LWF Ethiopia Memberikan Persepktif dari Komunitas yang Hancur Akibat Perubahan Iklim

Biruk Kebede

MAROKO,PGI.OR.ID-Delegasi dari The Lutheran World Federation (LWF) dan Organisasi Non-Pemerintah lainnya mengambil bagian dalam Konfrensi Iklim PBB di Maroko. Mereka berbagi peluang dan tantangan yang hadapi dalam merawat ciptaan dalam pertemuan tingkat dunia ini.

“Saya telah melihat anak-anak menderita, saya juga telah melihat wanita menderita,” ucap Biruk Kebede, koordinator program di program negara LWF di Ethiopia. “Dua minggu yang lalu saya berada di sebuah kampung lalu berbincang dengan seorang wanita tua. Saya sekarang di sini di Marakaseh untuk berbicara kepada pemimpin muda dari seluruh dunia. Hal ini yang akan saya bagikan kepada kalian,” ujar pria yang masih berusia 29 Tahun ini. Ia berbicara pada sesi “Pendidikan, Pemuda, dan Perubahan Iklim” dalam panel yang diselenggarakan oleh LWF dan World Young Men’s Christian Association.

Kebede mengatakan, dengan pandangan unik sebagai seorang Ethiopia yang mampu “Membawa suara dari yang paling rentan kemana tindakan akan dilakukan, dan memastikan suara kita didengarkan oleh pengambil keputusan.”

Panelis lainnya Mathilde Emilie Thue dari Norwegian Children and Youth Council mengatakan, ini adalah kesaksian dari komunitas yang menghadapi efek perubahan iklim di dunia bagian selatan yang lebih terkena dampak. Ini sangat menarik hati dan pikiran, dibanding  negera dimana tidak terlalu merasakan dampak dari perubahan iklim itu sendiri.

Kabede menyetujui: “Pertama kita semua mengetahui apa yang terjadi dalam komunitas yang paling terkena dampaknya, siapa yang paling rentan.”

Sementara itu, pemimpin dunia pada pembukaan pertemuan dari sesi ke-22 konferensi kelompok (COP 22) untuk UN Framework Convention on Climate Change mengakui bahwa sebagai COP Afrika, yang berlangsung sejak 7-18 November 2016 ini, membutuhkan fokus perhatian pada peran pemuda dan komunitas yang rentan di Afrika dan regional Selatan. Bisa menjadi suatu tantangan ketika krisis lainnya bersaing untuk mendapatkan perhatian yang terbatas dan sumber daya, yang bagi Kebede, juga merupakan masalah persepsi.

Kelaparan dan Kekeringan

“Orang-orang mengatakan perubahan iklim akan mempengaruhi Afrika setelah 20 Tahun,” catatnya. “Kami memiliki perang saudara. Kami memiliki kelaparan. Kami memiliki orang muda yang migrasi ke Eropa. Semakin banyak yang penting dan semakin memerlukan tindakan lebih lanjut,” dia menambahkan, mengacu ke Ethiopia yang telah mengumumkan keadaan darurat di awal tahun 2016, setelah periode dua tahun kekeringan, dengan 10.2 juta penduduk membutuhkan bantuan makanan untuk bertahan hidup.

Pada Mei hujan tidak menentu kembali turun di sebagain wilayah negara dan dibagian lain mengalami hujan yang sangat deras dan banjir, juga yang menyebabkan kerusakan. “Ada hal yang hilang adalah bahwa migrasi terjadi karena kelaparan. Kelaparan terjadi karena kekeringan dan kekeringan terjadi karena perubahan iklim. Jadi ini waktu untuk kita untuk menciptakan kepedulian mengenai korelasi ini dan akar penyebab perubahan iklim,” tambah Kebede.

Perjanjian Paris tahun 2015 dari COP 21 merupakan suatu pijakan yang kuat dalam konsesus global untuk mengatasi kenaikan tempratur dan membuat komitmen untuk mengurangi efek cuaca eksterim terkhususnya kepada orang-orang yang paling rentan. Presiden COP telah menyatakan bahwa tahun ini sebagai “COP of action” dengan harapan pemimpin dunia akan menuntaskan rincian yang akan membuat tujuan ambisius menjadi sebuah kenyataan.

Inisiatif dan Kepemimpinan Muda

Bagi Kebede, orang muda memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan keadilan iklim menjadi nyata. “Pemuda juga harus mengambil bagian dalam tindakan,” ucapnya. “Kita butuh untuk ikut bagian dan memimpin inisiatif di gereja-gereja kita masing-masing, sekolah, dan dimana pun kita berada.”

LWF memutuskan memulai di tahun 2011 untuk membuat delegasi tokoh pemuda dalam perwakilan utama dalam konferensi iklim tahunan PBB. Sekretaris Pemuda LWF Caroline Bader mengatakan keputusan ini diambil dalam bagian pengembangan dan membantu kapasitas pemimpin muda.

Kebede juga menyinggung  mengenai kurangnya ruang demokrasi untuk pemuda di banyak negara dan gereja, dan berharap mereka akan lebih diterlibatkan dalam banyak forum, berbicara, dan mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. “Kita di LWF memiliki komitmen global mengenai 20 persen dari kepemimpinan disediakan untuk para orang muda,” ia menegaskan “Kamu tidak selalu dapat berada di belakang untuk membuat kegaduhan. Ini waktunya juga untuk melangkah, dan mengambil bagiam dan menyuarakan mengenai apa yang akan dunia kita terlihat besok hari.

Ia mengajak orang muda untuk “sebarkan pesan dan menjadi lantang berbicara mengenai perubahan iklim,” dan, didorong oleh yang baru-baru ini terjadi Katholik-Lutheran pada peringatan bersama di Lund, Swedia, meyimpulkan: “Kita butuh berdoa untuk perubahan hati dan pikiran bukan hanya mengenai kita tapi juga untuk orang-orang yang sedang negoisasi untuk implementasi perjanjian Paris.

Bekerja dengan Masyarakat di Ethiopia

Pekerjaan program negara LWF di Ethiopia bermaksud membantu petani skala kecil pinggiran mengenai skema irigasi, penyediaan air bersih yang aman untuk pemakaian domestik, pelatihan dan dukungan teknikal. Selama periode kekeringan atau banjir, LWF menyediakan bantuan makanan dan bentuk lainnya untuk membantu yang terkena dampak.

Gereja anggota LWF, Ethiopian Evangelical Church Mekane Yesus, juga melakukan proyek pengembangan daerah pinggiran dengan masyarakat yang paling rentan terkena cuaca ekstrem. (Jonathan Simatupang. Sumber: CCA News)