Komnas Perempuan Kecam Penyerangan Komunitas Ahmadiyah di Lombok Timur

JAKARTA,PGI.OR.ID-Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengecam keras tindakan penyerangan dan vandalisme terhadap komunitas Muslim Ahmadiyah yang kembali berulang di Dusun Grepek Tanat Eat, Desa Greneg, Kecamatan Sakra Timur Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 19-20 Mei 2018.

Berdasrkan pengaduan yang diterima komnas Perempuan Perwakilan warga Ahmadiyah yang menjadi korban penyerangan, bahwa penyerangan tersebut dalam bentuk pengusiran, ancaman dan intimidasi, perusakan rumah penduduk, setidaknya menimpa 7 kepala keluarga Ahmadiyah, 6 (enam) rumah rusak, 4 sepeda motor rusak berat, peralatan rumah tangga dan barang-barang elektronik hancur.

Keduapuluhempat (24) penduduk tersebut terdiri dari orang dewasa, lanjut usia (lansia) dan anak-anak, sehingga terpaksa di evakuasi di Kantor Polres Lombok Timur. Meskipun indikasi akan adanya kekerasan dan penyerangan ini sudah dilaporkan oleh komunitas Muslim Ahmadiyah sejak Maret 2018 kepada aparat kepolisian, namun sangat disayangkan mengapa aparat keamanan setempat tidak berhasil mencegah aksi-aksi intoleransi ini.

Kasus penyerangan terhadap komunitas Jemaat Ahmadiyah di Lombok Timur ini menambah potret buram situasi kehidupan keagamaan yang diwarnai oleh kekerasan dan tindakan intoleransi. Peristiwa ini seharusnya dapat diantisipasi segera oleh Pemerintah Daerah dan Aparat Keamanan, mengingat ancaman penyerangan dan diskriminasi yang terus berlangsung di NTB pada Jemaat Ahmadiyah.

Untuk itu, dalam pernyataan sikapnya, Komnas Perempuan menyatakan, pertama, meminta Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memprioritaskan pemenuhan HAM dan Hak Konstitusional warga Ahmadiyah dengan segera, karena sejak tahun 2006 telah terabaikan, termasuk hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan.

Kedua, meminta Negara untuk tidak tunduk terhadap kelompok-kelompok intoleran, menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi Jemaat Ahmadiyah dan melakukan penanganan komprehensif bagi para korban intoleransi, dengan perhatian khusus pada kerentanan perempuan sesuai dengan UU Penanganan Konflik Sosial. Ketiga, mendesak aparat keamanan setempat untuk bersikap pro aktif dalam menjalankan kewajibannya memberikan perlindungan dari tindak intoleransi kepada warga Ahmadiyah di Lombok Timur, dan segera melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku kekerasan dan pengrusakan.

Keempat, meminta Pemerintah Daerah Lombok Timur dan Gubernur NTB untuk memberikan pemulihan komprehensif kepada para korban, segera membangun rumah-rumah Jemaat Ahmadiyah yang rusak dan hancur agar para pengungsi bisa segera kembali ke rumahnya dan melanjutkan kehidupan mereka secara baik dan tenang.

Kelima, meminta pemerintah daerah, aparat keamanan, tokoh masyarakat untuk bersama-sama mencegah terjadinya konflik yang melebar, memberikan pengertian kepada masyarakat untuk membangun dialog antar warga dan menjauhi cara-cara kekerasan. Keenam, meminta elit-elit politik untuk menghentikan praktik politisasi agama dalam menggalang dukungan publik, terutama menjelang Pilkada, Pemilu dan Pilpres. Ketujuh, menghimbau segenap masyarakat untuk menyebarkan kultur dan nilai-nilai keagamaan yang toleran, apalagi di bulan suci Ramadhan dimana seharusnya nilai-nilai perdamaian, kasih-sayang, nilai-nilai kemanusiaan menjadi spirit dari mereka yang menjalankan ibadah puasa.

Menurut catatan Komnas Perempuan penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah di NTB terjadi sejak 20 tahun yang lalu (Oktober 1998), dan terus berlangsung dengan tingkat eskalasi tinggi yang berujung pada pengusiran di tahun 2005 hingga tahun 2006, sehingga memaksa Jemaat Ahmadiyah mendiami pengungsian di Transito dan Praya.

 

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*