JAKARTA, PGI.OR.ID -Berdasarkan dokumentasi Komnas HAM 2012 hingga 2015, tercatat terjadi sekitar 42 kasus yang menimpa Pembela HAM di Indonesia. Di 2012 terjadi 5 kasus pelanggaran, selanjutnya 2013 meningkat menjadi 10 kasus, 2014 kembali naik menjadi 22 kasus, sementara untuk 2015 (periode Januari-Februari) sudah terjadi sebanyak 5 kasus, dengan kecenderungan akan melanjutkan trend peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Demikian Laporan Situasi Pembela Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun 2012-2015 yang dilounching oleh Desk Pembela HAM-Komnas HAM, Selasa (15/9) di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, No. 4B, Menteng, Jakarta Pusat.
Pembela HAM yang dimaksud adalah orang-orang yang secara individu atau bersama-sama, melakukan tindakan untuk mempromosikan atau melindungi hak-hak asasi manusia.
Berdasarkan wilayah, maka daerah yang tertinggi melakukan pelanggaran terhadap Pembela HAM yaitu Sumatera Selatan (9 kasus), kemudian Jakarta (7 kasus) dan Jawa Timur (5 kasus). Sementara yang terendah NTB dan Jambi.
Kendati jumlah kasus yang dialami Pembela HAM di Papua relatif rendah dibandingkan Sumatera Selatan dan Jakarta, namun kasus-kasus pelanggaran yang terjadi di Papua (8 kasus) dan Papua Barat (4 kasus) tergolong kasus berat, dan jauh lebih kompleks dan lebih beragam, mulai dari penculikan hingga pembunuhan. Begitu juga di Yogyakarta (4 kasus), walaupun kasus pelanggaran di wilayah ini sedikit di bawah Jawa Barat dan Timur, namun Yogyakarta termasuk dalam daerah yang cukup rentan bagi para Pembela HAM.
Kemudian pelanggaran terhadap Pembela HAM berdasarkan pengelompokan isu, dari 37 kasus Pembela HAM yang dicatat Komnas HAM, sekurangnya terdapat 11 isu yang rentan bagi para Pembela HAM yaitu lingkungan, agraria, perburuhan, korupsi, jurnalistik, pendidikan, LGBT, dan kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum.
Sering meningkat konflik pertanahan di sejumlah daerah, para Pembela HAM yang bekerja pada isu agrarian banyak mengalami kekerasan dan kerentanan. Dari 2012-2015 Komnas HAM mencatat sedikitnya terdapat 16 kasus yang menimpa Pembela HAM yang bekerja di isu agrarian. Selanjutnya diikuti penyerangan dan pembubaran pertemuan dan aksi demonstrasi untuk mengemukakan pendapat.
Pelanggaran terhadap Pembela HAM, dilakukan oleh aparat keamanan (aktor negara) namun juga oleh kelompok masyarakat (aktor non negara). Namun yang cukup menarik dari data di atas adalah meningkatnya serangan terhadap aktivis anti korupsi, terutama pada awal 2015.
Terkait tipologi aktor, berdasarkan data Komnas HAM, dari 52 kasus yang dialami Pembela HAM, jumlah pihak yang dilaporkan lebih banyak dibandingkan jumlah kasusnya, karena dalam satu kasus pihak yang terlibat seringkali lebih dari satu pihak. Misalnya kekerasan yang dialami pada isu agrarian, pihak yang dilaporkan bisa terdiri dari perusahaan swasta, aparat pemerintah dan aparat keamanan.
Pihak yang paling banyak dilaporkan melakukan pelanggaran terhadap Pembela HAM ialah Polisi (15), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) (8), preman/orang tidak dikenal (7), dan manajemen perusahaan (7).
Siti Noor Laila, Ketua Pelapor Khusus Pembela HAM menegaskan, dalam menjalankan tugasnya Pembela HAM bekerja dilindungi oleh konstitusi dan berbagai perundang-undangan, keberadaan dan peran strategis Pembela HAM sangat membantu masyarakat yang dilanggar haknya, dan juga mendorong negara untuk melaksanakan kewajibannya. Namun, dalam menjalankan kerja-kerjanya memiliki risiko yang besar terhadap keamanan dirinya. Pada situasi ini tampaknya negara belum dalam memberikan perlindungan terhadap mereka, bahkan malah menjadi salah satu pihak yang turut serta melakukan pelanggaran HAM.
Siti berharap, berdasarkan hasil pemantauan dan dokumentasi Desk Pembela HAM-Komnas HAM dalam laporan situasi perlindungan Pembela HAM ini, sejumlah pihak yang telah direkomendasikan, dapat bersama-sama memajukan perlindungan dan pemulihan efektif bagi Pembela HAM di Indonesia.
Editor: Jeirry Somampow