Kunjungan Departement of Foreign Affairs and Trade Pemerintah Australia

JAKARTA,PGI.OR.ID – Tantangan di wilayah hak-hak dasar manusia, seperti persoalan kebebasan beragama, isu penodaan agama, radikalisasi , kebebasan berbicara dan isu perempuan menjadi sorotan dalam kunjungan Rick Hanson, dari Departement of Foreign Affairs and Trade pemerintah Australia, ke Grha Oikoumene, Rabu (18/7). PGI sebagai wadah persekutuan yang mempertemukan gereja-gereja dari berbagai latar belakang denominasi memiliki sejarah yang panjang dalam interaksi dengan berbagai agama, khususnya dengan Islam. Bagi Sekum PGI, Pdt. Gomar Gultom, hal ini tidak lepas dari karakter masyarakat Indonesia yang telah lama mengedepankan harmoni dan juga peran Pancasila yang mengikat keragaman di Indonesia.

“Masyarakat Indonesia telah lama mengenal living in peaceful harmony …. Karena Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, masyarakat Indonesia dapat hidup bersama di tengah perbedaan, bahkan dalam satu keluarga terdapat agama yang berbeda”, kata Sekum PGI.

Namun, lanjut Sekum PGI, beberapa tahun belakangan terjadi pergeseran di tengah masyarakat Indonesia akibat masuknya pengaruh eksternal. Banyak pihak mengaitkan hal ini dengan proses arabisasi yang terjadi di tengah masyarakat. Karena itu, living in peaceful harmony kemudian mengalami erosi. Persoalan ini juga tidak lepas dari konstalasi politik di tanah air di mana kepentingan politik pada akhirya membuka ruang yang bebas kepada kelompok-kelompok intoleran sehingga radikalisasi berkembang, bahkan muncul gerakan anti Pancasila.

Selain itu, sebagaimana dijelaskan Sekum PGI, pengalaman buruk era Soeharto berdampak pada marginalisasi terhadap Pancasila, dan akibatnya generasi muda menjadi asing dengan Pancasila. Dalam konteks “kekosongan ideologi” tersebut, kelompok intoleran kemudian mengisi kekosongan yang ada dengan ideologi yang radikal.

Bom yang terjadi di Surabaya tidak lepas dari berkembangnya ideologi yang intoleran di Indonesia. Namun, bagi Sekum, hal tersebut secara umum tidak mengurangi tingkat partisipasi umat dalam peribadahan.

Selain bom Surabaya, ledakan identitas yang terjadi dalam Pilkada Jakarta juga memperlihatkan sisi lain dari radikalisasi yang mewarnai ruang publik di Indonesia. Dalam konteks ini, pertama, PGI berpegang pada posisi bahwa setiap orang memiliki hak yang sama di hadapan hukum. Kedua, menolak Undang-Undang Penodaan Agama yang berdampak pada kebebasan berpendapat. Bahkan, kepentingan politik pun bisa memanfaatkan soal penodaan ini untuk menyerang lawan politik atau orang yang tidak disenangi.

Isu Papua menjadi sisi lain yang menarik mengingat mayoritas penduduk adalah Kristen. Dalam interaksi antara Islam dan Kristen, masyarakat Papua memiliki kesepakatan yang membantu mereka mengurai persoalan yang ada. Namun, di sisi lain, situasi di Papua sangat kompleks mengingat persoalan kemiskinan dan ketidakadilan di Papua bercampur baur dengan dengan berbagai persoalan yang ada dalam perjalanan sejarah Papua. Dalam konteks ini, menurut Sekum PGI, relasi Islam dan Kristen di Papua menjadi kompleks karena berbagai persoalan tersebut.

Medan lain yang juga menjadi pergumulan PGI adalah persoalan angka kematian para pekerja migran, khususnya dari Malaysia dan Singapura. PGI saat ini bekerja sama dengan gereja anggota untuk memberikan perlindungan, penguatan ekonomi, women’s crisis center dan ambil bagian dalam menyoroti persoalan regulasi pekerja migran.

Dalam pertemuan ini, Sekum PGI tidak lupa meminta agar pemerintah Australia dapat memberi perhatian pada persoalan manusia perahu yang telah berlangsung beberapa tahun belakangan ini. Persoalan ini juga menjadi pergumulan di Indonesia, dan PGI ikut ambil bagian dalam pergumulan tersebut. (Beril Huliselan)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*