Kunjungan Pendeta GMIT Klasis Kota Kupang: Membangun Kerjasama dan Peningkatan Pelayanan

Pertemuan dengan 49 pendeta GMIT Klasis Kota Kupang di Grha Oikoumene

JAKARTA,PGI.OR.ID-Dalam rangka kegiatan Rekoleksi, berhenti sejenak dari kesibukan pelayanan, dan menikmati waktu untuk merenung, dan memberi nilai apa yang telah serta akan dilakukan, sebanyak 49 pendeta Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Klasis Kota Kupang, NTT, mengunjungi Grha Oikoumene, Jakarta, dan berdiskusi dengan MPH-PGI, pada Kamis (9/10). Diskusi yang berlangsung di lantai 3, juga dihadiri para Sekretaris Eksekutif dan Kepala Biro di lingkungan PGI.

Pertemuan diawali dengan perkenalan

Pada kesempatan itu, Ketua GMIT Klasis Kota Kupang, Pdt. Elyana V. Mawualle menjelaskan, kegiatan Rekoleksi pendeta GMIT Klasis Kota Kupang telah berlangsung sejak 6-11 Mei 2019, di Bogor. Selain mendapat pencerahan lewat sesi, juga melalui kunjungan ke sejumlah tempat di antaranya LAI dan PGI.

Lanjut Pdt. Elyana, kegiatan Rekoleksi ini juga sebuah kesempatan berefleksi, membuat catatan, dan merancangkan sesuatu yang berbeda untuk pelayanan yang sama, sehingga para pendeta dan orang-orang yang ada di sekitar kita merasakan sesuatu yang baru. “Sebab itu, dari kunjungan ini kami juga berharap mendapat penyegaran dan pencerahan mengenai PGI dan program-program yang mungkin bisa dibangun lewat kerjasama,” tandasnya.

Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang mengapresiasi kegiatan Rekoleksi yang dilakukan oleh pendeta GMIT Klasis Kota Kupang. “Secara pribadi saya selalu menyambut dengan gembira ketika para pendeta mau ke luar dari lingkup pelayanannya sehari-hari, mau ke luar untuk memperluas cakrawala pemikiran dan pengalaman yang kemudian direfleksikan ketika kembali ke tempat pelayanannya,” ujarnya.

Hal serupa, lanjut Ketua Umum PGI, pernah dia lakukan ketika menjabat sebagai Direktur Institute Teologi  Gereja Toraja, dengan mengajak sekitar 30 orang pendeta untuk melakukan perjalanan ziarah iman. “Saya kira hal ini berdampak bagi pelayanan kita karena melihat dan mempelajari hal baru, dan dipraktikkan di tengah-tengah jemaat. Dengan demikian proses-proses pembaharuan gereja itu kita harapkan dapat terjadi. Sebab sebagai pelayan Tuhan para pendeta memegang posisi strategis, meski tentu kita tidak memaksakan perubahan itu, tetapi mengajak jemaat-jemaat untuk melihat hal-hal apa yang penting untuk kita lakukan terutama di tengah masyarakat yang kini berobah begitu cepat,” jelasnya.

MPH-PGI menyambut hangat kunjungan 49 orang pendeta GMIT Klasis Kota Kupang

Lebih jauh dijelaskannya, ada banyak perobahan yang kini terjadi terutama di era digital.   Suka atau tidak suka ini menjadi bagian kehidupan kita, persoalannya adalah bagaimana gereja meresponi perobahan tersebut. “Terutama generasi muda yang semua sudah sangat akrab dengan dunia digital, bagaimanapun mereka adalah bagian dari warga jemaat sehingga program-program pemuda yang sadar tentang pentingnya mendampingi pemuda bertumbuh dalam imannya di tengah era digital ini menjadi sangat penting. Cara-cara pelayanan kita pun mengalami perubahan, biar anggota pemuda kita jangan lari ke tempat lain,” kata Pdt. Ery, biasa dia disapa.

Demikian halnya dengan kemajemukan Indonesia. Menurut Ketua Umum PGI, saat ini kemajemukan Indonesia tidak hanya dari suku, budaya, bahasa, tetapi juga pola pikir. Sebab itu, pelayanan para pendeta tidak lagi seperti masa lalu, tetapi diperlukan adanya modifikasi-modifikasi sesuai dengan perkembangan. Meski demikian hal itu harus tetap sesuai dengan amanat firman Allah. “Ini perubahan yang harus terjadi. Kalau kita tidak berobah, kalau gereja tidak berobah, kalau gereja hanya peduli kepada dirinya sendiri, maka kita gagal menjadi gereja yang diutus ke dalam dunia,” tandasnya.

Sementara itu, Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, MTh, menjelaskan, ada beberapa bidang di PGI yang bisa dilibatkan dalam kerjasama. “Cuma harus dipahami bahwa konstituen PGI itu adalah pimpinan sinode sehingga program-program PGI itu memang ditujukan kepada para pimpinan sinode, lalu pimpinan sinodelah yang menunjuk klasis atau jemaat mana yang nanti akan mengerjakan. Tetapi sekalipun demikian kitakan tidak berhenti karena sebuah struktur dan birokrasi.  Jadi kalau melihat di PGI ada program tertentu dan jemaat berminat, itu bisa kita salurkan juga lewat percakapan dengan sinode,” katanya.

Berfoto usai penyerahan cinderamata dengan beberapa pendeta GMIT

Sekum PGI mencontohkan beberapa program yang telah dan akan dilakukan bersama-sama dengan gereja, semisal rencana lokakarya Literasi Media Digital yang akan dilaksanakan oleh YAKOMA PGI dengan gereja di Kupang akhir Mei nanti. Juga program Biro Pemuda PGI yang bisa dielaborasi dengan gereja-gereja, serta program Biro Perempuan dan Anak PGI yang kini fokus kepada pemberdayaan perempuan terhadap trafficking. “Di Kupang GMIT sudah membuka Rumah Harapan, ini adalah bentuk-bentuk kerjasama yang dilakukan PGI dengan gereja-gereja. Masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan,” tandas Pdt. Gomar.

Pertemuan yang berlangsung penuh keakraban ini, diakhiri dengan pertukaran cinderamata. Rombongan pendeta GMIT Klasis Kota Kupang menyerahkan kain khas masyarakat NTT serta plakat kepada MPH-PGI, Sekretaris Eksekutif, Kepala Biro serta beberapa karyawan. Sementara MPH-PGI menyerahkan logo PGI dengan motif batik Sidomukti, dan memberikan beberapa buku terbitan PGI, serta Majalah Berita Oikoumene.

 

Pewarta: Markus Saragih

COPYRIGHT@PGI 2019

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*