Maruap Siahaan: Jangan Jemu-jemu Ingatkan Jemaat Peduli Kawasan Danau Toba

JAKARTA, PGI.OR.ID – Kawasan Danau Toba tak ubahnya kota berkat di atas bukit, sekeping sorga yang diberikan Tuhan kepada orang Batak. Namun sejak penghujung tahun 1980-an kawasan danau yang tercatat sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia ini, mengalami kerusakan yang amat parah. Sebab itu, semua pihak, termasuk gereja, dituntut untuk terlibat menyelamatkan Danau Toba.

Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) Drs. Maruap Siahaan, MBA menyatakan hal tersebut dalam seminar nasional bertajuk “Save Lake Toba: Kajian Kritis Penyelamatan Danau Toba” di Grha William Suryajaya FK-UKI, Cawang, Jakarta, (17/3/2015).

“Gereja sendiri, seperti halnya institusi agama lainnya, menurut kami perlu memainkan peran yang lebih sentral dalam penyelamatan kawasan danau Toba. Mengingatkan dengan tak jemu-jemu seluruh jemaat atau umat agar merawat ciptaan Tuhan terrsebut, merupakan salah satu langkah yang bisa diambil oleh lembaga keagamaan,” katanya.

Maruap juga mengajak seluruh orang Batak, baik yang di kampung halaman maupun yang di perantau untuk bersungguh-sungguh merawat kawasan Danau Toba. “Janganlah kita mau menjadi pecundang dan penjarah yang merusak alam karya Tuhan,” tandasnya.

Seberapa parahkah kerusakan kawasan Danau Toba? Menurut penelitian sekarang ini air Danau Toba keruh dan berminyak, sehingga menyebabkan gatal di badan. Permukaan danau berantakan akibat dipadati eceng gondok, kerambah, dan sampah. Ini belum termasuk dari kakus yang menghadap ke danau, dan dari rumah-rumah, restoran, hotel-resort, dan pabrik.

Ikan yang umumnya dikonsumsi penduduk sekarang ini adalah ikan nila dan mujahir produk keramba, serba berpelet (pakan kimia), sehingga tak sehat untuk menjadi makanan manusia.

Selain itu tidak ada lagi hamparan hutan alam di kawasan tersebut. Selama puluhan tahun kayu-kayu di sana telah dilahap oleh porporasi industri. Sebagian kawasan itu telah diubah peruntukannya oleh pelbagai kalangan. Sebuah data resmi menyebutkan sejak 2006 kawasan Danau Toba telah mengalami lahan kritis sudah mencapai 65% dari luas Daerah Tangkapan Air (DTA), yakni 133.351.83 Ha, dan kawasan hutang telah hilang seluas 16.000 Ha.

Akibat kerusakan tersebut, lanjut Maruap, merosotnya mutu kehidupan masyarakat sekitar. Kegairahan dan optimisme masyarakat untuk menyonsong hari esok tergerus dari hari ke hari.

Sebab itu, YPDT menyambut baik pencanangan Nawacita oleh pemerintah. Hal ini sebagai bentuk kehadiran pemerintah di tengah masyarakatnya. Kehadiran itu untuk melindungi dan mengayomi. Apa yang terjadi selama 20 tahun terakhir ini di Kawasan Danau Toba tidak seperti itu. Negara tidak hadir untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara. Akibatnya terjadilah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjwab.

“Kami mengapresiasi Nawacita dari pemerintah Presiden Joko Widodo. Dalam konteks Kawasan Danau Toba sekarang, Nawacita laksana darah bantuan untuk tubuh pasukan yang sedang terkapar di medan perang,” katanya. (Boy Tonggor Siahaan)