Membangun Toleransi atau Intoleransi di masa Pandemi?

Pandemi Covid-19 di Indonesia telah dimulai pada tahun 2020, tepatnya pada tanggal 2 Maret 2020 ketika dua orang wanita tertular virus tersebut. Kemudian mengikut keterangan pandemi Covid-19 telah menyebar ke wilayah-wilayah di Indonesia Sampai pada bulan September 2020, kasus positif Covid-19 di Indonesia menduduki peringkat pertama tertinggi di Asia Tenggara. Penanganan pandemi Covid-19 bukan hanya pekerjaan tambahan bagi dunia tetapi juga pekerjaan tambahan bagi negara Indonesia yang di dalamnya termasuk pemerintah dan masyarakat. Sebelum terjadi pandemi, negara Indonesia telah diperhadapkan dengan segudang pekerjaan untuk memperbaiki perekonomian, kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan juga sosial. Setelah pandemi masuk dan menyebar di seluruh wilayah-wilayah di Indonesia, pekerjaan yang sebelumnya tersebut menjadi bertambah berat. Keadaan yang sulit menjadi bertambah sulit, lalu apakah yang harus dilakukan? Seperti pepatah Indonesia yang mengatakan “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh” ini mengingatkan kembali bangsa Indonesia untuk kembali bersatu di masa-masa sulit ini supaya yang berat dapat menjadi ringan bila dihadapi bersama-sama dan bukan sebaliknya. Penyataan pepatah tersebut, mengingatkan juga pada kasus-kasus intoleran yang terjadi di Indonesia. Apakah Indonesia telah sanggup maju bersama-sama menghadapi masalah dalam toleransi atau Indonesia masih membuat masalah makin bertambah berat dalam intoleransi?

Sikap intolerensi di Indonesia sebelum pandemi masih menjadi bagian pekerjaan yang harus diatasi oleh pemerintah dan juga masyarakat. Menurut artikel yang dimuat dalam keterangan online Kompas.com, berita umum yang dilakukan setara institut menunjukan tahun 2017 telah terjadi 155 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) dan di tahun 2018 telah terjadi 160 peristiwa pelanggaran KBB di 25 provinsi. Data ini menunjukkan bahwa negara Indonesia masih dilema dengan keberagaman yang dimilikinya. Lalu apa yang terjadi pada masa pandemi? Menurut artikel online yang berbeda yaitu INews.id pada keterangan yang dimuat berjudul “pandemi Covid-19 pelanggaran intoleransi di Indonesia meningkat” menyatakan bahwa pelanggaran terhadap kebebasan beragama/ berkeyakinan (KBB) di Indonesia tahun 2020 mengalami peningkatan hal itu dari laporan riset berdasarkan Setara Institut. Adanya pelonjakan tindakan intoleran pada tahun 2020 dibandingkan tahun sebelumnya.  Fakta ini menimbulkan keprihatinan karena kepekaan untuk saling tolong menolong pada masyarakat masih sangat minim meskipun di dalam kondisi yang buruk.

Negara indonesia masih menghadapi bahaya pandemi, tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban dari bahayanya Covid-19. Virus Covid-19 menyerang manusia tanpa memandang, ras, suku, agama, umur dan status sosial. Semua manusia pasti akan merasakan kedukaan karena situasi pandemi. Dengan segala upaya dilakukan untuk mengurangi penyebaran Covid-19 di setiap wilayah, mulai dari memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, hingga pemerintah yang berupaya memberlakukan peraturan daerah untuk lebih memaksimalkan upaya mengurangi penyebaran Covid-19. Selain dari pemerintah, upaya penekanan Covid-19 juga turut dilakukan lembaga-lembaga agama, salah satunya adalah Persatuan Gereja Indonesia (PGI). Ketua umum PGI, Gomar Gultom mendukung sepenuhnya upaya pemerintah yang menututup rumah ibadah selama penerapan PPKM Darurat. Peribadahan dilakukan secara online melalui live streaming yang dilakukan di rumah-rumah. Tindakan yang dilakukan oleh PGI patut diberikan apresiasi, karena ini merupakan wujud konkret perilaku toleransi dalam menghadapi pandemi yang semakin meningkat di masyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh PGI untuk menghimbau dan meminta masyarakat untuk tetap berada di rumah untuk menekan angka kasus Covid-19 yang sedang meningkat menjadi contoh bagaimana toleransi seharusnya dilakukan di tengah-tengah masyarakat.

Tindakan intoleransi yang terjadi pada masa pandemi sebagian besar masih sama dengan yang terjadi sebelum adanya pandemi. Beberapa masalah yang terjadi misalnya kelompok mayoritas yang menghalangi peribadahan, bukan hanya untuk menekan Covid-19 namun terdapat maksud untuk melakukan diskriminasi kepada pihak minoritas. Kritik terhadap masih dibukanya sentra perbelanjaan menjadi sentimen untuk membuat gesekan semakin tajam antara umat beragama yang tempat ibadahnya harus ditutup karena pandemi Covid-19. Selain itu, perilaku kelompok yang terpola untuk menciptakan kelompok ekstrimisme, menyebarkan kebencian dan konflik di dalam masyarakat menjadi bom waktu untuk meledakan perpecahan yang semakin besar. Yang menjadi pertanyaan di masa pandemi ini adalah apakah perilaku yang seharusnya dilakukan untuk melewati pandemi ini secara bersama-sama? Toleransi atau intoleransi?

Rekomendasi atau tawaran perilaku yang bijaksana menghadapi keberagaman pada masa pandemi Covid-19 supaya gesekan di antara masyarakat tidak semakin tajam adalah:

 

  1. Menciptakan masyarakat dan lingkungan yang saling peduli

Sikap saling peduli di masyarakat merupakan perilaku positif yang harus ditingkatkan di masa pandemi. Meski protokol kesehatan permanen harus dijalankan tetapi perilaku saling peduli antar masyarakat tidak boleh dihilangkan. Terciptanya lingkungan yang ramah, aman, dan nyaman juga menjadi pendorong di masyarakat agar imunitas meningkat sehingga masyarakat lebih kuat dan sehat menghadapi pandemi secara mental. Kondisi masyarakat dan lingkungan yang baik menjadi faktor primer kesembuhan penderita Covid-19 di tengah-tengah masyarakat yang sedang menghadapi peliknya masa pandemi. Maka berdasarkan itu, ajakan dan perilaku untuk membangun lingkungan yang saling peduli perlu ditingkatkan untuk mewujudkan tujuan bersama yaitu keluar dari pandemi Covid-19.

  1. Keutuhan, solidaritas, dan toleransi tetap terbangun dan terjaga

Tidak bisa terbantahkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman suku dan budaya. Keberagaman itulah yang menciptakan negara Indonesia sebagai negara yang kaya akan tradisi luhur. Meski di dalam keberagaman yang kaya tersebut, itu tidak seharusnya menjadi perpecahan dan perbedaan yang memisahkan antar suku, agama dan budaya. Perlu terbangun perilaku utuh, solidaritas dan toleransi untuk tetap menyatukan perbedaan tersebut dalam satu negara yaitu negara Indonesia.

  1. Kesetaraan dan persaudaraan

Pemahaman akan kesetaraan dan persaudaraan perlu dinyalakan di tengah-tengah masyarakat. Hal itu untuk mencegah sikap dominasi antara masyarakat yang mayoritas kepada masyarakat yang minoritas. Pemahaman kesetaraan dan persaudaraan di antara masyarakat diperlukan untuk menjauhkan masyarakat dari pemahaman yang radikal, diskriminasi, dan inferior.

Sikap-sikap yang baik ini menjadi jawabanan bagaimana seharusnya bangsa Indonesia menghadapi pandemi di dalam sikap toleransi. Sikap toleransi akan mendorong setiap masyarakat untuk saling tolong-menolong keluar dari duka yang pelik akibat pandemi Covid-19. Musuh yang harus dilawan saat ini bukanlah perbedaan suku, budaya, agama atau ras melainkan yang harus dilawan adalah Covid-19, supaya kita semua dapat kembali hidup dalam tatanan yang sehat dan mental yang baik.

 

Penulis: Cory Febrica Bella