemateri kedua Pdt. Yaksih A. Nuban Timo, S.Th, berbagi pengalamannya dalam pendampingan gereja GMIT pada pekerja migran purna dalam pemberdayaan ekonomi. Ia menjelaskan Badan Pemberdayaan Aset dan Pemberdayaan Ekonomi (BPA-PE) periode 2015-2019 memfokuskan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan ekonomi dengan mempergunakan aset GMIT yang tersedia di setiap lingkup pelayanan GMIT (Sinode, Klasis dan Jemaat).
“Jadi fokus yang kami kerjakan adalah manusianya. Yaitu pertama-tama membangun manusia pembangun. GMIT melihat manusia sebagai kunci bagi terjadinya transformasi sosial. Dunia dan lingkungan fisik boleh berubah dan berkembang, tetapi jika manusianya tidak didorong untuk berubah maka perubahan dunia dan lingkungan tidak memberi banyak manfaat. Sebaliknya, kalau manusia hanya berubah, dunia di sekelilingnya akan ikut berubah dengan sendirinya,”kata Yaksih.
Ia menjelaskan, hasil yang saat ini diterima adalah warga pekerja migran purna dapat menikmati hasilnya secara ekonomi yang membuat tingat kesejahteraan mereka berdampak nyata.
Pendalaman Isu
Memasuki sesi 7, peserta PRPrG melakukan Bata Bokul Pulu Pamba atau Pendalaman Isu dan Usulan Program 2019-2024, yang dibagi kedalam lima kelompok. Tiap kelompok membedah tema masing-masing, yaitu a) Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak, termasuk Isu Disabilitas, b) Perlidungan Perempuan dari Bentuk-bentuk Kekerasan, c) Pendampingan Kasus Pekerja Migran Pemberdayaan Ekonomi Gereja & Penanggulangan Bencana, d) Kesehatan, Gizi Buruk, Stunting dan Dampaknya bagi Perempuan dan Anak, serta e) Demokrasi, Kebhinekaan dan Korupsi.
Pewarta : tim media PGI