Kebebasan Beragama Dinilai Jadi Persoalan Serius Buat Jokowi

Direktur Eksekutif Indonesian Conference on Religion and Peace(ICRP), Siti Musdah Mulia menyatakan Indonesia akan memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintahan baru usai ditinggalkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Penyerangan terhadap Komunitas Ahmadiyah, pengusiran terhadap jamaah Syiah, dan diskriminasi terhadap agama-agama lokal adalah persoalan yang butuh penanganan,” kata Musdah kepada wartawan dalam diskusi bertajuk ‘Membaca arah kebijakan politik kebhinekaan Jokowi-JK’ di kantor Maarif Institute, Jakarta, Selasa (30/9).

Lebih lanjut, Musdah mengatakan pada dasarnya semua warga Indonesia memiliki hak yang sama untuk hidup dan dilindungi. “Konstitusi Indonesia pun menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan,” tegasnya.

Sementara Direktur Riset Maarif institute, Ahmad Fuad Fanani menilai pemerintahan SBY memiliki berbagai persoalan yang belum bisa diselesaikan sampai masa jabatannya berakhir.

Persoalan tersebut termasuk tingginya angka kemiskinan, belum meratanya pendidikan, serta konflik horizontal yang terjadi dibeberapa daerah.

Tokoh agama bertemu dan berdialog

Para tokoh agama di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengelar dialog antarumat beragama, Selasa (30/9). Pertemuan yang difasilitasi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) NTT itu diharapkan bisa menyuburkan kerukunan umat beragama di provinsi itu.

Menurut Badan Kesbangpol NTT, Sisilia Sona, agama menjadi modal sosial untuk kepentingan bangsa dan negara. Sehingga peran tokoh agama menjadi pendorong kerukunan.

“Dari kegiatan ini yang mau kami capai adalah bagaimana membangun manusia NTT ini yang berbeda agama ini untuk merasa dan meyakini secara baik bahwa kita mau membangun semua umat beragama ini paham soal wawasan kebangsaan kita,” kata Sisilia Sona kepada Portalkbr di Kupang, Selasa (30/9).

Semua masyarakat beragama, kata dia, dituntut untuk mengedepankan kepentingan bangsa.

“Bahwa kita boleh berbeda-beda sesuai dengan keyakinan kita masing-masing, tetapi ketika kita bicara soal NKRI, siapapun dia, apa pun agama dia,  kita harus berpikir untuk kepentingan bangsa yang lebih luas,” ujarnya.

Dalam dialog antartokoh agama di Kupang hadir Ustad Haji Muksin Talib (Islam), Romo Leo Mali (Katolik), Pendeta Samuel Viktor Niti (Protestan), I Gede Putra Kusuma (Hindu), dan Aryadi Satya Wira dari Budha.

Dialog ini juga diikuti perwakilan umat dari lima agama. Menurut Sisilia Sona, dialog ini baru pertama kali dilakukan di NTT. Selain digelar di Kupang, dialog yang sama juga akan digelar di berbagai daerah di NTT. (merdeka.com, portalkbr.com)