Setelah hampir 7 dekade kemerdekaan dan setelah melewati 15 tahun era reformasi, Indonesia memasuki fase yang menentukan eksistensinya sebagai negara bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Indonesia telah memiliki Konstitusi yang meletakkan dasar dan prinsip kehidupan bersama, serta fondasi memperbaiki tata kelola negara atas dasar perikemanusiaan, keadilan dan penghargaan pada kebhinnekaan. Upaya-upaya di era reformasi telah menghantarkan Indonesia menapaki demokratisasi dan pemajuan HAM, sebagaimana juga diakui oleh komunitas internasional.
Namun, tapak itu terasa rapuh dan kerap inkonsisten. Dalam pelaksanaannya, demokrasi yang dimiliki masih lebih bersifat prosedural dan instrumen demokratisasi seperti desentralisasi atau otonomi daerah, pemekaran daerah, pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah cenderung menjadi alat perebutan kuasa dan berpotensi memecah-belah bangsa. Situasi ini diperburuk oleh korupsi dan politisasi SARA yang merajalela, impunitas pelaku kekerasan dan penjahat HAM, kriminalisasi korban atas nama agama dan pembangunan, pemiskinan yang sistemik, serta pelembagaan diskriminasi yang mengikis nilai-nilai Konstitusi.
Di tengah gegap gepita pertumbuhan ekonomi, Indonesia tak mampu menurunkan angka kematian ibu dan jumlah anak kurang gizi kronis dan belum dapat menghadirkan kesetaraan substantif sebab kebijakan diskriminatif terus bertambah, kekerasan terhadap perempuan dan kelompok minoritas belum tertangani, dan representasi perempuan dalam politik masih rendah. Masyarakat kehilangan akses atas pengelolaan sumber daya akibat kebijakan investasi asing utamanya tambang dan perkebunan sawit, dan harus berjuang sendiri untuk mempertahankan hidup termasuk dengan menjadi kuli tanpa perlindungan di dalam dan luar negeri. Semua itu merupakan bukti nyata kegagalan pemerintahan di dalam memenuhi hak-hak konstitusional warga negara.
Karenanya, pergantian kepemimpinan dan hasil PEMILU 2014 merupakan pertaruhan yang akan menentukan keberhasilan dan kegagalan negara bangsa dalam memenuhi mandat Konstitusi.
Untuk itu, kami 170 organisasi dan individu dari seluruh Indonesia menegaskan JANJI KEBANGSAAN sebagaimana termaktub dalam Konstitusi dan mendesak para pemimpin terpilih untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
- Memastikan pemenuhan hak-hak dasar dan kemerdekaan hakiki warga negara, dengan prioritas:
- Menjamin rasa aman warga negara dalam menggunakan dan menikmati haknya atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya, dalam perlindungan dari ketakutan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang merupakan hak asasinya, dan dalam beraktivitas di dalam maupun di luar rumah;
- Membuat UU yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan;
- Membentuk payung hukum dan melaksanakannya untuk mewujudkan jaminan hak bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi atas dasar apapun dan hak atas perlakuan khusus demi kesetaraan dan keadilan, termasuk bagi masyarakat adat, penghayat kepercayaan dan penganut agama leluhur, disabilitas, buruh, tani, dan nelayan;
- Memastikan integritas sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, dengan prioritas:
- Membatalkan semua kebijakan inkonstitusional dan diskriminatif,
- Menuntaskan pembahasan perubahan atas KUHP dan KUHAP dengan perspektif Hak Asasi Manusia dan keadilan jender
- Menguatkan kelembagaan pengujian peraturan perundang-undangan, termasuk dengan peradilan terbuka dalam mekanisme Judicial Review di Mahkamah Agung dan dengan hak uji konstitusional warga negara di Mahkamah Konstitusi.
- Meneguhkan demokrasi dan menata ulang desentralisasi, dengan prioritas:
- Moratorium pemekaran daerah
- Perbaikan dan peningkatan pelayanan publik, termasuk melalui perubahan atas Undang-Undang Pemerintahan Daerah
- Meningkatkan partisipasi dan kontrol masyarakat terhadap akuntabilitas pemerintahan.
- Reformasi partai politik
- Menyelenggarakan pengawasan pelaksanaan desentralisasi, baik dalam mekanisme otonomi daerah maupun otonomi khusus, agar tidak bertentangan dengan Konstitusi.
- Mengubah orientasi pembangunan ke arah pemenuhan hak hidup sejahtera lahir dan batin, dengan prioritas:
- Mengefektifkan program untuk mencapai target penurunan angka kematian ibu dan jumlah anak kurang gizi
- Membangun kemandirian ekonomi masyarakat dan kedaulatan pangan
- Mengubah strategi pembangunan untuk dengan nyata mengurangi kesenjangan antara kaya-miskin, kota-desa, dan barat-timur Indonesia, termasuk dengan menyusun strategi pembangunan yang berorientasi negara kepulauan.
- Moratorium hutang luar negeri
- Moratorium izin tambang dan pengelolaan hutan, dan menggantikannya dengan kebijakan yang memastikan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kelestarian dan kemanfaatan sumber daya alam mulai dari tingkat konsultasi sampai pada pengelolaan dengan menghormati hak masyarakat adat, menghargai hak ulayat, serta HAM dan jender
- Melakukan penegakan hukum yang sungguh-sungguh terhadap pelaku korupsi sebagai pelaku kejahatan luar biasa
- Dengan kritis dan dengan langkah perbaikan konkrit perangkat pelaksanaannya a.l. dalam ketersediaan data, infrasktruktur, dan anggaran untuk melaksanakan UU yang telah ada, termasuk UU BPJS, UU kesehatan dan UU Desa, guna mencapai tujuan tersebut di atas
- Meningkatkan kualitas pencegahan dan penanganan eksploitasi tenaga kerja di dalam dan luar negeri
- Menyegerakan pemenuhan hak atas keadilan, dengan prioritas:
- Melakukan penegakan hukum untuk memutus impunitas dan mencegah keberulangan kejahatan, termasuk dalam hal tindak pelanggaran HAM masa lalu.
- Mewujudkan kesetaraan relasi laki-laki dan perempuan melalui a.l. perubahan atas UU perkawinan, peningkatan representasi perempuan dalam politik dan integrasi pendidikan HAM dan jender dalam kurikulum
- Menyusun kerangka hukum lebih komprehensif untuk menangani kekerasan seksual
- Mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan prioritas:
- Mengubah sistem dan kurikulum pendidikan agar menumbuhkan karakter bangsa yang berakar pada nilai-nilai Konstitusi dan menciptakan generasi yang mandiri dan kritis.
- Menjadikan Ujian Nasional bukan sebagai penentu kelulusan siswa melainkan evaluasi pelayanan publik dalam pelaksanaan sistem pendidikan
- Memastikan adanya pendidikan politik dan kewarganegaraan (civic education) untuk mengentalkan pemahaman pada Konstitusi, penghargaan pada HAM dan kebhinnekaan, meningkatkan kepekaan sosial, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan negara-bangsa.
Kami menyerukan kepada Saudara Sebangsa Setanah Air untuk menyatukan kekuatan melanjutkan perjuangan bersama untuk menyelamatkan Indonesia dan memastikan pelaksanaan JANJI KEBANGSAAN.
Jakarta, 27 Februari 2014
Be the first to comment