Membaca Demografi Agama-agama di Indonesia

PGI – Jakarta. Sejauh ini kita membaca demografi Sensus Penduduk untuk keperluan ekonomi, sosial, dan politik. Mungkin kita belum pernah membaca demografi agama-agama di Indonesia untuk melihat pertumbuhan atau peta kehidupan keagamaan di Indonesia. Sekarang kita sudah dapat membaca demografi agama-agama di Indonesia melalui tulisan Agus Indiyanto (peneliti CRCS UGM). Pada Rabu (5/2), Center for Religious and Cross-cultural Studies Universitas Gajah Mada (CRCS UGM) dan PUSAD Yayasan Paramadina mengadakan acara peluncuran buku: Agama di Indonesia dalam Angka: Dinamika Demografis Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000 dan 2010, di Universitas Paramadina, Jakarta.

Penulis buku ini, Agus Indiyanto, mengatakan bahwa tujuan dari buku ini untuk memperlihatkan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk yang beragam keagamaan dan tidak ada satu wilayah pun (dalam lingkup kabupaten dan provinsi) yang absolut 100% pemeluk satu agama tertentu. Bahkan hasil penelitian Indiyanto menunjukkan bahwa di setiap wilayah, baik kabupaten maupun provinsi di Indonesia, kehidupan keagamaannya pluralistik. Inilah wajah demografi agama-agama di Indonesia.

Hasil penelitian Indiyanto tersebut diperoleh melalui pengolahan data statistik Sensus Penduduk tahun 2000 dan 2010 dari Badan Pusat Statistik (BPS). Dari hasil penelitian tersebut Indiyanto membuat pemetaan terhadap pertumbuhan keagamaan di Indonesia sebagai berikut:

A. Islam:

  • 87 persen dari total populasi nasional (207 juta)
  • Konsentrasi di Jawa dan Sumatra 84 persen
  • Pertumbuhan nasional: 1,56 persen
  • Rata-rata Tertinggi kawasan Indonesia Timur (Maluku-Papua) 4 persen; terendah: Jawa 1,17 persen
  • Rata-rata Tertinggi provinsi: Bali 4,85 persen (tambah 200 rb) (kecuali NAD!!); terendah Sulawesi Selatan 0,34 persen
  • Struktur umur muda
B. Kristen:
  • 7 persen dari total populasi nasional (16,5 juta jiwa)
  • Konsentrasi merata; sumut, papua, sulut
  • Pertumbuhan nasional: 3,41 persen
  • Rata-rata Tertinggi kawasan Indonesia Timur (Maluku-Papua) 7,03 persen; terendah: Sumatra 2,51 persen
  • Rata-rata Tertinggi provinsi: Malut (10,7 persen; tambah menjadi 3 kali lipat); terendah Sulut 1,25 persen
  • Struktur umur muda
C. Katolik:
  • 2,91 persen dari total populasi nasional (6,9 juta jiwa)
  • Konsentrasi merata; Bali dan Nusra
  • Pertumbuhan nasional: 1,19 persen
  • Tertinggi kawasan Indonesia Timur (Maluku-Papua) 6,39 persen; terendah: Sumatra – 0,65 persen (Indonesia Barat minus!)
  • Tertinggi provinsi: papua (6,58 persen); terendah gorontalo -6,64 persen (kurang 800 orang saja)
  • Struktur umur muda
D. Hindu:
  • 1,69 persen dari total populasi nasional (4,0 juta jiwa)
  • Konsentrasi: Bali dan Nusra (84 persen)
  • Pertumbuhan nasional: 0,95 persen
  • Tertinggi kawasan Indonesia Timur (Maluku-Papua) 3,05 persen; terendah: Kalimantan -14 persen
  • Tertinggi propinsi: Gorontalo (7,3 persen); terendah Kalteng -22,5
  • Struktur umur dewasa

E. Budha:

  • 0,72 persen dari total populasi nasional (1,7 juta jiwa) — tambah 9 ribu jiwa dalam 10 tahun
  • Konsentrasi merata di Indonesia Barat
  • Pertumbuhan nasional: 0,05 persen
  • Tertinggi kawasan Indonesia Timur (Maluku-Papua) 3,35 persen; terendah: sulawesi -0,42 persen
  • Tertinggi propinsi: banten (3,4 persen); terendah Riau -5,38 persen
  • Struktur umur dewasa
E. Kongfucu:
  • 0,05 persen dari total populasi nasional (117 ribu jiwa)
  • Konsentrasi Jawa Sumatra (Babel 43,4 persen; kalbar 25,4 persen ; jabar 12,6 persen)
  • Pertumbuhan nasional: tidak diketahui
Dari pemetaan tersebut, kita dapat membaca bahwa hampir semua agama mengalami pertumbuhan positif dari tahun 2000-2010, kecuali Agama Kongfucu karena data SP 2000 tidak ada. Agama Kristen secara nasional memang mengalami pertumbuhan tertinggi (3,41%), tetapi kita jangan langsung menduga ini terjadi karena adanya kristenisasi, tetapi menurut Indiyanto meskipun prosentase besar, tetapi angka absolutnya belum tentu besar. Bila kita melihat angka absolut pertumbuhan Agama Kristen dengan 3,41% adalah 4.708.438 jiwa. Angka absolut ini masih jauh lebih tinggi dari pertumbuhan Agama Islam (1.56%), yaitu: 29.647.390 jiwa. Jadi kita jangan terjebak dengan angka prosentase, tetapi perhatikan angka absolutnya.
Sebagai catatan akhir, Indiyanto mengatakan bahwa di setiap wilayah Indonesia tidak ada homogenitas agama, bahkan di Kabupaten dan Provinsi dengan mayoritas agama tertentu agama lain juga ada. Ini berarti keragaman agama di setiap wilayah Indonesia merata.
Pembicara kedua, Evi Nurvidya Arifin, menanggapi buku hasil penelitian Indiyanto dari perspektif migrasi penduduk. Penduduk Indonesia beragama Kristen dan Katolik ternyata paling tinggi migrasinya. Lihat tabel di bawah ini:
Migrasi
Arifin juga mengatakan bahwa faktor pertumbuhan keagamaan dalam angka demografi sangat dipengaruhi 3 variabel, yaitu: fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi (perpindahan). Namun demikian, dalam situasi Indonesia, kita juga patut mempertimbangkan 3 faktor lain, seperti: pemekaran daerah (kabupaten dan provinsi), kualitas data, dan konversi agama (dalam pengertian mereka yang dahulu ‘terpaksa’ memilih salah satu agama tertentu karena pemeluk agama kepercayaan, misalnya orang Dayak di Kalimantan pemeluk Kaharingan memilih Agama Hindu di KTPnya).
Pembicara ketiga, Ihsan Ali-Fauzi, mengatakan bahwa membaca angka demografi seringkali dipolitisasi untuk kepentingan tertentu, termasuk dipolitisasi dalam keagamaan. Karena itu, ia sepakat dengan Indiyanto bahwa kita harus berhati-hati membaca angka demografi agama dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan yang bersifat fatal dan merugikan kita semua.
Peluncuran dan diskusi buku: “Agama di Indonesia dalam Angka: Dinamika Demografis Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000 dan 2010” menghadirkan tiga pembicara, yaitu: Agus Indiyanto (penulis buku), Evi Nurvidya Arifin (demografer), dan Ihsan Ali-Fauzi (dosen ilmu politik di Universitas Paramadina).
Oleh: Boy Tonggor Siahaan

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*