Kunjungan PGI ke Negeri Adat Rumah Olat: Dibutuhkan Kesatuan Hati dan Tujuan dalam Memperjuangkan Pengembalian Status Negeri Adat

Dialog antara masyarakat Negeri Adat Rumah Olat dengan utusan PGI

RUMAH OLAT,PGI.OR.ID – Pergumulan untuk memperoleh pengakuan sebagai masyarakat adat, dengan batas wilayah petuanan (wilayah adat yang dikuasai dan dikelola berdasarkan hukum adat yang berlaku) telah menjadi perjalanan panjang masyarakat adat di Negeri Rumah Olat, sebuah negeri adat yang terletak di bagian utara Pulau Seram, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah. Penyerobotan wilayah petuanan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sudah sering terjadi, bahkan bagi masyarakat hal tersebut sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

“…tanah ada di sini sudah diseroboti oleh orang, dan tanah adat tersebut sudah ditanami dengan tanaman mereka. Namun, bagaimana lagi dengan tanah adat ini? Apakah tanah-tanah adat ini bisa dikembalikan?” Kata Bp Tinus, salah seorang warga Negeri Rumah Olat, dalam dialog antara masyarakat Negeri Rumah Olat dengan utusan PGI, Johny Simanjuntak dan Beril Huliselan.  Dialog ini berlangsung selama dua hari, 26-27 November 2018, di Negeri Rumah Olat dalam rangka pengumpulan data serta upaya mendengar berbagai keluhan dari kaca mata masyarakat adat itu sendiri.

Kepada masyarakat Rumah Olat, Johny Simanjuntak selaku Ketua Komisi Hukum PGI menyampaikan bahwa: “hak adat adalah hak yang tidak bisa diabaikan oleh Republik karena Republik ada setelah ada hukum-hukum adat, setelah ada negeri-negeri adat. Karena itu, hukum nasional kita mengakui hukum adat. Apa yang diperjuangkan masyarakat Rumah Olat adalah bagian dari hukum yang sudah ditetapkan di Republik ini. Karena itu, butuh waktu panjang untuk meyakinkan pemimpin Republik, pemimpin provinsi, pemimpin kabupaten, pemimpin kecamatan dan pemimpin akan hak Negeri Rumah Olat”

Memang ada perbedaan pendapat mengenai cara memperjuangkan status sebagai negeri adat, namun dialog antara masyarakat Rumah Olat dengan utusan PGI bisa dikatakan berhasil menjembatani perbedaan tersebut. Hal ini penting mengingat masyarakat Rumah Olat, sebagaimana diingatkan oleh Beril Huliselan, adalah kunci dari perjuangan pengembalian status sebagai negeri adat. Karena itu, dibutuhkan kesatuan hati, pikiran, tindakan dan tujuan dalam memperjuangkan pengembalian status tersebut.

Bagi masyarakat Rumah Olat, status mereka sebagai negeri adat sudah ada jauh sebelum zaman Portugis. Namun, pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa berdampak pada pelemahan fungsi-fungsi lembaga adat dan penurunan status negeri menjadi dusun, yakni unit di dalam desa yang menjadi bagian dari pelaksanaan pemerintahan desa. Selain itu, mereka pun sudah lama tidak menerima lagi dukungan finansial dari pemerintah kepada Negeri Rumah Olat. Hal yang paling menggelisahkan adalah pencaplokan tanah-tanah adat oleh pihak yang tidak bertanggung jawab tanpa ada penegakan hukum oleh aparat keamanan. Bagi masyarakat Rumah Olat, tanah bukan saja memiliki nilai ekonomi, namun juga mengikat relasi sosial di dalam masyarakat dan relasi mereka dengan para leluhur. Hilangnya tanah-tanah ada bukan saja berdampak pada persoalan ekonomi, namun juga terhadap tatanan budaya mereka.

 

Pewarta: Beril Huliselan

COPYRIGHT © PGI 2018

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*