JAKARTA,PGI.OR.ID-Kerja sama TNI-Polri dalam melumpuhkan tokoh teroris Santoso di Poso, Sulawesi Tengah patut diapresiasi. Meski memang penumpasan kelompok teroris yang hanya sebanyak 30 orang ini cukup lama, yakni berlangsung 8 bulan dengan melibatkan 3.000 personil.
” Kami menilai tewasnya Santoso bisa disebut sebagai hadiah TNI untuk Kapolri baru Tito Karnavian. Sebab Santoso tewas dalam operasi yang dilakukan TNI, yang berujung pada aksi tembak menembak,” kata Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane, di Jakarta, Jumat, 22 Juli 2016.
Neta menambahkan, dari kasus Santoso terlihat adanya soliditas antara TNI dan Polri dalam melakukan kerjasama di Operasi Tinombala. Dan, dengan tewasnya Santoso, Polri tetap perlu bekerja keras mengantisipasi perlawanan para teroris. Sebab saat ini ada dua tokoh yang berbahaya, yakni Ali Kolara yang berpotensi menggantikan posisi Santoso di Poso dan Arief Maroef tokoh yang menyembunyikan Noordin M Top, yang sekarang sudah bebas dan berada di Jogja.
” Keduanya perlu diwaspadai Polri,” kata Neta.
Tewasnya Santoso lanjut Neta, bukan berarti aksi terorisme di Indonesia akan berakhir. Yang dikhawatirkan justru adanya serangan balasan dari antek-antek dan jaringan Santoso. Di Poso sendiri Santoso sudah membangun kader. Salah satu, Ali Kolara. Kelompok Santoso sendiri merupakan satu dari sembilan kelompok radikal yang masih tumbuh subur di Indonesia yang sangat berpotensi melahirkan para teroris.
” Walau Santoso sudah tewas pengejaran Polri terhadap teroris di Indonesia belum akan berhenti,” ujarnya.
Apalagi kata Neta, kelompok Solo masih terlihat sangat agresif. Setidaknya ini terlihat dalam aksi bom bunuh diri di Polresta Solo akhir ramadhan lalu. Potensi teroris ini makin mengkhawatirkan tatkala beredar kabar masuknya dana setara Rp 20 miliar dari Suriah ke Jogja yang diduga untuk kelompok teroris.
” Artinya Kapolri baru Tito Karnavian maupun kepala BNPT yang baru Komjen Suhardi Alius masih harus melakukan kerja keras untuk menekan aksi-aksi terorisme di Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Politisi PDIP, Arteria Dahlan mengatakan, penunjukan Suhardi sebagai Kepala BNPT sudah tepat. Suhardi memang belum pernah bertugas di Densus 88. Tapi menurut Arteria, itu bukanlah kekurangan. Terlebih sebelumnya Suhardi pernah menjabat sebagai Kabareskrim yang membawahi sekaligus memberi komando pada Densus 88.
” Secara pribadi Suhardi polisi bersih. Dia juga polisi berprestasi sama seperti Tito,” katanya. (AS).