Kunjungan Delegasi RI ke Rusia dan Finlandia dalam Rangka The 2nd Indonesia-Russia Interfaith and Intermedia Dialogue dan The 1st Indonesia-Finland Interfaith and Intermedia Dialogue

Konferensi The 2nd Indonesia-Russia Interfaith and Intermedia Dialogue di Civic Chamber

MOSKOW,PGI.OR.ID – Delegasi Negara Republik Indonesia yang terdiri dari Pdt. Gomar Gultom (PGI), Prof. Dr. Azyumardi Azra (Staf Khusus Wakil Presiden RI untuk Reformasi Birokrasi), Prof. Philip K Wijaya dan Zulfiani Lubis (Chief Editor IDN Times) bersama Dr. Siti Tuhaini Dzuhayatin (Staf Khusus Presiden RI untuk Urusan Internasional Agama), di bawah pimpinan Cecep Herawan (Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu RI) mengunjungi Russia dan Finland untuk mengikuti kegiatan The 2nd Indonesia-Russia Interfaith and Intermedia Dialogue (14-16 September) dan The 1st Indonesia-Finland Interfaith and Intermedia Dialogue (16-18 September). Kegiatan tersebut akan diisi dengan kuliah umum, konferensi dan dialog antar agama.

Dalam kunjungan tersebut, rombongan juga berkesempatan mengunjungi Kantor Partriarkhat Gereja Ortodox Rusia dan diterima oleh Metropolitan Hilaron Alfeyev, Kepala Departemen Luar Negeri Gereja Ortodox Rusia.

Sejarah mencatat bahwa pada 1054 terjadi Skisma Besar dalam tubuh gereja. Gereja Barat secara bertahap diidentifikasi sebagai Gereja Katolik, yang berpusat di Roma, dan Gereja Timur secara bertahap dilabeli Gereja Ortodoks dan berpusat, ketika itu, di Byzantium atau Konstantinopel. Skisma besar tersebut tidak dapat dipisahkan dari pembagian dan persaingan kekuasaan negara-negara di Eropa Barat dan Timur ketika itu.

Berbeda dengan Gereja Katolik yang memiliki satu pemerintahan di bawah Paus untuk seluruh dunia, Gereja Ortodox tidak memiliki seorang pemimpin yang memerintah seluruh Gereja Ortodox. Gereja Ortodox terbagi atas beberapa jurisdiksi yang masing-masing dipimpin oleh seorang Partriarkh, antara lain: Partriarkh Ekumenis Konstantinopel (walau disebut sebagai primus inter pares dari seluruh Partriark, tidak memiliki jurisdiksi atas GO lain, hanya simbol kehormatan saja), Patriarkhat Alexandria, Patriarkhat Antiokhia, Patriarkhat Yerusalem, Patriarkhat Russia, Patriarkhat Serbia, Patriarkhat Bulgaria, Patriarkhat Rumania, Patriarkhat Georgia, Yunani, Partriarkhat Siprus, dan lainnya.

Penganut Gereja Ortodoks merupakan jumlah terbesar di dunia sesudah Katolik. Diperkirakan kini berjumlah sedikitnya 260 juta. Akan halnya Rusia, diperkirakan 75% penduduknya menganggap dirinya sebagai pemeluk agama Kristen Ortodoks, demikian menurut sensus nasional. “Selama ribuan tahun, Gereja Ortodoks memiliki peran penting dalam menentukan identitas Rusia. Budaya, musik dan sastra Rusia terlihat sangat dipengaruhi gereja ortodoks,” demikian penjelasan Metropolitan Hilaron Alfeyev kepada rombongan.

“Di Rusia yang multi etnis dan agama ini, kami bersahabat dengan agama lain, khususnya Islam. Salah satu misi kami adalah mewujudkan kehidupan masyarakat yang akrab di tengah keragaman agama”, lanjutnya. Dan untuk misi itu, mereka telah mendirikan Dewan Agama Rusia yang dipimpin oleh Partiarkhat, dan keanggotaannya berisi beragam agama yang ada di Rusia.

Menurutnya, di dalam Dewan yang didirikan 20 tahun lalu ini, dibahas posisi dan sikap agama terhadap masalah aktual di negara ini. “Salah stau topik yang sering dibahas adalah kerjasama penganut agama menghadapi ekstrimis dan teroris yang selalu mengklaim diri atas nama agama.” lanjut Metropolitan.

“Baru saja beberapa hari lalu kami memperingati tragedi 1 September 2004, di mana sekelompok teroris, ketika itu, memasuki sekolah di Baslan dan mengakibatkan 330 orang tewas, termasuk 186 anak kecil.” kenangnya dengan nada prihatin. Menurutnya, banyak aksi teroris sesudah itu. “Pemberantasan teroris hanya mungkin dengan kerjasama semua pihak. Tokoh agama dan perwakilan masyarakat harus ikut dalam aksi tersebut. Salah stau tujuan adalah menahan teroris sebelum mereka melakukan aksi.”

Lanjut Metropolitan Hilaron, sidang Dewan Agama Rusia memahami bahwa teroris menggunakan agama hanya sebagai kedok saja. “Meski teroris menggunakan slogan agama dalam aksinya, kami mengerti mereka hanya memperalat agama untuk tujuan jelek. Semua teroris berasal dari setan meski menggunakan image agama. Kami tidak mau menggunakan istilah terorisme islam atau teroris agama tertentu, media yang menggunakannya. Kami yakin terorisme dan agama sama sekali tidak dapat digabungkan,” lanjutnya lagi.

Menurutnya kerjasama antar agama tradisi yang ada di Rusia berlangsung dalam ragam bidang, terutama dalam pendidikan moral dan pembinaan keluarga sebagai institusi utama. Untuk itu mereka aktif dalam pencegahan Narkoba, alkohol dan kriminalitas. Mereka juga memberikan dukungan terhadap tahanan di penjara dan perlindungan budaya. “Kami juga membasmi ketidakpahaman antara umat dan bangsa, kami memperjuangkan perdamaian di masyarakat. Kami mencegah terorisme dan mendukung penyelesaian perselisihan agama.”

Dia sangat gembira menyambut kehadiran delegasi RI serta mendukung kerjasama antar kedua negara, RI dan Rusia, termasuk round table yang akan berlangsung besok. “Kemenlu RI telah menyelenggarakan konferensi dengan topik “Kehidupan Bermasayarakat; pengalaman Rusia dan Indonesia”. Konferensi besok adalah kelanjutan dari konferensi tersebut. Jika kedua negara terus berbagi pengalaman dan bersama mencari jalan keluar dari masalah yang ada, maka ini akan menyumbang bagi pencapaian keamanan dunia yang damai,” katanya diakhir pidato.

“Saya merasa terhormat pada pertemuan ini karena beliau menyambut kehadiran saya sebagai Sekum PGI di tengah-tengah delegasi, seraya meminta saya menyampaikan sambutan. Bahkan beliau menghadiahi saya satu set CD berisikan oratori karya ciptaannya yang dimainkan oleh Moscow Philarmonic Orchestra,” ungkap Pdt. Gomar Gultom saat menceritakan pertemuan delegasi RI dengan Metropolitan Hilaron.

Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik, Kemenlu RI, Cecep Hermawan, menyebutkan kehadiran delegasi RI sebagai wujud penghormatan atas kerjasama yang sudah dimulai dan berharap akan terus dikembangkan di masa depan. “Banyak kesamaan Indonesia dengan Rusia: multi etnis dan multi agama. Kesamaan ini satu kekuatan untuk bisa bekerjasama. Di Rusia ada Dewan Agama, di Indonesia pun ada FKUB di setiap Propinsi dan Kabupaten. Bagi kami keberagaman adalah sesuatu yang harus dijaga dan dihargai karena kami nilai sebagai yang dikodratkan bagi bangsa kami,” kata Dirjen. “Dengan kondisi global saat ini serta pengalaman hidup keberagamaan Indonesia yang menempuh moderasi, kami ingin ikut membangun peradaban baru di dunia ini: satu peradaban yang saling menghormati, toleran dan harmoni. Tentu dibutuhkan saling pengertian di antara negara-negara di dunia,” tambahnya.

Dirjen juga mengungkapkan bahwa hingga kini Indonesia telah melakukan dialog lintas agama dan lintas media dengan 29 negara, terutama Rusia yang mirip dengan Indonesia. “Kami berharap suatu saat kita bisa membuat dialog di satu kawasan, misalnya di Eropa Timur, untuk membangun peradaban damai.

Seusai dengan Metropolitan, delegasi RI dijamu makan siang oleh Dubes RI, Wahid Supriyadi, bersama stafnya di sebuah restoran di tengah kota. Sesudahnya, acara berlanjut di kampus MGIMO, di mana Dr. Siti Tuhaini Dzuhayatin (Staf Khusus Presiden RI untuk Urusan Internasional Agama), Prof. Dr. Azyumardi Azra (Penasehat Khusus Wakil Presiden RI untuk Reformasi Birokrasi) memberikan kuliah umum yang dihadiri oleh beberapa staf pengajar Universitas tersebut.

“Hari ini kami akhiri dengan diskusi bebas dan makan malam bersama para Indonesianis yang ada di Moskow. Mereka adalah para pencinta Indonesia dari beragam latar belakang dan beragam usia. Sangat menyentuh hati dan terharu menyaksikan kecintaan mereka terhadap Indonesia dan menyaksikan bagaimana fasihnya mereka berbahasa Indonesia. Beberapa di antara mereka belajar tari-tarian Indonesia, bermain gamelan, bahkan juga menjadi pesinden,” ungkap Sekum PGI.

Kegiatan Konferensi

Keesokan harinya, berlangsung konferensi bertajuk The 2nd Indonesia-Russia Interfaith and Intermedia Dialogue di Civic Chamber, Moscow. Sessi pertama bertajuk Current Trends and Challenges in Managing and Promoting Tolerance and Religious Harmony dengan empat pembicara, yakni Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin (Staf Khusus Presiden RI untuk Urusan Internasional Agama-agama), Gomar Gultom (Sekum PGI), Almaz Fulaizullin (Deputi Direktorat Domestic Policy Pemerintah Federasi Rusia) dan Arhimandtrit Filaret (Deputi Kepala Departemen Luar Negeri Gereja Ortodox Rusia).

Pada kesempatan itu, Sekum PGI mengatakan, antara lain, pentingnya mengembangkan pendidikan multikultural, sebagaimana selama ini dikembangkan di Indonesia. “As a part of the civil society we struggle to develop multicultural education with several approaches, such as: (a). inviting people to put forward the mandate of the constitution in the public sphere rather than the verse of the scripture. Directives of the scripture verses should have carried out the objectification process as a universal values, (b). teaching the people to read the scripture verses contextual and avoid the textual approach; (c). motivating the people to understand that religion basically teach the believer how to behave others and not how the others behave the believers. In these sense, all religion propose peace and love”.

Sessi kedua dengan tema Soft Power Approach on Countering Terorism, Radicalism and Violence Extremism, juga menampilkan empat pembicara, yakni Prof. Dr. Azyumardi Azra (Penasehat khusus Wakil Presiden RI untuk Reformasi Birokrasi), Prof. Philip K Widjaja (Kepala Divisi Hubungan Internasional Permabudhi), Mr. Sergei Gavrilov (Ketua Komisi Duma atau Parlemen Rusia untuk Pembangunan Masyarakat Sipil dan Issu-issu Publik) dan Mr Andret Balzhiroz (Perwakilan Tetap Buddha Sangha Rusia).

Sedangkan sesi ketiga dengan isu Role of Media Promoting Tolerance in Multicultural Society, and Media Strategy in Countering Fake News amidst the Challenges of Open Society and Social Media, dengan pembicara Ibu  Uni Z. Lubis (Chief Editor IDN Times) dan Mr. Wvgenity Primakov (Kepala Humas Civic Chamber Pemerintah Federasi Rusia).

Konferensi ini merupakan lanjutan dari konferensi serupa yang diselenggarakan pada 2009 lalu dengan tujuan mencari upaya menuju negara dan masyarakat sipil yang tangguh menuju Kerukunan Umat Beragama. Mr Albir Krganov, Mufty Majelis Muslim Rusia, bertindak sebagai moderator.

Lewat konferensi ini, kedua pemerintahan menyatukan para pemangku kepentingan untuk berinteraksi dan bertukar pandangan, pengetahuan, pengalaman, dan praktik terbaik untuk mengumpulkan sumber daya dan menumbuhkan pemahaman lintas budaya dan agama.

Kedua belah pihak berbagi pandangan tentang peran signifikan dialog antaragama dan intermedia untuk mempromosikan rasa saling menghormati dan pengertian di antara budaya dan masyarakat yang berbeda, melindungi kebebasan beragama dan berekspresi, serta berkomitmen untuk mencegah dan melawan ekstremisme, kekerasan, radikalisme dan terorisme.

Di akhir konferensi kedua pihak berkomitmen untuk lebih memperkuat hubungan bilateral yang sudah dekat dan bersahabat, khususnya untuk mempromosikan dan mendorong lebih banyak dialog antara kedua negara. Pihak Indonesia menawarkan program-program berikut sebagai kelanjutan dari konferensi ini: (1) Melalui Kementerian Agama akan memberikan beasiswa untuk lima mahasiswa Rusia untuk belajar Islam di Universitas Islam Negeri Indonesia pada 2019; (2) Melalui Kementerian Luar Negeri akan mengundang dua peserta dari Rusia untuk bergabung dengan International Interfaith Youth Camp di Indonesia pada 2019; (3) melalui Kementerian Agama akan mengundang peserta dari Rusia untuk bergabung dengan Camp for Future Faith Leaders di Indonesia pada 2019.

Pihak Rusia menyambut dan sangat menghargai tawaran dari pihak Indonesia. Selanjutnya, pihak Rusia juga menawarkan program-program berikut: (1) mengundang peserta Indonesia untuk mengikuti Program Perkemahan Pemuda yang sama jika acara tersebut diadakan di Rusia; (2) Gereja Ortodoks Rusia akan mengundang siswa Indonesia untuk belajar di Seminari Ortodoks di Rusia.

Kedua belah pihak juga menyepakati penyelenggaraan dialog atau konferensi Interfaith dan Intermedia berikutnya di Indonesia pada waktu yang akan disepakati melalui saluran diplomatik. (Gomar Gultom)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*