JAKARTA. PGI.OR.ID. Perhelatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) 2015 telah ditutup secara resmi oleh Presiden RI Joko Widodo, Kamis (23/4) malam, dan telah menghasilkan 3 dokumen penting yaitu Pesan Bandung 2015, Deklarasi penguatan kemitraan strategis Asia dan Afrika dan Deklarasi kemerdekaan Palestina.
Pesan Bandung berisi target-target yang harus dicapai serta rencana kerjasama yang akan dijalin negara Asia dan Afrika, mulai dari isu demokrasi, HAM, pemerintahan, sampai reformasi PBB. Juga mendorong tercapainya kerjasama yang saling menguntungkan agar dapat menjembatani kesenjangan pembangunan di kawasan dan merealisasikan kemerdekaan Palestina.
KAA mengirimkan pesan kepada dunia bahwa kondisi kehidupan dunia masih tidak seimbang dan jauh dari keadilan dan perdamaian.
Presiden Zimbabwe Robert Mugabe dalam pidato penutupnya menyoroti pentingnya kerjasama yang telah digagas sejak 1955 oleh negara-negara di Asia dan Afrika. “Konferensi Asia Afrika ini akan menjadi sejarah bagi kita. Dan orang-orang akan mendapatkan semangat Bandung seperti di tahun 1955,” ujar Mugabe.
Dalam pembukaan KAA, Mugabe mengatakan negara-negara di Asia dan Afrika telah menderita ketertinggalan dari negara-negara Barat karena penjajahan di masa lalu. Ia mengakui bahwa negara-negara Asia telah mampu berkembang lebih baik dari negara-negara Afrika setelah melewati masa penjajahan.
Pendeta Dr. Henriette T. Hutabarat-Lebang Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang hadir saat pembukaan KAA di JCC (22/4) dan pembukaan Konferensi Parlemen Asia Afrika di Gedung DPR RI (23/4) melihat, KAA telah menghidupkan kembali semangat solidaritas antara negara-negara di Asia dan Afrika yang pada masa lalu mengalami penderitaan, marginalisasi, dan kolonialisme.
“Sesudah 60 tahun ternyata semangat itu masih tetap relevan karena negara-negara Asia dan Afrika, bahkan seluruh dunia, tetap mengalami berbagai kemelut, bentuk-bentuk perbudakan yang baru sekalipun ekonomi berkembang, globalisasi meluas, tetapi tetap ada yang dikorbankan. Negara-negara di Asia dan Afrika disadarkan bahwa kita perlu membangun kembali solidaritas untuk membuat kawasan Asia dan Afrika ini menjadi kawasan yang damai dan sejahtera. Ini pesan yang utama,”katanya.
Selain itu, hasil positif dari KAA ini adalah bahwa negara-negara di Asia dan Afrika menyadari aksi terorisme dan radikalisme yang terjadi belakangan ini, bukan karena persoalan agama.
Semangat solidaritas, lanjut pendeta yang akrab disapa Pendeta Eri Lebang ini, semestinya juga mengingatkan gereja-gereja di Asia dan Afrika. Sebab itu, momentum kegiatan Sidang Raya Dewan Gereja Asia (CCA) akan berlangsung pada 20-27 Mei 2015, di Jakarta, mengangkat tema “Living Together in the Household of God” (Hidup Bersama dalam Rumah Tangga Allah). Melalui tema ini, bagaimana kita bersama dalam rumah tangga Allah, dengan berbagai latarbelakang agama, suku, maupun pola pikir, dapat merajut kehidupan bersama.
“Kita tidak bisa mementingkan diri sendiri. Ini juga berakar dalam pemahaman Kristen mengenai koinonia atau persekutuan kita yang menyaksikan kabar sukacita, persekutuan yang melayani orang lain terutama mereka yang tertindas dan terabaikan dalam masyarakat,” jelasnya.
Pendeta Eri Lebang berharap gereja-gereja di Asia dan Afrika juga dapat saling menopang dan membangun solidaritas di tengah-tengah ketidakadilan, kekerasan, dan konflik yang semakin merajalela.