ROMA,PGI.OR.ID-Dalam konferensi yang berlangsung beberapa waktu lalu di Roma, Rev. Henrik Grape, Koordinator Kelompok Kerja dalam Perubahan Iklim WCC, berbicara mengenai bagaimana mengubah dunia kita menjadi berkelanjutan dan, pada waktu yang sama, bertarung dengan kemiskinan dan kelaparan tanpa merusak lingkungan.
Konferensi yang diselenggarakan oleh beberapa agensi dan organisasi Katolik itu, dilaksanakan untuk menekankan kepada publik pentingnya memastikan percepatan dan perubahan dari bahan bakar fosil menjad energi bersih untuk semua. Seluruh peserta menaruh perhatian kepada hubungan antara divestasi bahan bakar fosil, investasi dalam berbasis komunitas enegi terbarukan. Kegiatan ini sebagai wujud semangat oikoumenis menyikapi masa depan berkelanjutan.
Selama beberapa tahun belakangan, banyak aktor yang telah menarik investasi mereka dari industri bahan bakar fosil sebagai wujud menunjukan mengenai masa depan berkelanjutan harus bebas fosil.
Kardinal Peter K.A Turkson mengatakan dalam pidatonya, “kamu tidak dapat tetap acuh dan mengabaikan caramu berinvestasi,” dan “kita dapat memiliki dampaknya, dampak positif.” Ia mengulangi kalimat Pope Francis, yang berbicara mengenai investasi, tanggung jawab dan solidaritas harusnya saling terhubung; sumber daya seharus digunakan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial dan memenuhi kebutuhan dasar (termaksud akses terhadap energi), untuk memiliki dampak postif pada komunitas lokal, pada pekerjaan dan pada lingkungan.
Grape diundung untuk menjadi pembicara di dua perwakilan yaitu untuk WCC dan Gereja Swedia, tentang komunitas keyakinan non-Katolik yang telah memulai divestasi dari industira bahan bakar fosil. “Sebuah masa depan berkelanjutan adalah sebuah visi yang harus dipenuhi dan dipelihara oleh nilai-nilai,” ucap Grape. “Korban pertama dari perubahan iklim ialah golongan miskin dan rentan di dunia. Dan pesan dari komunitas keyakinan dalam jaringan ekumenis semakin menguat setiap tahunnya mengenai perubahan iklim ada sebuah yang nyata. Orang-orang yang berkapasitas harus pergi terlebih dahulu dalam bagian perubahan.”
Lanjut Grape, kita tidak dapat bertahan dengan investasi dalam dana mendukung bahan bakar fosil sementara secara simultan melakukan advokasi untuk pengembangan rendah karbon, terutama untuk mengetahui gas rumakaca akan mempengaruhi orang-orang miskin di dunia terlebih dahulu.
“Kita harus bertindak dan tidak hanya sekadar berbicara. Kita harus menggunakan kebijaksanaan, pengetahuan dan nilai saat ini dan ekonomi harus melayani planet dan orang-orang yang tinggal di dalamnya,” katanya.
Logika pada divestasi disebutkan tidak akan lebih simpel, Grape menjelaskan: “Jika ini salah untuk merusak iklim, ini salah mendapatkan keuntungan dari pengerusakan.”
Komunitas keyakinan memiliki suara penting dalam paduan suara yang besar dalam berbicara kepada kita semua untuk bergerak maju, ia menambahkan. “Motivasi etnik untuk investasi telah memiliki sejarah panjang dalam keluarga gereje-gereja. Kita tidak dapat bertindak melawan perubahan iklim dan memanggil pemimpin politik dan pemimpin pengusaha untukmengehentikan perubahan iklim dan, pada saat yang sama, investasi dalam bahan bakar fosil merupakan penyebab terbesar pada perubahan iklim,” jelas Grape.
Konferensi ini diselenggarakan oleh the Catholic Agency For Overseas Development, Coopération Internationale pour le Développement et la Solidarité, Federazione Organismi Cristiani di Servizio Internazionale Volontario, Justice Peace and Integrity of Creation, Global Catholic Climate Movement and Trocaire. (Jonathan Simatupang. Sumber: www.oikoumene.org)