JAKARTA,PGI.OR.ID-Laki-laki dan perempuan punya hak yang sama, termasuk dalam dunia politik. Sebab itu, pemberian quota 30 persen bagi perempuan untuk duduk di legislatif tidak pas karena terkesan sebagai hadiah atau pemberian. Dan, perempuan tidak perlu lagi didorong-dorong untuk berkiprah, melainkan dengan kesadarannya untuk ikut mewujudkan kesejahtaraan melalui jalur politik.
Demikian benang merah dari diskusi Partisipasi dalam Sistem Politik ber-Wawasan Kebangsaan bagi Perempuan Gereja dan Lintas Lembaga Keumatan, yang berlangsung di Grha Oikoumene, Jakarta, Senin (30/11). Kegiatan tersebut terselenggara atas kerjasama DPP GAMKI bidang Hubungan Gereja, Keumatan dan Kelembagaan dengan Kementrian Dalam Negeri RI.
Pdt. Jennie Elliyani Keliat Kabiro Perempuan dan Anak PGI, salah seorang nara sumber dalam diskusi ini menuturkan, kesempatan inilah yang perlu diperhatikan perempuan, dan yang penting bagi dia (perempuan, red) selain punya hak, tetapi juga mampu.
Pdt. Jennie menambahkan, perempuan yang hidup dalam kekinian, memang tidak lagi hanya berkiprah di wilayah domestik, tapi sudah lebih luas dari itu, mengembangkan diri ke luar, terlibat dalam gerakan pencinta keadilan, kebenaran, kejujuran dan mensejahterakan kehidupan masyarakat umum. Selain itu, terlibat dalam kebijakan pemerintah, memberi hati untuk sensitif terhadap kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya, kesehatan, hubungan internasional dan sebagainya.
Sementara itu, Nurul Arifin, mantan anggota dewan dari Partai Golkar melihat, peran politik perempuan sangat penting. Karena itulah, pentingnya perempuan terjun ke dunia politik untuk membawa perspektif perempuan. “Semangat perempuan itu adalah semangat bumi, dia melahirkan, dia menghidupi,” tandasnya.
Menyinggung budaya patriarki yang telah mengakar di negara ini, dan berimbas sulitnya perempuan untuk terjun dalam dunia politik di beberapa daereh, Neng Marhamah, Anggota DPR RI dari Partai PKB melihat, budaya patriarki memang sudah terbangun sangat lama dan terkonstruksi ke dalam budaya kita, dan posisi perempuan dikondisikan oleh sistem yang sudah salah. Sebab itu, sangat penting sekali kita mendorong agar perempuan memiliki akses pendidikan yang cukup.
“Padahal menjadi politikus, tidak meninggalkan kodratnya sebagai perempuan yang mengurus anak dan suami. Sebenarnya menikah itukan ada kesepatakan antara ibu dan ayah adalah mitra yang saling membutuhkan, dan memiliki tanggungjawab serta kewajiban yang sama untuk membesarkan anak,” katanya.
Editor: Jeirry Sumampow