Oleh Pdt. Weinata Sairin
“A minute’s succes pays the failure for years” (Robert Browning)
Sukses, keberhasilan dalam bidang apapun selalu menjadi impian, harapan, cita-cita, bahkan obsesi setiap orang. Ada orang yang meninggalkan kampung halamannya, bahkan melanglang buana ke negeri orang untuk menggapai impiannya. Tentu suatu saat ia dengan bangga akan pulang kampung dan memperlihatkan keberhasilannya kepada orang lain, kepada masyarakat luas. Seseorang harus berani berkorban untuk mencapai keberhasilan. Seseorang harus ikhlas dan rela “membayar mahal” untuk sebuah keberhasilan.
Para TKI/TKW, sebagai contoh, adalah mereka yang dengan gagah berani berjuang keras mewujudkan keberhasilan, menggapai kehidupan yang lebih baik. Tidaklah salah jika mereka itu kemudian oleh media dijuluki “para pahlawan devisa”. Mereka mendulang devisa bagi negara, dan tentu memperbaiki tingkat kehidupan. Begitu besar derita yang mereka alami di negeri orang; mereka bekerja, terkadang mengalami penipuan oleh calo, mengalami perundungan dan kejahatan seksual serta beragam derita lainnya. Mereka tekun, tegar, bahkan ada juga yang berhasil dalam studi di negeri orang. Menggapai keberhasilan dengan pola yang standar, yang tidak melawan hukum, yang tidak bertentangan dengan kaidah dan norma agama, bermuara pada sebuah kehidupan yang lebih baik.
Ada banyak cara yang ditempuh seseorang untuk mencapai keberhasilan. Charles Dickens misalnya menyatakan: “Apa saja telah kucoba untuk melakukannya di dalam hidupku. Aku telah mencobanya sepenuh hatiku dan melakukannya dengan sebaik mungkin. Bila aku telah mencurahkan diriku untuk apa saja maka aku akan mencurahkan diri sepenuhnya”.
Charles Dickens di sini amat gamblang menjelaskan bahwa dalam hal mewujudkan cita-cita ia lakukan all out, sepenuh hati, segala daya dan potensi dikerahkan untuk hal itu. Ia melakukan yang terbaik, optimal dan tidak setengah-setengah. Ia selalu mencari jalan, agar upayanya berhasil.
Keberhasilan jangan kita anggap melulu soal-soal besar dan makro. Keberhasilan juga mencakup hal-hal yang dianggap kecil, sederhana dan teknis. Keberhasilan bukan hanya kemampuan kita menggarap hal-hal besar (dan menangkap orang-orang besar), tetapi juga hal yang bisa saja dianggap sederhana. Seorang bernama Walt Whitman tengah mengadakan perjalanan ke Washington dengan kereta kuda yang penuh sesak. Seorang bayi mulai menangis, bahkan menjerit karena kepanasan sehingga Whitman mengambil anak itu dari ibunya dan kemudian menggendongnya agar sang bayi diam. Setelah beberapa saat menatapnya, bayi itu meronta-ronta di dadanya dan akhirnya tertidur. Whitman kemudian bertindak sebagai kondektur kereta kuda sampai perjalanan berakhir, sementara sang bayi tetap terlelap dalam gendongannya. Whitman berhasil melakukan sesuatu yang kecil, tetapi bermakna besar terutama bagi Ibu sang bayi.
Hal yang harus dijaga dengan sangat baik dan hati-hati adalah agar dalam mencapai keberhasilan kita tidak mengambil “jalan pintas”, apalagi dengan menempuh jalan yang bisa dikategorikan melawan hukum dan atau bertentangan dengan ajaran agama. Dari pengalaman keseharian, kita berhadapan dengan kenyataan adanya orang-orang yang demi mencapai keberhasilan, menggunakan uang, melakukan pendekatan-pendekatan primordialistik dan berbagai tindakan lainnya yang tidak profesional.
Agama-agama mengajarkan kepada kita umatnya agar kita bekerja keras, jujur, mempraktekkan nilai-nilai luhur, berbuat kebajikan, beramal saleh di sepanjang kehidupan kita. Kita harus tetap optimis, berikhtiar, mewujudkan cita-cita hingga berhasil dan membawa kemaslahatan bagi banyak orang. Pepatah yang dikutip di awal bagian ini memberikan pernyataan yang kuat bahwa kesuksesan semenit bisa membayar kegagalan kita yang bertahun-tahun. Dengan demikian kesuksesan dalam bidang apapun akan amat besar dampaknya bagi kehidupan seseorang. Marilah kita berdoa dan berjuang agar kita benar-benar mengalami kesukesan dalam kehidupan kita.
Editor: Beril Huliselan
COPYRIGHT PGI 2019
Be the first to comment