Laporan Komnas HAM: Pemda Lemah Tangani Kasus KBB

Ilustrasi. Puluhan jemaat umat Kristiani dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dan Huria Kristen Batak Protestan (HKPB) Filadelfia menggelar ibadah Natal di seberang Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (25/12/2014). (Foto: dok.Satuharapan.com)

JAKARTA, PGI.OR.ID – Pemerintah daerah tidak memiliki kemampuan memadai dan lemah berkoordinasi dalam menangani berbagai perkara kebebasan beragama yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, demikian penilaian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam Laporan Tiga Bulan: Periode April – Juni 2015 tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) yang disampaikan pada media, Jumat (3/7).

Komisioner Komnas HAM, M Imdadun Rahmat dalam pernyataan persnya mengatakan, “Belum meratanya pemahaman aparatus pemerintah mengenai prinsip-prinsip hak atas KBB (Kebebasan Beribadah dan Berkeyakinan), bahkan sebagian besar aparatus pemerintah di daerah masih belum dapat membedakan antara hak-hak beragama yang tidak boleh dibatasi dalam keadaan apapun dan hak-hak yang boleh dibatasi.”

Komnas HAM menilai saat ini dukungan politik bagi aparat penegak hukum sangat minim dalam menindak para pelaku tindak pidana atas dasar agama. Sebagian besar aparat penegak hukum ragu atau bahkan takut melaksanakan perintah hukum dengan konsekuensi akan berhadapan dengan mayoritas.

“Masih lemahnya pemahaman tentang prinsip-prinsip pelayanan publik yang fair dan imparsial di sebagian aparatus pemerintah. Dalam banyak kasus perijinan rumah ibadah misalnya, sebagian besar aparatus pelayanan publik belum dapat membedakan fungsi mereka sebagai pelayan publik dengan kepentingan mereka sebagai penganut keyakinan tertentu,” Imdadun menambahkan.

Komnas HAM mendesak sejumlah pihak melaksanakan langkah-langkah yang konkrit dalam KBB dengan mengajak bekerja sama dengan Komnas HAM. “Komnas HAM mendesak kepada Pemda yang menghadapi masalah pelanggaran hak atas KBB agar lebih terbuka dan kooperatif, baik dalam proses pemantauan, mediasi kasus maupun penyuluhan yang dilaksanakan Komnas HAM. Dengan adanya kerjasama dan keterbukaan tersebut, Pemerintah Daerah telah mendukung penguatan perlindungan HAM bagi setiap warga negara,” kata Imdadun.

Komnas HAM juga mendesak kepada kepolisian untuk menjadi garda terdepan penegakan hukum di Indonesia secara adil serta tidak hanya mengedapankan memelihara keamanan dan ketertiban. Sikap tegas kepolisian terhadap para pelaku pelanggaran hukum atas dasar agama sangat dibutuhkan.

Disamping itu Komnas HAM mendorong kepada Pemerintah Pusat untuk meningkatkan program penguatan pemahaman dan komitmen HAM bagi aparatus pemerintah, sekaligus menjadikan hak atas kebebasan beragama sebagai salah satu indikator penilaian keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.

“Komnas HAM mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk bersama-sama dengan Pemerintah memperkuat prinsip-prinsip HAM dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama,” kata Imdadun.

Menurut Komnas HAM dalam tiga bulan terakhir, setelah melakukan peninjauan ke berbagai daerah ada dua regulasi yang perlu dikaji ulang yakni kajian Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Rumah Ibadah dan Draft Rancangan Undang-undang Perlindungan Umat Beragama.

Dalam Kajian PBM Rumah Ibadah, Komnas HAM melihat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) diperoleh kesimpulan bahwa PBM cederung mempersulit kelompok minoritas dalam meperoleh ijin mendirikan rumah ibadah. Demikian pula kesimpulan yang diperoleh dari sebuah Forum Group Discussion (FGD) di Banda Aceh bahwa PBM tidak efektif, selain karena kurang sosialisasi, PBM juga menyulitkan pemerintah dalam menerapkannya, karena tidak ada penjelasan untuk pasal-pasal yang multitafsir.

Sementara dari FGD di Bandung diperoleh kesimpulan bahwa PBM tidak efektif, karena tidak ada peran penegak hukum terutama kepolisian di dalamnya. Selain itu, keberadaan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) juga tidak produktif, karena para anggota FKUB banyak yang tidak memahami peran mereka baik secara internal maupun eksternal.

Dalam kajian Draft RUU PUB, Desk KBB Komnas HAM menemukan sejumlah ketentuan yang berpotensi melanggar hak atas KBB dan melahirkan diskriminasi agama di masa mendatang. Bahkan dalam draft tersebut ketentuan-ketentuan yang ada dalam PBM No. 9 dan 8 yang dalam kajian Komnas HAM banyak mengandung masalah juga dimasukkan secara utuh. (PR/satuharapan.com)