TUAL,PGI.OR.ID – Posisi penting Pancasila dalam kehidupan bangsa mendapat sorotan Prof. Syafiq Mugni, Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP), dalam sarsehan hasil Musyawarah Besar (Mubes) Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa yang berlangsung di Hotel Grand Villia Langgur, Tual, Kabupaten Maluku Tenggara, Kamis (29/11). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kantor Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia dengan mengundang tokoh-tokoh agama, masyarakat dan pejabat pemerintahan kota Tual. Sarasehan ini merupakan upaya sosialisasi hasil Mubes Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa ke berbagai wilayah di Indonesia, salah satunya di Kota Tual, Maluku Tenggara.
Dalam uraiannya, Prof. Syafiq menjelaskan latar belakang kegiatan Mubes Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa yang berlangsung pada 8-11 Februari 2018 dan posisi penting Pancasila yang secara historis, sosiologis dan antropologis menjadi pilihan tepat dalam mengelola serta menyatukan negara ini. Sebagaimana diketahui, dalam Mubes Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa yang berlangsung pada 8-11 Februari 2018, para pemuka agama meneguhkan kesepakatan mereka akan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila sebagai dasar yang secara historis, sosiologis, antropologis dan teologis mengikat semua elemen bangsa Indonesia.
Dimoderatori oleh Pdt. Jacky Manuputty, Staf UKP-DKAAP, sarasehan dimulai dengan pembacaan dan penjelasan tiap kesepakatan dalam Mubes Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa. Dari tujuh kesepakatan yang dihasilkan, 6 orang narasumber bertugas untuk membaca dan menjelaskannya, yakni Prof. Syafiq Mugni (UKP), Pdt. Jimmy Sormin (PGI), KH. Abdul Manan (MUI), Romo Agus Ulahayanan (KWI), Peter Lesmana (Matakin), dan Alim Sudio (Permabudi).
Pdt. Jimmy Sormin selaku perwakilan PGI membaca dan menjelaskan kesepakatan ke-7, yakni mengenai faktor-faktor non-agama yang mengganggu kerukunan umat beragama di Indonesia. Rekomendasi dalam kesepakatan ini lebih ditujukan untuk pemerintah, legislatif, media dan para pemuka agama di seluruh Indonesia. Ada 19 butir rekomendasi yang sebagian besar menekankan penegakkan hukum yang tegas dan adil, serta pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia yang merata agar mengurangi berbagai konflik sosial akibat kesenjangan. Harapan akan narasi-narasi damai yang dihasilkan oleh berbagai elemen masyarakat juga terangkum dalam kesepakatan ketujuh ini.
Para peserta merespons secara positif kesepakatan Mubes Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa, serta memberikan berbagai rekomendasi dan pertanyaan kepada para narasumber. Beberapa peserta menegaskan bahwa di Maluku Tenggara, hubungan antarumat beragama sudah berlangsung lama dan sangat baik. Ada nilai-nilai budaya yang mengikat dan menghasilkan kerukunan dalam masyarakat. Ketika konflik terjadi di Maluku beberapa tahun silam, masyarakat Maluku Tenggara paling cepat menangani dan mengusahakan perdamaian antarberbagai pihak. Namun mereka mengakui, konflik-konflik yang terjadi di Jakarta dan tontonan pertarungan politik di berbagai media turut meresahkan masyarakat Tual.
Peserta juga mengharapkan agar lembaga keagamaan ataupun tokoh-tokoh agama dan masyarakat tidak sekadar dijadikan “pemadam kebakaran” ketika konflik atau ketegangan sosial terjadi. Pemerintah diharapkan aktif mendukung kegiatan-kegiatan kerukunan umat beragama, khususnya dalam hal pendanaan yang dirasakan masyarakat masih minim. Peningkatan ekonomi dan pembangunan masyarakat Maluku Tenggara juga diharapkan dapat berlangsung agar ada kesetaraan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Hal ini mengingat faktor-faktor non-agama, khususnya ekonomi, dapat menyebabkan gesekan sosial di masyarakat.
Pewarta: Jimmy Sormin
Editor: Beril Huliselan
COPYRIGHT © PGI 2018
Be the first to comment