RANTEPAO,PGI.OR.ID-Dalam kehidupan pelayanan sehari hari, seorang pendeta menghadapi berbagai pergumulan. Sering ada dalam kehidupan Jemaat yang merasa sebagai superman, mempunyai kekuatan yang besar. Belum lagi soal adanya “yang merasa” mempunyai kekuatan yang besar dalam kehidupan jemaat. Juga sering bergumul karena masalah masalah sosial kemasyarakatan seperti judi, sabung ayam, pegaulan yang membuat warga jemaat lepas kontrol, adanya pengaruh media sosial dalam kehidupan bermasyarat dan berjemaat, dan masih banyak pergumulan lainnnya yang datang dari luar.
Belum lagi pergumulan yang datang dari dalam diri seorang pendeta dan juga dari sesama pendeta dalam membangun komitmen bersama. Hal hal inilah yang kita hadapi dalam pelayanan kita.
Ini diungkapkan oleh Pdt. Fery Hendra dalam refleksi ibadah pembukaan Konvensi Pendeta se wilayah II Rantepao, di Jemaat Bua Talllulolo, Kamis (1/3).
Adapun tujuan dilaksanakannnya Konvensi ini adalah untuk menggumuli dan membangun kebersamaan di lapangan dalam pelayanan dan hal ini merupakan sebuah hal yang perlu bagi seorang pelayan. Belum lagi dalam membangun kesersamaan dalam sebuah lembaga Gereja. Dalam konteks inilah, maka Konvensi pendeta se Wilayah II Rantepao (meliputi seluruh Kabupaten Toraja Utara), Gereja Toraja dilaksanakan di Gereja Toraja Jemaat Bua Tallulolo, Rantepao, pada tanggal 1-3 Maret 2018. Sekitar 200 orang peserta hadir dalam acara ini.
Sementara itu, misi dari Konvensi pendeta yaitu menumbuh-kembangkan nilai nilaibergumul dan panggilan untuk dihidupi oleh setiap pendeta. Membentuk karakter pendeta berbasis Spiritualitas, integritas, dan profesionalitas, membangun penguatan komitment institusional. Memantapkan kompetensi pelayanan (academic formation) pendeta. Memantapkan kompetensi pelayanan (practical formation) pendeta dan Mendampingi warga gereja dalam peran sosial, politik, hukum, ekonomi, pluralitas, lingkungan hidup dan ekumenis.
Kegiatan yang berlangsung tiga hari ini akan lebih banyak bergumul dan diskusi mengenai persoalan persoalan pelayanan di lapangan, menggumuli hal-hal aktual dan krusial, kemudian bagaimana mengembangkan kode etik diantara para pendeta, bagaimana menggumuli sentralisasi dalam Gereja Toraja, kemudian didiskusikan dalam kelompok, kemudian merumuskan tentang bagaimana melangkah secara bersama ke depan dalam pelayanan. (Aleksander Mangoting)
Be the first to comment