Lokakarya Menabur Toleransi Bersama Pemuda Yogyakarta

YOGYAKARTA,PGI.OR.ID-Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)-Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta bersama Institut DIAN/Interfidei memprakarsai terselenggaranya lokakarya pemuda lintas iman bertajuk Menabur Toleransi Bersama Pemuda Yogyakarta, pada hari Kamis-Jumat (12-13/1) di Student Center GMKI kota Yogyakarta.

Antusiasme dari para pemuda-pemudi terlihat dari banyaknya peserta yang hadir. Tercatat acara ini dihadiri oleh pemuda pemudi dari kalalangan Kristen, Islam, Hindu dan Budha serta pengurus dari berbagai organisasi pemuda lintas iman.

Hari pertama dibuka dengan sesi dari POLDA DIY diwakili Suryatama, S.H dari bidang DITBINMAS yang menyajikan materi tentang Toleransi Dan Bela Negara. Dalam paparannya dia mengatakan bahwa dalam mempertahankan keamanan negara ini adalah kewajiban dari semua warga negara.

Suryatama juga secara gamblang menunjukkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan seputar kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, Termasuk kasus yang terjadi di salah satu kecamatan di kabupaten Bantul, terjadinya penolakan dari sekelompok masyarakat karena agama camat tersebut. Begitu juga mengenai “klitih”, pihak POLDA DIY sudah berusaha keras agar tidak terjadi di Yogyakarta.

“Sepertinya predikat Kota Toleransi atau The City ofTolerance yang selama ini melekat ternyata sudah bergeser, dimana banyak kasus-kasus yang terjadi semakin terlihat bahwa Yogyakarta berpihak hanya kesalah satu agama, ini menandakan semakin terkikisnya toleransi di kota gudeg ini,” ujar Suryatama.

Pihak Kepolisian Republik Indonesia berharap, dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat khususnya remaja dan pemuda diharapkan meminimalisir terjadinya intoleransi di Indonesia. Salah satunya dengan memperbanyak acara-acara seperti ini, melibatkan semua pemuda lintas iman. Melalui tanya jawab dan sharing, terlihat betapa para pemuda sangat antusias..Acara hari pertama ditutup dengandoa secara Islam dari salah seorang pemuda Islam.

Sementara di hari kedua, panitia menghadirkan seorang Bikhu dari Vihara Mendut. Kehadiran bante Atthapiyo, seorang bante yang berasal dari Flores, bercerita bagaimana dia menjadi seorang bante dan suka dukanya ketika keluarga melakukan penolakan karena keluarganya mayoritas Katholik. Dan juga bercerita tentang meditasi dan seputar agama Budha.

Pemuka agama Buddha di Vihara Mendut ini, dalamkesempatan lokakarya hari ke dua ini, memaparkan toleransi dalam perspektif Budha. Kehadirannya sangat memukau semua peserta, mungkin karena memang pada bante jarang sekali bisa ber-interaksi secara langsung dengan orang luar dan juga kemungkinan karena rasa antusiasme peserta untuk mengetahui lebih dalam tentang agama Budha.

Melalui pemaparannya, banyak hal yang didapatkan oleh para pemuda lintas agama ini.Dalam penyampaiannya, beliau menyampaikan bahwa perdamaian itu akan terjadi apabila kita sudah bisa berdamai dengan diri sendiri. Itulah sebabnya, di dalam ajaran Buddha, mengajarkan meditasi yang bertujuan untuk memberikan ketenangan dankesadaran dalam diri. Karena sesungguhnya dalam setiap agama ajaranya adalah kasih.

Usai menyelesaikan paparannya, banyak pertanyaan dari para peserta. Sampai-sampai melewati batas waktu yang sudah ditetapkan panitia. Tapi dengan paparannya membuka pikiran kita, bahwa kehidupan toleransi memang yang terbaik dan itu harus dimulai dari para kaum muda supaya tidak mudah terprovokasi.

Saatnya bergandengan tangan, deminegeri tercinta Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengakhiri acara ini ditutup dengan doa dari pemuda Budha. Dari hasil lokakarya selama dua hari ini, lahir satu komitmen untuk tetap menjaga silaturahmi dengan membentuk satu grup, dari Yogyakarta untuk Indonesia. (restisinamo)