AMBON,PGI.OR.ID-Lokakarya Women’s Crisis Center (WCC)/Pusat Krisis Perempuan yang sedang dilaksanakan di Jemaat GPM Lanud Pattimura pada 7-9 November 2017, diawali dengan ibadah pembukaan.
Dalam khotbahnya Ibu Pdt. Jeni Mahupale, M. Si menyampaikan tentang Arika Mahina. Arika, artinya gesit, cekatan bergerak cepat. Ina artinya perempuan. Arika mahina adalah perempuan yang selalu tanggap, peka dan bergerak cepat untuk melakukan tindakan pemulihan (pertolongan).
Pdt. Mahupale berharap, semua peserta lokakrya WCC ini dapat semakin gesit dan bergerak cepat dalam penanganan dan pelayanan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak setelah lokakarya ini.
Sementara itu, Wakil Ketua Dua Sinode GPM, Pdt. P. Refialy, M.Th dalam sambutan pembukaan lokakarya WCC menyebutkan, bahwa Gereja-gereja dan Sinode-Sinode dipanggil Tuhan untuk mengatasi masalah-masalah sosial, termasuk masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Kami mengharapkan para peserta dapat mengikuti lokakarya ini dengan baik dan narasumber memberikan pemahaman yang terbaik tentang WCC tersebut kepada semua peserta,” katanya.
Sedangkan Walikota Ambon Richart Louhenapessy, SH yang hadir pada ibadah pembukaan menyampaikan bahwa pemerintah harus berterima kasih kepada Gereja-gereja Anggota PGI dan khususnya kepada Biro Perempuan dan Anak (BPA) PGI atas pelatihan WCC ini.
Komandan Pangkalan TNI AU Lanud Pattimura Aldrian P. Mongan juga menyampaikan dalam sambutannya dan menekankan bahwa perempuan dan anak-anak tidak boleh menjadi target kekerasan.
Dia menambahkan, sangat berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh PGI dan Sinode GPM kepada Jemaat GPM Lanud Pattimura menjadi tuan dan nyonya rumah untuk pelatihan WCC tersebut. “Kami sangat senang tempat kami ini dipilih dan dipercayakan untuk tugas berharga ini,” tandasnya.
Mewakili MPH-PGI, Pdt. DR. Lintje H. Pellu dalam sambutannya menyampikan bahwa pergumulan Gereja-gereja anggota PGI begitu kompleks dan variatif. Oleh karena itu program-program dan kegiatan harus menjawab tantangan pergumulan konteks lokal sambil peka juga dengan persoalan nasional, global dan universal. Tugas misioner gereja menjalankan misi Allah membawa pembebasan dan penyembuhan , pemulihan bagi dunia, bagi perempuan dan anak.
“Harapan kami melalui lokakarya ini wawasan kita semakin baik tentang WCC dan dimampukan untuk memberi perlindungan bagi korban kekerasan. Terutama kita tergerak untuk membentuk mekanisme perlindungan terhadap korban kekerasan melalui WCC,” jelasnya.
Lokakarya WCC diselenggarakan oleh Biro Perempuan dan Anak (BPA)-PGI bersama-sama Gereja Protestan Maluku (GPM) Ambon, khususnya Komisi Perempuan Sinode GPM. Tema lokakarya WCC adalah “Meneladani Kristus menjadi Sahabat Bagi Sesama/Penyintas”. Narasumber yang memfasilitasi lokakarya tersebut adalah yang mewakili MPH-PGI, Ibu Pdt. Lintje H. Pellu; BPA-PGI; Badan Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Masyarakat Desa dan Rifka Annisa Yogyakarta. Peserta yang hadir dalam lokakarya ini sebanyak 27 orang dari beberapa sinode antara lain: GPM; GKST; Gereja Toraja; GMIM; GKPB; GKSBS; GBKP; GKPS dan HKBP.
Lokakarya ini adalah sebagai wadah untuk mengetahui konsep WCC dan pembentukan cara mendirikan/pembentukan WCC dan khususnya tentang peran serta gereja dalam pelayanan WCC tersebut. Selanjutnya diharapkan lokakarya tersebut akan menghasilkan suatu panduan/cara untuk mendirikan WCC. Panduan tersebut akan menjadi pegangan bagi gereja-gereja anggota PGI dalam membentuk/mendirikan WCC dan pelayanan WCC di sinodedan gereja masing-masing. (Repelita Tambunan-BPA-PGI)
Be the first to comment