Institut Leimena mengadakan Diskusi Terbatas bertopik “Melawan Korupsi dengan Mencegah Pencucian Uang”, di Wisma Teuku Umar, pada tanggal 28 Agustus 2013. Pdt A.A. Yewangoe (Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)) dan Febri Diansyah (Peneliti, Indonesia Corruption Watch (ICW)) hadir sebagai narasumber dalam Diskusi Terbatas ini. Acara diskusi ini dihadiri beberapa perwakilan Sinode Gereja, para praktisi hukum dan pengurus Institut Leimena.
Dalam pemaparannya, Pdt Yewangoe menegaskan bahwa gereja penting untuk waspada terhadap segala bentuk praktek korupsi (termasuk di dalamnya pencucian uang) dan menjaga integritasnya dalam melaksanakan misinya. Secara teologis, praktek “cuci dosa” yang sebenarnya tergolong “cuci uang” tidak dibenarkan. Bahkan sidang MPL PGI tahun 2012 di Melonguane, Kab. Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara telah mengeluarkan suatu keputusan bersama tentang sikap Gereja dalam Melawan Korupsi.
Febri Diansyah menyoroti secara khusus Pasal 5 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 (“Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”) yang menegaskan bahwa penerima pasif, hibah atau sumbangan hasil tindak pidana (korupsi, dll) juga dapat dijerat sanksi pidana dalam UU ini. Oleh karena itu, lembaga keagamaan atau gereja perlu menerapkan prinsip “know your custumer”, atau kenali para penyumbang dan tidak sembarangan asal menerima semua sumbangan.
Dalam kesimpulan penutupnya, moderator, Bapak Maruarar Siahaan (Hakim Mahkamah Konstitusi, 2003-2009), menegaskan ulang pentingnya Gereja untuk terus terlibat aktif dalam pemberantasan korupsi melalui mencegah pencucian uang.
Besar harapan para peserta, bahwa Diskusi Terbatas bulan Agustus ini, menjadi awal pembahasan yang lebih lanjut dan komprehensif tentang usaha pencegahan pencucian uang yang berpotensi merusak integritas Gereja dalam melaksanakan misinya.
Sumber: http://www.leimena.org/id/page/v/809/melawan-korupsi-dengan-mencegah-pencucian-uang